"Kamu memang tinggal di sini, Kai?" tanya Nala sedikit berteriak khawatir Kaira tidak mendengar karena suara ribut angin ketika mengendarai motor.
Nala mendapat izin Kakek untuk menggunakan sepeda motor bututnya. Disebut demikian karena memang begitu kenyataannya. Sering mogok, namun Kakek menolak beli baru. Semoga saja tidak mogok di jalan saat membawa Kaira ke kota. (Mau ditaruh di mana wajahnya kalau motor tua ini mendadak mogok saat membawa putri tunggal kaya raya ini?).
"Enggak, aku lagi liburan aja," sahut Kaira juga berteriak.
"Oh, gitu. Tinggal di mana? Di Jakarta?"
"Bukan! Di Tangerang, Nala."
Lelah berteriak, mereka pun diam. Tidak ada yang mengisi perjalanan kecuali suara angin dan deru mesin yang berisik. Sampai akhirnya Kaira menempatkan wajah tepat di samping pipi kiri Nala. Ia berpegangan dengan erat lalu bersuara, "Nala, cerita tentang kamu, dong."
Di antara suara angin dan mesin yang ribut, ia masih mendengar jelas suara Kaira di belakang sana.
"Eh, maaf, jatuhnya gak sopan ya, kalau terlalu kepo begitu. M-maaf, Nala," ralatnya dengan segera.
Nala terbahak sampai lupa tengah mengemudi. Motor itu sedikit oleng yang menyebabkan Kaira dengan refleks memeluk pinggangnya mencari aman.
"Nala, hati-hati," tegur Kaira, lalu ikut terkekeh. Entahlah, Nala tertawa dan ia hanya mengikuti.
"Yakin mau dengar? Ceritanya agak ngebosenin, lho," peringat Nala kemudian.
Kaira mengangguk antusias. "Yakin!"
Nala mengintip wajah Kaira dari kaca spion yang sisa satu itu. Bisa mampus kalau bertemu polisi dengan kaca spion hanya sebelah.
"Nama lengkapku Nala Deniswara. Deniswara nama Ayah, kalau Nala, itu katanya kemauan Bunda. Bundaku namanya Bunda Elis. Cerewetnya banget bangetan. Terus punya adek cewek, namanya ... siapa, ya?" Sebentar, biar Nala mengingat bab-bab sebelumnya dulu. "Namanya Hana. Baru aja lulus SMA. Alasan aku ada di rumah Nenek sebenarnya gak pernah pengen aku bahas, sih," cowok itu tertawa.
"Aku udah dua kali ditolak sama univ impian, Kai. Pertama jalur SNM, terus SBM. Capek rasanya liat notifikasi dari orang-orang yang terus nanyain itu. Karena, ya, jujur aja, aku—" Nala menghela napas, "—aku kecewa banget sama diri sendiri. Apalagi sebagai anak pertama, aku harus bisa diandalkan. Kalau Bunda-Ayah udah tua, gantian aku yang memberi, aku juga kakak laki-laki yang harus bisa ngelindungin Hana. Tapi tes masuk univ negri aja gak lulus," Nala tertawa kering, "orang tua gak ada yang protes ini-itu, sih, cuma ...."
Kaira mengeratkan pegangannya.
"Dan aku ngerasa buruk banget karena gak bisa ikut ngerayain keberhasilan temen-temenku. Sampah banget, anjir, jahat banget gue.
"Kalau bilang ke sini lagi liburan, itu bohong, sih. Karena sebenarnya aku lagi lari dari masalah, Kai. Dari orang-orang, dari temen-temen, dari Ayah-Bunda. Walau tujuan Bunda ngirim aku ke sini buat healing dadakan, aku lumayan bersyukur karena gak perlu lihat wajah Ayah-Bunda untuk beberapa waktu. Karena tiap lihat wajah mereka, I'm afraid I couldn't hold back my tears." Cowok itu diam untuk beberapa saat, membiarkan suara motor yang berisik mendominasi perjalanan.
"Aduh, sorry, malah curhat begini. Nala, lo laki, masa cengeng, sih? Hahaha," ia tertawa palsu berusaha menutupi malu.
Kaira menggeleng tak sependapat. "Nggak, Nala. Laki-laki boleh, kok, nangis, 'kan masih manusia."
Nala sesekali menoleh kecil.
"Aku boleh ngomong, nggak? Maksudnya, saran atau komentar lain ...," di akhir kata suaranya mengecil karena ragu. Kaira menunduk.
![](https://img.wattpad.com/cover/312600208-288-k391096.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunjungan Bulan Juni
FanfictionDi antara mekarnya bunga matahari, matanya hanya tertuju pada sesuatu di puncak sana. Bunga paling cantik di antara para bunga. Bunga yang membuatnya percaya akan cinta pandangan pertama. • • • Karena galau akibat ditolak dua kali oleh pergurua...