12 : Jangan Mati!

445 34 0
                                    

"Tante Cia pesen kue sama Mama. Anterin, ya?"

Respon gue melambat beberapa ketukan. Mendengar permintaan Mama barusan membuat mood gue seketika jatuh gak keruan.

Kalian tau 'kan gue lagi marahan sama Arthur? Udah dua hari berlalu sejak sore itu, dia sama sekali enggak ngajak gue ngomong. Seolah gue ini makhluk transparan, dia mengabaikan gue meski posisinya saat itu kita tanpa sengaja ketemu di depan gerbang rumah. Rasanya waktu itu canggung banget, gak tau kenapa. Tapi gengsi gue gede. Yang salah siapa, ya kali gue yang minta maaf.

Lo pikir cuma lo doang yang bisa kasih silent treatment? GUE JUGA BISA KALI!

"Sayang? Bisa bantu Mama, 'kan?" Mama bertanya sambil memasukkan sebuah kotak kue ke dalam paper bag. "Sekalian tuh Tante Cia mau ngajakin kamu ngobrol."

KALAU UDAH GINI, GIMANA GUE BISA NOLAK?????

"Naya bisa kok, Ma." Gue ikut tersenyum begitu melihat Mama tersenyum. Mama menyerahkan paper bag ke tangan gue sambil kasih peringatan.

"Bawanya jangan sambil lari."

"Iyaaa."

"Perhatiin jalannya. Jangan sampai kesandung batu."

"Iya."

"Cara megangnya bukan kayak gitu. Yang dipegang bawah paper bag-nya. Bukan talinya."

"Hm."

"Yaudah kalau gitu. Hati-hati di jalan, yah."

RUMAHNYA CUMA DI SEBELAH LOH, MA?????!!!!!

Meski dalem hati udah misuh-misuh, tapi gue gak berani ngomel langsung depan Mama. Alhasil seperti biasa, gue memasang senyum terpaksa ke Mama yang amat gak peka kalau gue lagi tertekan sekarang.

"Ma, ini cuma ngantar kue. Bukan seserahan," ucap gue setenang mungkin.

"Simulasi, Naya."

Simulasi apa sih, Ma????????

"Kamu gak peka banget. Cape Mama." Mama berbalik gitu aja dan pergi ke arah dapur sambil membenarkan apronnya. Sedangkan gue masih diam menatap kepergian Mama yang beberapa detik lalu masih sempat-sempatnya bilang kalau gue gak peka.

Hah, udahlah. Ngomelin Mama dalam hati yang ada bikin tambah dosa. Jadi pada akhirnya, gue menuruti semua kata Mama dan melangkah menuju rumah sebelah.

Tok tok tok.

"Tante Cia. Ini Naya."

Enggak seperti biasa yang langsung masuk, gue memilih ngetok pintu dulu. Ya, lagian gimana mau masuk. Pintunya aja dikunci.

Tok tok tok.

Masih gak ada jawaban. Gue ngetok lagi.

Tok tok tok.

Oke, mungkin gue ngetoknya kurang kenceng. Sekali lagi.

TOK TOK TOK!

WOY ANYING BUKA SEBELUM GUE DOBRAK PINTUNYA!

Gue rasanya mau teriak gitu sebelum suara seseorang dari dalam menyahut dengan keras.

"APA SIH?! RIBUT BANGET!"

Arthur?????????

SINI LO ANJ RIBUT SAMA GUE!!!!!

Ceklek.

Pintu tiba-tiba terbuka. Gue sontak mendongak melihat makhluk jangkung dengan kolor Shaun the Sheep lagi pegang gagang pintu sambil cari tai kuping.

The Ordinary : KannayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang