"You can go any which way, don't matter how far. Because I know we're written in the stars."
_Wendy - Written In The Stars_.
"Gimana keadaan Om Haris, Mbak?"
Anyelir menyelisik wajah gadis yang dulu menjadi guru tata riasnya dan sempat tercengang. Wajah Kenanga tak tersentuh alat make up sama sekali. Benar-benar polos sepolos piring kaca yang baru dicuci. Tak ada sentuhan pensil alis, maskara, atau bedak sama sekali. Kuku jemarinya pun bersih tanpa cat. Kasus sialan itu benar-benar berhasil mengubah sang kakak sepupu secara drastis.
"Papa memang punya riwayat darah tinggi, Nye. Cuma ... ya, kamu mungkin udah tahu kalau keluarga kita punya sejarah yang nggak baik sama keluarga Darmawangsa." Kenanga mengalihkan pandangan pada tirai jendela. "Aku tahu banget kalau Papa menaruh harapan besar ke Mas Rendra sebagai anak laki-laki semata wayang. Dan fakta tentang hubungan spesial Mas Rendra yang terkuak saat sidang bikin Papa shock berat. Mungkin ini memang jalannya, Nye. Sekarang aku tahu kenapa Mas Rendra hilang di Bromo waktu itu."
Kenanga tahu ini kelihatan sangat bodoh. Ia berkeluh kesah kepada orang yang pernah merebut kekasihnya. Namun, ia seakan-akan terlempar ke waktu di mana kali pertama ia mengenal Anyelir. Ia bisa bercerita panjang lebar tanpa menyimpan rahasia satu pun.
Efek samping menginap di bui, mungkin. Gadis itu menemukan banyak penjahat di sana, jadi ia sudah sangat terbiasa berkomunikasi dengan para penjahat.
"Mbak, aku mungkin bukan orang baik di mata mata Mbak Kenanga. Aku juga bukan orang bijak, tapi Mbak bisa telepon aku kalau Mbak butuh teman cerita," ujar Anyelir.
"Makasih udah dateng nengok Papa." Kenanga tersenyum getir. "Nggak ada satu pun wanitanya papa yang ke sini, cuma kamu sama keluarganya Om Herdian."
Anyelir meraih sebelah tangan Kenanga. Ia bersyukur tak ada penolakan sama sekali. "Mbak mungkin kata maafku terlambat, maafin aku Mbak. Aku tahu aku bodoh—"
"Nggak usah dibahas, Nye."
"Sekali lagi aku minta maaf."
Kenanga mengangguk. Interaksi mereka hari ini membuat beban aneh di dada Anyelir terangkat sepenuhnya. Tadinya ia ingin menjelaskan panjang lebar tentang mantan kekasih Kenanga. Namun, mendapat respons di luar ekspektasi membuatnya mengurungkan niat masalah itu lagi. Mungkin sang kakak sepupu dan si mantan kekasih sudah bicara panjang lebar dari hati ke hati.
"Mbak harus jaga kesehatan."
"Kamu juga, Nye."
"Aku pulang, ya, Mbak. Salam buat Om Haris dan Camelia." Usai tiba di depan pintu, Anyelir berbalik lagi. "Oh, ya, bingkisan aku simpan di luar kamar, Mbak. Aku takut ganggu Om Haris kalau dimasukkin ke kamar sekarang."
"Iya, makasih, ya, Nye."
Kenanga bisa menebak kalau pasangan paling fenomenal di kalangan elite itu pasti tidak membawa satu parsel buah dan sekotak kue lapis Surabaya, melainkan keseluruhan isi toko.
"Khe ...."
Kenanga beranjak mendekat setelah mendengar panggilan itu. Ia sedikit membungkuk sambil mengusap-usap rambut Papa.
"Iya, Pa. Aku di sini."
"An ... di ...."
"Besok Pak Andi nengokin Papa. Aku minta sopir yang jemput beliau."
"A ... kha ...."
Kenanga terdiam dan tidak menemukan jawaban dalam hitungan sekian detik. Daripada membuat Papa gelisah, akhirnya ia menjawab, "Iya, Pa. Besok, ya, Pa. Sekarang Papa makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Flowers Talk ✓
Romansa[END] Bagi Kenanga, Cakrawala merupakan tempat bernaungnya bintang-bintang, bukan tempatnya bunga-bunga bermekaran. Karena itu mereka tidak memiliki keterikatan yang cocok sama sekali. Sementara bagi Cakrawala, Kenanga bukanlah sebatas bunga kesayan...