20). Outro: Jason Mahendra

6 1 0
                                    

"Jason, lo nggak masuk kelas?" Yang bertanya adalah teman sebangku gue, namanya Geraldi. Akhir-akhir ini kebiasaannya harus bertambah satu gara-gara berkencan dengan cewek yang beda setingkat alias lebih tua setahun.

Kayak gue sama Rowena. Muehehe.... Nggak, deng, nggak usah kaget gitu. Gue nggak pacaran sama dia, tapi bukan berarti itu lantas bikin gue sedih. Buat yang ngasih julukan sadboy, nih, gue kasih tahu. Sadboy adalah julukan buat para cowok yang memaksimalkan usahanya untuk meluluhkan hati cewek yang mereka sukai. Gue belum sampai ke tahap itu, jadi anggap aja, Rowena baru sebatas crush gue.

"Bentar lagi." Gue menjawab Geraldi sebelum kembali berfokus ke jendela di mana Rowena dan abang kesayangan gue sedang serius mengerjakan tugas. Walau ada momen romantis, entah kenapa, gue betah melihat chemistry mereka.

Bisa dibilang, ini berkat Jule yang menjadikan mereka dekat. Seharusnya gue nggak terlibat, tapi berkat kecemasan yang berlebihan, otomatis gue yang menggantikan Bang Julius untuk berbicara dengan si kucing oranye lewat mimpi.

Waktu Bang Julius ngasih tahu perihal perpindahan jiwa atau apalah istilahnya—–kosakata gue terbatas asal lo tahu, gue sebenarnya menolak percaya. Nggak ada dunia fantasi dalam kehidupan nyata kecuali lo mencarinya di buku bacaan atau film, tapi ceritanya jadi berbeda kalau topiknya kucing. Gue percaya tentang hal-hal mistik yang udah menjadi informasi umum bagi netizen dalam dunia maya, termasuk sejumlah kesialan yang akan lo hadapi kalau salah menangani kucing.

Makanya, gue berusaha percaya. Lagian kalau bahas tentang bohong, gue lebih dari tahu karakternya Bang Julius. Dia beneran nggak jago soal sandiwara begini, malahan jika dibandingin, gue yang lebih berpotensi melakukan semacam manipulasi demi mendapatkan apa yang gue inginkan atau minimal ... berkelitlah!

Hehe.

Eh, ngomong-ngomong soal mimpi, cukup banyak pembelajaran yang bisa gue petik dan bikin gue termotivasi. Yaaa ... kalau kata orang bijak, ada amanat yang terselip di dalamnya, jadi merasa kayak berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Gue ceritain dari awal mulanya, deh. Jadi waktu itu, gue cemas banget sama Bang Julius. Gue tahu dia sesayang itu sama kucing, tapi terkadang otaknya nggak dipakai buat berlogika. Maksud gue, masa iya, dia nggak takut sama Jule yang notabenenya udah mengambil alih tubuhnya berkali-kali? Maksud gue, gue rasa siapa pun bakal langsung mikir jelek kalau kucing itu mau menguasai jiwa manusia. Ya, kali, potensi yang kayak gitu nggak dimanfaatkan?

Kadang suka heran, tapi dia Julius Mahendra. Mau tempeleng, tapi gue inget dia itu abang gue. Dahlah.

Balik lagi ke situasi di rumah Rowena. Waktu Jule berhasil keluar dari kandang, nggak gue sangka aja dia bakal 'menerjang' Julius. Gue langsung parno, dong. Gue kira dia udah bersiap untuk mengambil alih apa yang bukan miliknya, jadi gue langsung pasang badan. Saking refleksnya tindakan itu, gue sampai nggak ingat secara rinci apa yang gue lakuin. Yang jelas waktu sadar, semuanya udah terlambat.

Gue jatuh ke belakang tanpa persiapan, tapi anehnya, gue nggak merasa sakit. Gue malah merasa kayak berada di awang-awang dalam posisi tegak, trus melihat Jule mendekat dengan derap langkahnya yang berwibawa.

Gue kira gue bakal canggung berhadapan berdua doang sama Jule, tapi untungnya semua ketegangan langsung mencair waktu mendengar suara hati Bang Julius. Ternyata, oh, ternyata. Gue terharu banget, asli, apalagi pas dia mengira gue bakal kenapa-kenapa. Gue juga sempat mendengar janjinya tentang akan menjadi abang yang baik. Hmm ... kalau buat yang ini, mah, suatu saat bakal jadi kartu as gue. Hehe.

Trus, apakah cukup sampai di sana? Oh, tidak, Saudara-saudara. Nggak cuman bisa denger Julius ngomong dalam hati, gue juga bisa denger Rowena membatin, dooong. Hihi ... berasa kayak di atas angin, tapi gue nggak mau jadi orang tega, deh. Biarkan jadi rahasia aja, cuman kalau boleh spill sedikit, berkat gue bisa mendengar suara batin Rowena, gue langsung bertekad untuk berhenti mengejar dia. Apalagi, ini ada kaitannya dengan—–

Eits, hampir keceplosan gue. Udah, cukup. Mari balik ke pembelajaran lain yang gue dapatkan setelah terlibat dengan Jule. Sejak saat itu, gue merasa penilaian gue terhadap kucing udah berubah dari yang awalnya abai menjadi peduli. Tiap ketemu kucing liar, gue pasti tergerak untuk setidaknya ngasih cemilan.

Berkat Jule, sih, gue jadi merasa kalau kucing itu nggak semengerikan yang gue pikirkan.

Trus yang terakhir, gue nggak mau lagi terlalu menganggap enteng sesuatu. Entahlah, walau rada nggak nyambung, gue merasa kayak 'bertumbuh'. Pandangan gue terhadap cewek-cewek random juga udah nggak sama dengan yang dulu. Gue nggak lagi terlalu cepat tertarik atau ke-trigger tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.

"Tunggu, adiknya Julius." Suara cewek memanggil dari belakang, membuat rencana gue untuk balik ke kelas jadi gagal.

"Lo manggil gue?" Ternyata gue bisa bloon juga, ya. Memangnya siapa lagi adiknya Julius?!

Eh, ngomong-ngomong ... nih cewek cantik banget. Kenapa nggak gue sadari keberadaannya di SMA Bernard, ya?

"Iya. Muka kalian rada mirip dan nama belakangnya juga sama," jelas gadis itu. "Ponselnya mau jatuh, tuh. Hati-hati."

"Oh, ini. Kirain."

"Hah?!"

"Kirain hati gue yang mau jatuh. Ternyata ponsel." Gue menjawab dengan senyuman yang paling ganteng.

Ck, ternyata kebiasaan bersemangat setiap berhadapan dengan cewek cantik tidak segampang itu dilepas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Transmeowgration [END] | PERNAH DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang