1. Bertemu Dia

1K 69 0
                                    

Hiruk-pikuk terdengar di dalam ballroom perusahaan HZ yang mengadakan pesta untuk memperingati hari berdirinya perusahaan tersebut. Mungkin bagi beberapa orang suasana ini sangat tidak nyaman, Arvi juga merasakan hal yang sama yaitu tidak nyaman, dia berada di sini karena paksaan Ayahnya mau tidak mau Arvi terpaksa ikut karena diancam Ayahnya.

Arvi duduk di kursi yang disediakan dengan mata yang terus memperhatikan Ayahnya, Ayah yang merasa diperhatikan pun menoleh kepada Arvi dan menghampiri Arvi.

"Ayah ..." rengek Arvi pada Ayah yang sudah berdiri di hadapannya.

Ayah mengelus kepala Arvi dan berkata, "Sebentar lagi sayang, kalau bos Ayah sudah memberi sambutan kita pulang, ya?" Ayah tahu kalu Arvi sudah bosan dan mengantuk karena sudah lewat jam sepuluh malam.

"Tau gini Arvi di rumah aja," gerutu Arvi.

"Kalo kamu di rumah sendiri Ayah khawatir, kan Ayah pulangnya malam."

"Mau susu." Arvi menatap Ayahnya dengan tatapan sayu pertanda sudah mengantuk.

"Ayah ambilkan dulu." Ayah Candra beranjak meninggalkan Arvi untuk mengambil susu. Untung saja disediakan susu kotak dan makanan manis lainnya untuk anak-anak.

(。・ω・。)ノ♡

Setelah mendapat susu, Ayah menghampiri Arvi yang ternyata sudah tertidur dengan posisi duduk, untung saja tidak jatuh. Ayah segera mengangkat tubuh mungil Arvi dan memangkunya dengan posisi menyamping dan mengelus punggung Arvi, anaknya ini sangat menggemaskan jika tidur tapi kalau sudah melek bisa membuat siapa pun darah tinggi tapi tidak sanggup memarahinya.

Karena tidak tega, Ayah menggendong koala Arvi dan beranjak meninggalkan ballroom. Namun, di pintu utama Ayah berpapasan dengan CEO perusahaan atau bosnya dan beberapa orang lainnya.

"Berhenti di situ tuan Candra."

Ayah refleks berhenti berjalan dan menghadap bosnya.

"Maaf Tuan Rajendra, apa ada sesuatu?"

"Ke mana Anda akan pergi, dan itu ..."

"Maaf Tuan, anak saya tertidur jadi saya akan membawanya pulang," ucap Ayah atau bisa dipanggil Candra, Candra Adhiraka.

"Anda tahu bukan?"

"Iya Tuan saya tahu, saya akan kembali lagi setelah menidurkan anak saya di rumah."

"Tidak perlu, rumah Anda jauh. Tidurkan di kamar yang ada di ruang saya. Seta, antar mereka dan tetap di sana jaga anak Tuan Candra. Tidak ada bantahan Tuan Candra."

"Mari Tuan Candra saya antar," ucap Seta.

Ayah hanya pasrah dan mengikuti Seta— orang kepercayaan Tuan Rajendra.

Ayah Candra dan Seta memasuki lift menuju ruang tuan Rajendra. Di dalam lift hanya ada keheningan dan dengkuran halus Arvi yang terdengar samar-samar.

Sesampainya di ruangan tuan Rajendra, Seta langsung membukakan pintu mempersilahkan Ayah Candra masuk.

"Baringkan di sini Tuan Candra."

Ayah hanya mengangguk dan membaringkan Arvi di kasur. Arvi melenguh saat lepas dari gendongan Ayah, Ayah segera mempuk-puk Arvi agar terlelap.

"Saya akan ke bawah, tolong jaga Arvi. Jika menangis susulkan saya. Permisi," ucap Ayah.

"Baik Tuan Candra."

Ayah pun menuju lantai dasar, sesampainya di lantai dasar Ayah langsung disuruh staff untuk naik ke podium, dan acara pun berlangsung dengan khidmat.

☞ ̄ᴥ ̄☞

"Ungh hiks."

"Suara apa itu?" gumam Seta bertanya pada dirinya sendiri. Seta berjaga di depan pintu kamar yang Arvi tiduri.

"Jangan-jangan!" Seta langsung membuka pintu kamar.

Ceklek

Seta melihat Arvi yang duduk terisak. Seta masuk dan mendekati Arvi.

"Ung ... capa hiks."

"Tuan muda sudah bangun. Mau saya antar ke tuan Candra?" tanya Seta pada Arvi. Seta melirik jam tangannya, jarumnya menuju angka 12 yang artinya pesta sudah selesai mungkin hanya ada beberapa orang saja di sana.

"Hiks mau Ayah hiks." Arvi merentangkan kedua tangannya pada Seta.

Seta yang peka pun membawa Arvi ke gendongan koalanya, mereka turun ke lantai dasar menyusul Ayah Arvi. Sesampainya di lantai dasar, Seta melihat Ayah Arvi sedang berbincang dengan tuan Rajendra.

"Permisi Tuan," ucap Seta yang sedikit menundukkan kepalanya, tidak bisa terlalu menunduk karena ada Arvi di gendongannya.

"Ah iya Arvi," ucap Ayah Candra lalu mengambil Arvi dari gendongan Seta.

"HUAAAAAA AYAH," teriak Arvi saat melihat Ayahnya. Beberapa orang di sekitar mendengar tapi tidak berani melirik apalagi melihat karena Ayah Candra berdampingan dengan tuan Rajendra.

"Syuuuut ... iya ini Ayah."

"Hiks ta— di hiks Ar— vi hiks."

"Iya Ayah minta maaf, kenalan dulu yuk sama Tuan Rajendra," ucap Ayah pada Arvi untuk mengalihkan perhatiannya agar berhenti menangis.

"Ung?" Arvi menoleh pada Tuan Rajendra.

Tuan Rajendra yang merasa gemas pada Arvi hanya bisa menggigit pipi dalamnya, jaga image. Siapa yang tidak gemas coba, ditatap wajah imut yang berlinang air mata, hidung yang memerah karena menangis, juga mata yang berkaca-kaca.

"Halo Arvi," ucap tuan Rajendra.

Arvi yang disapa malah mengeratkan pelukannya pada Ayah dan menyembunyikan wajahnya di cekuk leher Ayahnya.

"Loh, kenapa sayang." Ayah mengelus punggung Arvi untuk menenangkannya.

"Takut ... ada syaiton muka datar, Ayah." Seta speechless mendengar pernyataan Arvi, sedangkan Ayah ... ugh jangan tanya lagi, sudah pasti ketar-ketir.

"Hus mulutnya, itu bos Ayah."

Arvi menolehkan kepalanya melihat kembali syaiton muka datar yang menatapnya lamat.

"Tapi kok kay—"

Ayah langsung membekap mulut Arvi sebelum mengatakan yang aneh-aneh lagi. Tuan Rajendra terkekeh, lalu mengambil alih (merebut) Arvi dari Ayahnya dan membawanya pergi begitu saja meninggalkan Ayah Candra yang syok karena Arvi direbut.

"Eh ...."

"ASTAGA ANAKKU!!!"

"TUAN TUNGGU SAYA." Ayah berlari mengajar tuan Rajendra di ikuti Seta.

Arvi mendongkak menatap tuan Rajendra dengan tatapan polos dan bertanya, "Om mau bawa Arvi ke mana?"

"Pulang," jawab tuan Rajendra tanpa melihat Arvi.

"Tapi Ayah kok ditinggal?"

"Nanti nyusul."


- - -
< T B C >
- - -

Sabtu, 4 Juni 2022

PrakāśaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang