Ponsel genggam itu dinyala-matikan berulang kali. Pelaku berharap ketika ponsel itu menyala, status sinyal akan berubah menjadi 4G sehingga ia dapat berselancar di media sosial, juga main game online. Sayangnya, ribuan kali pun ia mengklik tombol power tidak akan ada yang berubah. Sinyalnya bukan hilang total, sih, tapi kalau memutar video YouTube, sepanjang video akan dipenuhi oleh buffering. Untuk mengirim satu pesan pun lama sekali. Nala mendesah frustasi.
Tidak, tidak boleh begini. Ini adalah liburan, walaupun terjadi tanpa pernah Nala inginkan. Ini adalah liburan, jadi ia harus mengisinya dengan hal-hal menyenangkan. Tidak dapat terhubung dengan orang lain di media sosial tidak seburuk itu, kok. Apalagi setelah mendapat warna merah dari hasil tes perguruan tinggi negerinya, aplikasi chat dan media sosial adalah hal yang ingin Nala hindari untuk sementara. Sinyal yang kadang datang dan pergi agak membantunya untuk menghempas jauh ponsel yang telah dipakai selama dua tahun terakhir.
Nala bangkit dari kasur dengan gagah setelah melempar ponsel pintarnya ke atas permukaan kasur yang empuk. Ia pergi ke teras rumah, duduk di atas kursi kayu yang kata Bunda Elis dipahat langsung oleh Kakek. Langit gradasi biru, awannya tipis dan jarang. Angin sepoi-sepoi kadang menyapa. Nala dapat meramal bahwa cuaca hari ini akan cerah.
Suatu sumber mengatakan, negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea tengah mengalami musim panas di bulan Juni ini. Nala tidak tahu pasti karena belum pernah berkunjung di salah satunya. Musim panas di Negeri Matahari Terbit, apakah seindah yang ada di animasi Jepang? Liburan musim panas pasti menyenangkan. Yang bernama liburan itu selalu menyenangkan.
"La, mau ikut Kakek mancing, 'ndak?" tanya Kakek yang menyembulkan kepala dari balik pintu rumah.
Kakek selalu mengejutkan, maksudnya beliau suka muncul dan bicara tiba-tiba. Nala kaget sebentar agar seru, barulah ia mengangguk.
***
Kakeknya itu aneh. Mungkin lebih tepatnya, unik. Nala telah memikirkannya matang-matang, karakter kartun yang mengingatkannya pada sang kakek. Siapa saja terutama cucu-cucu Kakek dan Bunda Elis pasti setuju, kalau Kakek mirip dengan Tok Dalang di kartun Upin & Ipin. Pasti! Kakek bisa melakukan apapun, berkebun, membenarkan sepeda yang rusak, mengatasi atap yang bocor, pemancing andal. Bukankah beliau terdengar sangat Tok Dalang?
Nala melirik Kakek yang berjarak cukup jauh darinya tengah merayakan tangkapan ikan yang kelima. Nala melirik embernya yang kosong, berbeda jauh dengan milik Kakek yang semakin lama semakin penuh. Baru beberapa waktu lalu Kakek melempar kail pancingnya kembali, pelampungnya sudah bergerak-gerak tertarik ke bawah, tanda seekor ikan memakan umpannya. Sementara kail pancing Nala tampak sangat tenang, seperti tidak ada ikan yang minat untuk barang mendekat.
Nala menguap sampai menitikkan air mata di sudut kelopak. Matanya mengedar ke kanan dan kiri, berusaha mengabaikan umpan yang tak juga dimakan ikan. Tak jauh darinya, sebuah gaun putih bergerak-gerak oleh angin. Sang empunya kemudian berjongkok di atas bebatuan, tangannya berusaha meraih genangan air sungai yang dinamis. Itu dia si Hantu. Itu dia si Tipe Ideal Nala.
Alat pancing yang tidak menarik bagi kaum ikan itu disangkutkan pada batu kokoh. Nala beranjak dari tempat dengan perlahan.
"Hai?" sapanya dengan wajah sok keren.
Namun tiada respon yang didapat. Gadis hantu itu sibuk kecipakan main air. Apakah pendengarannya sedikit buruk? Nala meringis iba. Kasihan sekali gadis yang baru ditaksirnya itu. Hidup memang tidak adil, ya? Bagaimana bisa gadis secantik dan sebaik ia—
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunjungan Bulan Juni
FanficDi antara mekarnya bunga matahari, matanya hanya tertuju pada sesuatu di puncak sana. Bunga paling cantik di antara para bunga. Bunga yang membuatnya percaya akan cinta pandangan pertama. • • • Karena galau akibat ditolak dua kali oleh pergurua...