vi - Pesta Malam Hari

186 56 3
                                    

Nenek bilang malam ini ada perayaan untuk menyambut kepala desa yang baru. Nenek bilang para ibu-ibu akan membawa beberapa makanan untuk dimakan di atas daun pisang di sana. Di sana itu maksudnya di halaman kantor kepala desa yang katanya luas itu. Nenek bilang akan ada pertunjukan wayang juga di sana. Nenek juga bilang kalau para pemuda berencana menyalakan kembang api besar yang dibeli di pusat kota. Nenek mengakhiri percakapan bersama Nala dengan harapan agar malam ini tak turun hujan.

Katanya istri kepala desa yang baru sangat ramah dengan warga sekitar. Nenek bahkan tersenyum senang sambil menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Karena itu warga sekitar sangat antusias dengan acara malam ini. Benar-benar apa yang kautanam, itu 'lah yang kautuai. Nala mengangguk-angguk mendengarkan informasi-informasi itu, termasuk informasi tentang anak kepala desa yang katanya adalah perempuan paling cantik di desa ini.

Tentang anak kepala desa, hanya ada dua kemungkinan. Pertama, Kaira yang ternyata adalah anak kepala desa. Dan kemungkinan kedua kalau Kaira bukan anak kepala desa, orang-orang belum pernah melihat sosok seorang Kaira yang begitu manis rupawan. Kesimpulan yang Nala buat sangat subjektif dan sangat melibatkan perasaan.

Omong-omong tentang Kaira, Nala belum bertemu gadis itu sejak kemarin. Terakhir bertemu mereka bermain air di sungai. Siram-siraman dengan begitu romantis (setidaknya di mata Nala). Kemudian berhenti ketika cewek itu terus-terusan bersin karena kedinginan.

Ia pikir obrolan tentang sambutan kepala desa baru berhenti di dapur saat sarapan pagi tiba. Ternyata tidak! Kakek mengajaknya ikut dengan alasan mencari suasana baru. Mungkin beliau bosan melihat Nala goleran di atas karpet setiap hari (baru dua hari belakangan). Nala tidak menolak karena tidak mau ditinggal sendiri di rumah. Ia hanya mengenakan kaos putih lengan pendek yang dilapisi jaket coklat, satu-satunya jaket yang ia bawa kemari.

Alasan Nenek pergi ke perayaan karena ingin bersilaturahmi dengan para warga. Alasan Kakek turut menghadiri acara perayaan adalah pertunjukan wayang. Alasan Nala menghadiri adalah tidak ada. Ia hanya takut ditinggal sendirian di rumah.

Sampai di pekarangan kantor kepala desa yang sudah ramai orang, Nenek dan Kakek mulai berpencar entah ke mana. Nala seperti anak baru di sekolah. Seorang diri karena tidak masuk geng mana-mana. Ia putuskan untuk menepi ke tempat yang lebih tenang. Duduk di atas kursi kayu dengan meja penuh makanan di sampingnya. Kue-kue pasar yang menggugah lidah. Namun Nala tidak tahu kapan ia diperbolehkan untuk menyentuhnya.

Para ibu-ibu menyusun daun pisang secara memanjang di atas karpet yang sudah lebih dulu digelar. Kemudian satu per satu masakan matang disusun di atasnya. Harum masakan membuat perut Nala keroncongan. Kapan ia bisa makan?!

Setelah semua makanan tersusun di atas daun pisang yang panjang, orang-orang duduk berjejer di kanan-kirinya. Kepala Desa mulai memberi sambutan berupa ucapan selamat datang serta terima kasih karena telah mempercayai posisi penting itu kepadanya. Semua larut dalam suasana suka.

Nala masih pada tempatnya, turut bertepuk tangan begitu Kepala Desa menyelesaikan sambutannya. Ia tidak ikut makan bersama karena baru saja makan nasi di rumah. Diam-diam melirik kue-kuean di sisi kanannya. Perlahan tangannya merayap berusaha meraih kue lapis yang paling dekat dengan tepi meja.

"Hai?"

Seseorang menyapa dan Nala kaget seperti baru saja ketahuan mencuri motor. Ia menoleh pada sumber suara. Berdiri tak jauh darinya seorang perempuan. Rambutnya panjang tergerai, angin tampak senang bermain-main dengan mereka. Wajahnya bersinar karena mereka tepat di bawah sinar lampu. Siapa, ya?

"Oh, perkenalkan, saya Tari," katanya seolah dapat membaca pikiran Nala.

Nala mengangguk berkali-kali. Oke, namanya Tari. Cukup sampai sana dan biarkan Nala makan kue—

Kunjungan Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang