10. Pangeran

322 26 0
                                    

★Selamat membaca★

Siang hari ini Arvi di sekolahnya sedang mengikuti gladi bersih pelepasan siswa kelas IX. Dengan berat hati dia meninggal Ayahnya, walau ada yang menjaga Ayah tapi tetap saja dia tak rela, dan akhirnya tadi pagi Arvi berangkat diantar Rajendra.

“Baiklah anak-anak, latihan hari ini selesai. Silakan pulang ke rumah masing-masing, langsung pulang jangan keluyuran. Untuk mengakhiri kegiatan hari ini, marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.”

“Berdoa selesai, selama siang dan hati-hati di jalan.”

“Selamat siang, Pak!”

Para siswa mulai meninggalkan lapangan sekolah yang sudah ada panggungnya, Arvi keluar sekolah menuju tempat parkir bersama Dio, Iqbal, dan Fadil. Karena SMP tidak diperbolehkan membawa motor di lingkungan sekolah, jadi mereka menitipkan di tempat penitipan motor samping sekolah.

“Kalian pulang aja dulu, aku langsung ke rumah sakit,” ucap Arvi pada mereka.

“Ya udah, hati-hati,” balas Dio.

Arvi pun melajukan motor maticnya dengan kecepatan sedang, meninggalkan area parkir. Arvi menyetir dengan santai sambil bernyanyi.

“Mendengar senandungmu.”

“Terlihat jelas di mataku.”

“Warna-warna indahmu.”

“Menatap langkahmu.”

“Meratapi kisah hidupmu.”

“Terlihat jelas bahwa hatimu.”

“Anugerah terindah yang pernah kumiliki eh-- ANJENG!”

(Song: Anugrah Terindah Yang Pernah Kumiliki–Sheila On 7)

Sedang enak menikmati jalan, tiba-tiba sebuah motor yang knalpotnya berisik nauzubillah menyalip Arvi dengan kecepatan tinggi.

“WOY KALO NYETIR TUH ATI-ATI, NABRAK LAGEK KAPOK!”

Entah doa anak shaleh atau bagaimana pengendara motor itu nyungsep ke selokan dipinggir jalan.

“Eh astagfirullah!”

Karna masih memiliki rasa kemanusiaan, Arvi pun memarkirkan motornya di pinggir jalan lalu berlari menuju orang itu. Bisa dia lihat orang terduduk di pinggir motornya yang masuk ke selokan, untung selokannya gak ada airnya.

“Abang, gak papa?”

“Gak papa gundulmu!” Pemuda ini adalah orang yang menyalip Arvi.

“Santai dong, orang ditanya baik-baik. Nih ya bang, lain kali kalo nyetir tuh ati-ati, ngebut aja gak papa asal gak mbahayain orang lain!”

Pemuda itu hanya diam, dia mencoba berdiri tapi tidak bisa.

“Ah-eng njir!”

“Asu malah ngedesah!”

“Udah deh, lebih baik lu bantu gue berdiri.”

“Iya-iya.”

‘Anjir, ni orang tinggi banget’ ucap Arvi dalam hati. Memang pemuda itu sangat tinggi, dia bahkan hanya sedada pemuda itu saat berdiri bersebelahan.

“Nah udah sana pulang!”

“Hiiih kok ngusir, udah ditolong, gak bilang makasih atau apa!”

“Gak ada yang nyuruh lu nolong gw ya.”

PrakāśaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang