8. It's Okay Baby

360 38 0
                                    

Air ambulance atau helikopter sudah mendarat di rooftop rumah sakit. Hanya ada Ayah Candra, Dokter Raihan, dan beberapa perawat yang turun, sedangkan Arvi dan Seta tadi Menaiki mobil ke rumah sakit.

“Pasien mengalami 2 luka tusuk dan benturan yang cukup keras pada kepala. Setelah melakukan operasi kecil di helikopter, kita bisa tahu bahwa kondisi pasien sangat kritis, segera ke ruang operasi!” jelas Dokter Raihan pada perawat yang mendorong brankar Ayah Candra.

Dokter Raihan adalah salah satu dokter bedah terbaik di rumah sakit Heize, yang tentunya juga termasuk jajaran dokter terbaik di dunia. Karena bukan sembarang dokter ataupun perawat yang bisa bekerja di rumah sakit milik keluarga Heize ini.

“Tusukan pertama mengenai hati. Yang kedua tembus dan lebar, hampir membelah sebagian paru-paru kiri, kita tangani dulu bagian ini. Benturan itu membuat tengkoraknya sedikit retak, panggil dokter spesialis syaraf kemari.”

“Baik, Dok.”

“Siapkan 5 kantung darah O negatif.”

“Sudah siap, Dok.”

“Baiklah, semua bersedia. Operasi dimulai!”

Arvi bersama Dio duduk di kursi yang disediakan di depan ruang operasi. Sedangkan Seta menghubungi tuan Rajendra untuk melaporkan kondisi saat ini, dan mengurus administrasi Ayah Candra.

“Ayah akan baik-baik saja kan, Dio?” lirih Arvi.

“Tentu, kita berdoa semoga semuanya baik-baik saja.”

Dio memeluk Arvi erat, memberikan rasa tenang dan aman bagi Arvi. Dio tahu saat ini Arvi membutuhkan pelukan, bukan kata-kata yang mengatakan bahwa dia harus kuat dan sabar.

Seta datang lalu mendudukkan dirinya di sebelah Dio, sedang Arvi sudah tertidur dipangku Dio, Arvi masih mengenakan seragam sekolahnya. Seta melepas jasnya lalu menyelimuti Arvi dengan jas miliknya, Arvi tenggelam dalam jasnya. Tanpa sadar Seta mengelus lembut surai Arvi.

“Aku butuh penjelasan!”

Ucapan Dio membuat, Seta menghentikan kegiatannya. Lalu menatap lamat wajah Dio yang sejajar dengannya, namun hanya sebentar. Dia mengalihkan pandangannya pada Arvi.

“Tuan Candra menjemput tuan muda Arvi di taman, saat akan pulang ada yang menelepon tuan Candra namun hanya sebentar karena panggilan terputus, bertepatan dengan itu seseorang menghampiri tuan Candra, dia sepertinya hanya bertanya. Setelah selesai, tuan Candra akan masuk ke mobil, namun orang itu malah menikamnya. Sebanyak 2 tusukan, dan orang itu memukul kuat kepala tuan Candra, dan berakhir beliau tak sadarkan diri.”

“Jadi kalian mengikuti Arvi dan ayahnya?”

“Di bawah perintah tuan Rajendra.”

“Om Rajen? Sepertinya tidak asing, aku juga tidak asing denganmu.”

Dio mencoba mengingat-ingat sesuatu, bahkan memunculkan kerutan kecil di keningnya. “Ah, tuan Rajendra Heize si tiran kejam itu?”

“Tentu saja, tidak ada Rajendra lain di dunia ini.”

BRAK!

KRACK ....

Gebrakan keras pada meja membuat kaca setebal 10 mm yang melapisinya retak.

“BODOH. BAGAIMANA KALIAN BISA LENGAH!”

“M-- maafkan kami tuan.”

Rajendra mengusap wajahnya kasar, lalu menatap tajam para anak buahnya yang berdiri dan menunduk padanya. Aura yang dia keluarkan tidak main-main, siapa pun  yang di dekatnya saat ini pasti merasa ingin mati di tempat, sungguh. Mata hitam legam yang tajam, dan di sekelilingnya seperti ter-selimuti aura gelap.

PrakāśaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang