8 : Minimal Alun-Alun

503 39 0
                                    

"Lo dari rumah Jiro, ya?"

Begitu sampai di depan gerbang rumah gue, Arthur langsung nanya. Muka dia kali ini gak ada ekspresi. Gue gak terlalu mikirin itu sih karena Arthur emang random enggak terselamatkan. Kadang ketawa-ketawa gak jelas, habis itu langsung ngambek. Terus ketawa lagi. Emang agak rada-rada anaknya.

"Iya. Dia ngajarin gue," balas gue seadanya. Gue berjalan melewati dia lalu berdiri di depan pos. "Pak Ali, nitip buku-buku Naya dong. Naya mau ke Alfa dulu bentar," ucap gue ke Pak Ali yang lagi ngopi-ngopi mantap.

"Siap, Non." Pak Ali memberikan ibu jarinya, membuat gue senyum tipis. Gak lama kemudian, gue kembali noleh ke Arthur yang masih masang muka datar.

"Woy, cepet. Jadi gak? Malah bengong lo jelatung," ketus gue. Arthur menghela napas lalu melepaskan hoodie dia dan kasih ke gue. "Enggak dingin lo cuma kaosan gitu?" tanya gue sambil merhatiin dia yang cuma pake kaos hitam sama kolor Shaun the Sheep-nya.

"Gue gak papa kok, Ar. Lo pake aja," lanjut gue sambil nyerahin lagi hoodie Arthur. Tapi dia malah geleng dan maksa banget, bikin gue pada akhirnya pake juga.

"Ar, diem aja? Kenapa lo? Habis putus?" celetuk gue karena gak tahan Arthur diem gini. Bahkan saat udah jalan, dia gak sedikit pun melirik gue. Dih, dikira gue cenayang apa yang bisa tau masalah dia?!

"Gue gak papa," balas Arthur singkat. Gue yang terlanjur kesal pun akhirnya menginjak kaki Arthur, membuat dia langsung mengadu kesakitan.

"Nay! Anarkis lo! Gue visum entar!" seru Arthur sambil lompat-lompat pake satu kaki.

Gue menghela napas.

"Lagian, ya. Gue lebih suka lo yang ketawa-ketawa kayak kunti ketimbang lo yang diem-diem gini."

"Kenapa emang?" tanya dia mulai mau menatap gue.

"Gak cocok, bangsul."

Arthur merengut. Bibirnya maju beberapa senti.

"Jahat banget. Seandainya itu Jiro pasti lo suka-suka aja."

LO BILANG APA?????

HEH, GUE AJA PULANG-PULANG LANGSUNG BETE GARA-GARA JIRO, YA!

"Enggaklah," sangkal gue. "Gue gak suka didiemin, Ar. Mau itu lo atau Jiro. Karena gue gak bisa baca isi pikiran kalian."

Arthur menunduk kecil.

"Mestinya lo ajak gue juga. Jangan berdua doang sama dia."

"Lo cemburu?" tanya gue sambil mengernyit.

Arthur terdiam sebentar kemudian mengangguk patah-patah. "Iya..." jawab dia nyaris berbisik.

Muka gue makin lempeng dengernya. "Lo gak bisa gitu dong. Jiro bukan sahabat lo doang. Dia juga sahabat gue. Kenapa lo cemburu sama gue hanya karena gue minta diajarin Jiro?"

Arthur menatap gue lempeng. Lalu gak lama setelahnya, dia ketawa sambil buang pandangan.

Dih, apaan deh ketawa-ketawa gitu? Enggak ada yang lucu, ya, monyet.

"Lagian kalo lo gabung, bukannya belajar, malah ngerecokin gue sama Jiro palingan," lanjut gue sambil nyelipin tangan ke dalam saku hoodie Arthur. "Btw lo beneran gak dingin, Ar?" Gue prihatin melihat dengkul Arthur yang mulai gemeteran. Lagi pula nih anak gak berakal atau gimana sih? Udah tau malem tuh dingin banget malah nekat keluar cuma koloran. Mana kolornya kayak artefak lagi, alias kolor yang enggak pernah diganti dari zaman batu besar.

"Dingin," rengek Arthur dan pengen peluk gue. Tapi gue lebih dulu geplak pipi dia kemudian jaga jarak. "Enggak usah nempel-nempel, ya."

"Hoodie gue lo pake, Nay..."

The Ordinary : KannayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang