12. Memulai Sesuatu yang Baru

293 37 0
                                    

Candra Adhiraka
Lahir di Jepara pada 25 Juli 1987
Meninggal pada hari Rabu 15 Juni 2022, di RS Bhayangkara Tangerang

=============================

Lantunan adzan yang terdengar merdu namun menyesakkan itulah di rasakan dokter dan perawat yang mendengarnya, menyaksikan bagaimana seorang Ayah yang mengadzani anaknya yang baru lahir di samping istrinya yang meninggal pasca melahirkan adalah hal yang biasa bagi mereka, namun tetap ada sebuah rasa yang mereka rasakan.

"Arvian Baskara Candra. Selamat datang di dunia, pangeran kecil Ayah." Ayah mencium kening pangeran kecilnya. Dia bahagia sekaligus sedih karena istri yang dia cintai meninggal dunia, meninggalkan dia dan pangeran kecilnya.

Satu setengah jam sejak pemakan, Arvi masih di bawah guyuran hujan sendiri bersimpuh di sebelah gundukan tanah yang baru saja ada tanpa peduli akan dirinya sendiri, sorot matanya memandang kosong batu nisan yang tertulis nama Ayahnya yaitu Candra Adhiraka. Dia tidak menangis, dia tidak ingin terlihat lemah karena dia kuat, dia berusaha untuk tenang dan menerima kehendak dari-Nya, baginya tak ada yang perlu ditangisi karena dia tak ingin membebani Ayahnya yang mungkin saja sudah bahagia bersama Ibunya di atas sana.

Akhirnya Arvi tersadar setelah seseorang yang baru datang lalu berjongkok di sebelahnya.

Arvi menoleh, dia menemukan Fadil memegang payung maknya dia tidak merasakan tetesan air hujan lagi.

"Ayo pulang," ajak Fadil.

Arvi hanya diam menatap Fadil, dia berat untuk meninggalkan makan ayahnya saat ini.

"Ayolah Ar, kamu bisa sakit jika sepeti ini, jangan buat ayah dan ibu mu sedih di sana, kamu tidak ingin itu terjadi bukan?"

Arvi menggeleng lalu menjawab, "Tidak, .... ayo pulang."

"Aku tahu, Ar. Sunggu berat untuk mengikhlaskan sesuatu yang telah bersama selama bertahun-tahun, bahkan yang baru bersama sehari lalu berpisah juga bisa terasa berat untuk diikhlaskan. Kamu harus mengikhlaskan sepenuh hati, tetaplah kenang ayahmu dalam hati dan pikiranmu, namun jangan terus diingat, tapi jangan lalu di lupakan."

Arvi terdiam sejenak lalu tersenyum tulus. "Iya, Fadil. Terima kasih."

Lalu mereka berdiri sebelum beranjak untuk pulang, Arvi berpamit pada ayahnya yang kini di bawah batu nisan, "Ayah, Arvi pulang dulu ... Assalamualaikum."

Di tengah guyuran hujan, Fadil menggenggam erat tangan Arvi untuk menuntunnya meninggalkan area pemakaman dan mereka akan pulang.

::::::::

Sedangkan di rumah duka-- rumah Arvi dan Alm. Candra, keluarga besar Heize berkumpul di sana setelah mengantar Alm. Candra ke tempat peristirahatan terakhirnya. Di saat yang lain sibuk membereskan rumah, Dimitri dan Rajendra duduk bersantai di ruang keluarga sambil berbincang dan tidak ada keinginan untuk membantu.

"Jadi apa rencanamu selanjutnya, Nak?"

"Secepatnya aku akan bawa Arvi ke mansion kita."

"Kalau dia tidak mau?"

"Aku akan bawa paksa dia, Dad."

PrakāśaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang