Gawat.
Ini gawat.
Gue membaca pesan-pesan di grup angkatan yang mengabarkan kalau pertandingan basket udah dimulai. Banyak dari mereka yang mengirim pap lapangan dengan jersey pemain dari sekolah gue dan sekolah sebelah.
Sial.
Masalahnya, tadi pas mau otw ke GOR, motor Jessica ngelindes paku. Jadi sekarang kita bingung harus gimana ke sana. Apesnya lagi, gak ada bengkel yang buka di sekitaran sini.
"Nay, ini gimana?" Jessica menggoyangkan lengan gue sambil nangis. Iya, dia nangis. Biasnya lagi tanding tapi dia malah terjebak di sini bersama gue dan motornya yang gak bisa jalan.
"Lo punya temen lain gak?" tanya gue masih mencoba tenang.
"Nay, temen gue cuma lo," jawab dia dengan sedih.
WTF.
JADI SELAMA INI LO NGELEDEKIN GUE GAK PUNYA TEMEN TAPI SENDIRINYA LO JUGA GAK PUNYA?!!!!!
Sialan Jessica.
"Lagian lo kenapa lewat jalan sepi gini sih?!" Gue udah mulai meradang karena gerah ditambah lagi Jessica gak berhenti nangis dari tadi.
"Sorry, soalnya ini jalan pintas buat ke sana."
Sontak gue tersenyum datar.
Bener-bener gak ada harapan.
Gak bakalan ada angkot yang mau lewat sini.
Di tengah-tengah rasa frustasi kita, sebuah motor tiba-tiba menepi di sebelah motor Jessica. Gue tercengang mendapati Agaris yang sedang membuka kaca helm dan turun dari motor besarnya.
"Naya? Kenapa?" Agaris berjalan menghampiri gue.
Gue mengerjap cepat.
"Ban motor Jessica bocor. Gak bisa jalan," balas gue. Agaris berjongkok dan memastikan langsung ban motor Jessica. Dan emang bener, sebuah paku sepanjang lima sentimeter tertancap di sana.
"T-tolongin kita, plis." Jessica menyatukan kedua telapak tangan dengan muka acak adul. Gue diem-diem menutup mulut karena malu sendiri.
Sumpah, Jes. Minimal tarik ingus lo, anjir.
Agaris tersenyum tipis. "Bentar. Gue telepon temen gue dulu."
Agaris mendial nomor seseorang dan gak butuh waktu lama, telepon pun tersambung.
"Kenapa, Gar?"
"Bisa tolongin gue? Bawa motor, lo nyolo aja."
"Di mana?"
"Gue shareloc."
Tut.
Sambungan diputuskan sepihak sama Agaris. Dia serius sama hapenya sementara gue lagi berusaha menenangkan Jessica.
"Jess, tenang," ucap gue pelan.
"Gimana gue bisa tenang, Nay?! Kita udah telat beberapa menit. Ditambah lagi, kita gak kebagian tempat di depan."
"Gak papa. Kalau mereka menang 'kan bisa nonton pertandingan selanjutnya."
"Nayaaa! Lo gak tau rasanya jadi fangirl kayak gue!"
Gue menggaruk pipi. Gak tau harus menenangkan Jessica kayak gimana lagi. Alhasil, gue membiarkan dia nangis lalu menghampiri Agaris yang lagi mantengin hapenya.
"Maaf ngerepotin." Gue tersenyum gak enak ketika Agaris menoleh dengan ekspresi ringan di mukanya.
"Gak masalah, Naya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ordinary : Kannaya
Teen FictionKannaya Clava Eloise hanya siswi biasa. Tidak populer, tidak begitu pintar, dan tidak begitu cantik. Cenderung suka berdiam diri di perpustakaan sambil ditemani buku-buku fiksi. Saking "biasa saja" di sekolah, orang-orang bahkan tidak tahu ada sisw...