***
"Kenapa juga aku harus kesini?. Harusnya dari awal aku tolak ajakan dia bukannya nganguk kayak orang bodoh."ucapannya batin menyesal di dalam benaknya.
Terdapat tiga orang memasuki rumah hantu bisa dibilang cukup seram di dalamnya. Sepertinya cowok didepan itu Evan sedangkan Aina dan Shila berjalan secara bersamaan.
Baru saja masuk sudah terdengar suara teriakan histeris perempuan tertawa menakutkan. Membuat ketiga terkejut kaget mendengar nya. Lampu tiba-tiba mati membuat ketiga nya menengok kanan kiri sebab kaget. Lampu yang tadinya mati sekarang mulai mati hidup menambah kesan kegerian mendalam.
"Ai ?,Lo boleh pegangan tangan kalo lo takut disini !." sahut Evan mencari kesempatan dalam kesempitan.
"Maaf tangan mu itu najis dan satu lagi kita bukan mahram jadi sekarang ga usah dekat-dekat gue."
"Sombong amat!. Kalok bukan mahram harus ga mau diajak pacaran sama cowok lain. Mentang-mentang lebih ganteng dari gue tapi nyatanya didalam tengik brengsek pula."
"Itu kan ada alasan nya, gua langsung iyain permintaannya kalo bukan sebab dia ngelindungin aku waktu itu pasti gue langsung nolak."
"Ngelindungin?, Maksud lo apaan?. Ngelindungin lo dari apa?." Ucap Evan yang tidak percaya dengan ucapan yang dilontarkan Aina tadi. Sedikit demi sedikit bisa mengerti alasan dia pindah sekolah dan juga tentang masalah tadi siang.
"Ups, Ga sengaja keceplosan. Gue harus bilang apa ke dia. Aku ga mau dia tau tentang kisah lama ku nanti bisa-bisa dia bertengkar sama tuh cowok CPK (Cowok Pura-pura Baik)." Batinnya sedikit kawatir dan sisi lain memikirkan untuk menjawab pertanyaan tanpa harus mengcangkup sahutkan masa lalu.
"Lo ga perlu tau masalah gue karena lo itu hanya orang luar, dan bukan lo siapa-siapanya gue jadi ga penting harus gue kasih tau lo atau enggak." Ucap gadis kacamata dengan lantangnya.
"Sepertinya ada yang dia sembunyikan udah terlihat jelas dengan ucapannya. Cewek tipe gini sukanya banyak menyembunyikan sesuatu jadi gue harus nunggu waktu sampai dia ingin membukakannya pintu buat ku." Batin Evan penuh pikiran lebih luar dari orang biasa lainnya.
"Kalo lo udah ngerasa enakkan lo bisa cerita ke gue, gak perlu lo jelasin sekarang juga gapapa, gue ngerti perasaan lo saat ini." Ucap Evan membuat gadis kacamata terdiam mendengar ucapan yang sangat pengertian dan tulus darinya.
"Ya Tuhan kenapa saya harus ada di pertengahan kedua pasangan ini, Kapan saya punya pacar seperti yang lain kan gak enak di kacangin mulu." Ucap Shila seperti memanjatkan doa dan keluh kesahnya yang saat ini dia rasakan disertai kedua tangannya terangkat.
"Shil, makanya buruan cari pacar sana biar ga ngontrak mulu." Timpal Evan sambil melirik ke arah dinding lorong.
"Lo ga tau rasanya , susah nyari cogan yang mau sama gue apa adanya kek gini."
"Sabar Mbak e jodoh itu enggak bakal kemana-mana asal kamu mau berusaha dan terus memanjatkan doa. Tuhan tau kapan waktu yang tepat untuk mempertemukan kamu sama dia. Dan ingat kata pepatah ini ,Dunia Tidak Selebar Celana Kolor." Sahut Aina mencoba menghibur sahabatnya untuk terus semangat.
Shila mendengar ucapan Aina menjadi tertawa geli dan sedikit tersenyum tipis di wajah menandakan dia lumayan senang. "Mana ada pepatah, Dunia Tidak Selebar Celana Kolor ada-ada aja kamu Ina."
***
Shila merasakan sedikit hawa ketakutan di bulu kuduknya hingga membuat dia merinding. Karena ketakutan dengan refleks menggenggam erat tangan teman disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Pilihan (On Going)
Teen Fiction⚠️[YANG LIHAT CERITA INI HARAP MAMPIR DAN JANGAN LUPA FOLLOW KALOK SEMPAT]⚠️ ••• "Setiap hari waktu terus berputar ingatan dan kenangan selalu terbentuk dalam pikiranku". ••• "Kita tidak bisa menjamin sampai kapan hidup di dunia ini bisa saja nanti...