11 - une tragedie

15 4 0
                                    


JANGAN LUPA FOLLOW DULU!


Setelah baca harap tinggalkan vote dan komen yaww!

<3

JANGAN LUPA FOLLOW DULU!Setelah baca harap tinggalkan vote dan komen yaww!<3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu, sekolah nampak berbeda daripada biasanya. Ada karangan bunga dihalaman sekolah. Bahkan ada satu buket bunga mawar di setiap kelas. Pat yang masih dalam keadaan berkabung  mengira itu adalah penghormatan untuk ayahnya yang baru saja meninggal.

     Nana yang mendengar hal tersebut sontak menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berkata dengan tegas bahwa itu tidak mungkin.

     Pat menatap Nana dengan ekspresi aneh, raut wajahnya mengeras. "Apa yang nggak mungkin? Papa orang hebat! Papa koki terkenal! Dimana letak ketidak mungkinkan itu, hah? Kau ngerti apa?" hardiknya tajam.

     "Kamu yang nggak ngerti, Pat ...." lirih Nana pelan, menatap Pat dengan kasihan.

     "Hm? Apa?" Pat mengeraskan rahangnya.

     "Udah, udah! Nggak baik marah-marah gini, apalagi dalam keadaan kacau kayak gini!" Nadira menengahi, sebelum hal yang kemarin-kemarin terulang kembali. "Udah Pat! Jangan marah-marah terus dong, kamu kenapa sih?" Nadira menatap Pat dengan mata berkaca-kaca.

     "Iya Pat, ini bukan kamu!" Dipa mencengkram lengan Pat. "Kamu juga Na, plis, jangan cari masalah! Kamu ngerti sendiri kan? Pat baru aja kena musibah, jangan malah adu mulut gini!" bentaknya kasar, walaupun suarannya terdengar seperti mencicit.

     "Anggap saja gitu." Nana tersenyum miris.

     Buruk. Hari itu sungguh buruk bagi mereka, yang sebenarnya, bukan hanya Pat seorang. Saat istirahat, Pat mengajak untuk makan di kantin lantai dua, Pat tidak ingin bertemu lagi dengan Kak Rafly untuk sementara waktu. Bahkan mendengar namanya saja naudzubillah. Terjadilah perselisihan kedua antara Pat dan Nana yang kembali meletus, kali ini lebih besar.

     "Emang harus gitu ya? Hm? Semua harus patuh sama titahmu, gitu?" bentak Nana, wajahnya tampak tidak terima. Untung saja kelas sudah sepi, tidak ada yang memperhatikan keributan mereka.

     "Heh! Disini, AKU YANG JADI KETUANYA! AKU YANG NGAJAK UNTUK MENDIRIKAN PERSAHABATAN INI, AKU YANG NGAJAK KALIAN MASUK DALAM PERSAHABATAN INI, TERMASUK KAMU! Setiap geng pasti punya ketua kan? MAKA DISINI, AKU KETUANYA!" Pat menggeram, telunjuknya terangkat persisi semili dari hidung Nana.

     "Kamu pikir, persahabatan itu kayak perusahaan, hah? Okey, ada ketua wajar! TAPI JANGAN SAMAKAN KETUA DALAM PERSAHABATAN DENGAN BOS DI PERUSAHAAN! Tahu kenapa, hah? TAHU TIDAK?" Nana balas membentak, tidak takut sama sekali, menepis telunjuk Pat yang menudingnya. Nana membuka mulutnya lagi, "Karena dalam persahabatan, SEMUA ANGGOTANYA HARUS PAHAM SATU SAMA LAIN, mendukung, nggak memaksakan! Beda sama perusahaan yang didalamnya HARUS MELAKSANAKAN KEWAJIBANNYA SEBAGAI APA YANG DIA LAKUKAN DISANA, sesuai dengan apa yang disepakati diatas kertas-kertas bermaterai!" hardik Nana dengan ganas.

erreurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang