16). Bad Mistake

4 1 0
                                    

"Nggak apa-apa. Gue lagi kesenangan aja karena ada kucing di sini." Gue beralibi sembari memberi kode kepada Rowena lewat tatapan mata. Niatnya, gue pengin dia tahu kalau gue sedang membutuhkan Jule dan berharap agar dia melepasnya dari kandang.

"Oh, iya. Gue hampir lupa. Lo, kan, bucing yang levelnya udah parah." Jason menyeringai sebelum mengalihkan atensinya ke Rowena. "Dia nggak bisa banget kalau nggak ada kucing, apalagi kalau lihat ada kucing di dekat dia, beuhhh, auto di-grepe-grepe, tuh, kucing!"

"Hmm... boleh lepasin Jule, nggak?" Gue bertanya karena Rowena nggak peka dengan sinyal yang gue kasih barusan. Kalau Jason nggak usah ditanya. Dia udah sibuk berbangga 'tuh-kan-tuh-kan-gue-bilang-apa' di balik punggung gue.

Ya, sudahlah. Suka-suka dia aja. Gue juga nggak begitu peduli karena sedang berfokus pada hal yang lebih genting pada saat ini.

"Oh, tapi lo yakin? Jule akhir-akhir ini kayak kelewat aktif, jadi rada susah kalau mau dikembalikan ke kandang."

"Biar gue yang kembaliin aja nanti, soalnya...." Gue terpaksa menggantung karena lagi-lagi hampir keceplosan. Bukannya khawatir Jason bakal tahu trus mengejek gue, tapi gue tiba-tiba berfirasat bahwa hal magis yang sedang gue hadapi bukanlah sesuatu hal yang boleh disebarluaskan ke banyak orang.

Pemikiran ini juga yang bikin gue berencana untuk nggak menceritakan soal telepati ini ke Rowena. Ah, tapi nggak tahu juga, sih. Gue perlu tahu tindak-tanduk alasannya terlebih dahulu.

"Soalnya apa?" Jason bertanya kepo, lalu menatap lebih intens ke Rowena ketika menangkap ekspresinya yang mencurigakan. "Kayaknya ada yang kalian sembunyiin, deh. Apa, tuh?"

"He has so unique problem with my cat." Rowena menjawab, membuat gue menatapnya dengan mata membola. Jason semakin menjadi-jadi sewaktu melihat ekspresi gue, yang bikin gue mengeluarkan desahan panjang.

Oke, kayaknya masalah ini jadi lebih rumit dari yang gue duga.

"Intinya, ini ada hubungannya sama kucing yang gue selamatkan waktu lo daftar nama di sekolah." Gue memulai setelah mengeluarkan embusan panjang untuk yang kedua kalinya. Mendadak, gue jadi merasa hari ini adalah hari yang cukup panjang.

"Itu kucingnya Rona, 'kan? Eh, maksud gue kucingnya Rowena?"

Lagi situasi gini bisa-bisanya, ya, Jason nyebut nama panggilan sayang buat Rowena.

"Iya. Intinya, ada sesuatu yang terjadi, yang bikin gue harus menyelesaikannya sekarang."

"Oh ... gue mulai paham. Lo pasti mau periksa lukanya lagi, 'kan? Kenapa ngomongnya harus ribet gitu, sih? Gue kira apaan, macam sembunyiin rahasia aja."

"Kalau memang ada rahasia, apa lo bakal percaya? Termasuk hal yang nggak masuk akal sekalipun?" Duh, Rowena malah bikin segalanya tambah runyam. Gue spontan menepuk jidat dengan telapak tangan saking geregetnya dengan situasi ini.

Masalahnya, waktu terus berjalan dan gue nggak yakin apakah ketika tiba masanya gue bisa berbicara empat mata dengan Jule, dia bisa melakukan telepati lagi. Buktinya, nggak ada suara yang terdengar lagi di dalam kepala gue.

"Ini ... pada ngomongin apa, sih? Serius, ya, ada something yang nggak gue ketahui?" tanya Jason sambil mengarahkan tatapannya ke gue demi menuntut penjelasan.

Dalam situasi ini, gue mulai dilema. Pertama, selain nggak yakin kalau Jason pada akhirnya percaya sehingga kesannya sia-sia karena buang waktu, gue khawatir Jule si kucing nggak bisa berkomunikasi dengan gue lagi.

Bisa aja, kan, kalau-kalau dia ngambek atau kesal karena gue 'gibahin' dia.

Itulah sebabnya, gue bilang ini ke Jason, "Gue pengin adopsi kucing itu, makanya gue ke sini buat yakinin Rowena supaya serahin Jule ke gue."

"Hah?! Jule?" Jason seketika syok. "Namanya Jule?"

"Iya. Kebetulan namanya mirip dengan gue. Susah dipercaya, 'kan? Nah, itulah yang nggak masuk di akal."

"What the f—–ups." Jason hampir saja mengumpat usai mengetahui fakta ini. Piuh, baguslah. Gue jadi agak lega. So, fakta tentang Jule bisa mengajak bicara dan pindah-memindah jiwa tetap aman terkendali.

Jule, kamu bisa dengerin aku, 'kan? Jangan cemas, nggak ada yang bakal tahu tentang kamu. Bakal aku rahasiain, deh, pokoknya.

Gue menunggu balasan Jule, tapi ternyata nggak ada jawaban dari dia. Nah, loh. Gimana ini?

"Rowena, keluarin Jule, ya. Gue mau ngomong sama dia." Gue menukas dengan nada yang agak panik.

"Yakin?" tanya Rowena dengan sorot mata cemas. Ternyata dia bisa juga, ya, merasa cemas, padahal ini nggak ada kaitannya sama dia.

"Yakin."

"Sekarang gue nanya, deh. Kalau ujungnya kalian berpindah lagi gimana? Situasinya udah beda karena kalian berhadapan secara langsung, bukannya pisah seperti sebelum-sebelumnya," ujar Rowena memperingatkan.

Lagi-lagi satu kepribadian yang bikin gue 'ngeh' dari Rowena. Selain bisa merasa cemas terhadap orang lain yang notabenenya bukan berstatus teman dekat, rupanya dia bisa memberi peringatan. Ternyata, dia bisa memberi perhatian dengan caranya sendiri.

"Ini berpindah gimana, sih, maksudnya? Bisa jelasin ke gue, nggak?" Jason bertanya dengan nada gereget. Wajar juga, sih, sebab dari tadi topik yang dia dengar bikin clueless melulu. Kalau gue jadi dia, gue juga bakal dibuat super bingung.

"Alright, I'll tell you."

"No, Rowena." Gue membantah, yang otomatis bikin Jason mendelik.

"Gue janji bakal percaya dan nggak bakal ngetawain kalau itu yang bikin lo ragu buat cerita."

"Bukan." Gue menggeleng. "Bukan itu yang bikin gue khawatirkan. Masalahnya lebih kompleks dari ini."

"Apaan, sih? Ya, ampun! Plislah, gue nggak pernah digantung sampai segininya, loh! Kalau gue mati penasaran, lo tanggung jawab loh!"

"Gue nggak mau libatkan lo! Gue janji bakal cerita setelah semuanya clear, oke? Nggak bakal lama, plis percaya sama gue!" Gue berujar lugas sambil melampiaskan semua emosi di dalamnya. Bukannya lebay, tapi firasat gue semakin menjadi-jadi. Gue takut aja kalau semuanya nggak ada habis-habisnya dan gue bakal terus berpindah jiwa ke raga Jule.

"Kagak! Gue mau tahunya sekarang!"

"Ya, ampun! Kok, lo nyolot, sih?!"

"Biarin! Udah ke-trigger, nih! Kepo maskimal, dah, gue!"

"Masalahnya situasinya lagi genting, loh! Lo bisa, kan, maklumi bentar? Makanya gue nggak izinin lo ikut! Jadi nyesel gue! Udah dibilangin, gue ke rumah Rowena bukan untuk main-main!"

"Oh, jadi lo nyesel? Oke, gue pulang sekarang! Mulai detik, menit, jam—–apalagi, ya? Pokoknya, mulai hari ini gue nggak mau ngenal lo lagi, titik!"

"JASON!"

"APA?!"

"Ya ampun, kenapa malah bertengkar, sih?" Gue bermonolog dengan menepuk jidat sebelum memandang Jason dengan lebih serius. "Gue nggak mau bertengkar sama lo. Gue tahu lo orangnya nyolot, tapi—–oke, oke, gue ceritain semuanya."

Buat Jule, sori. Gue terpaksa ceritain semuanya ke Jason. Tenang aja, walau punya sifat julid, tapi dia bukan tipikal yang ember ke sembarang orang, kok. Hanya ke gue aja dia bisa lepas semaksimal ini. Dia adik sekaligus berstatus anak bungsu, jadi nggak heran kalau dia rada childish dan manja. So ... mohon pengertiannya, ya.

Gue melakukan ritual sungkem di dalam imajinasi. Meski nggak mendapat jawaban, gue terpaksa membayangkan kalau Jule sudah menyetujuinya. Semoga, deh, apa yang gue pikirkan turut disetujui oleh kucing itu.

Transmeowgration [END] | PERNAH DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang