“apa? Papa kenapa kayak gini sih pa… papa harus sembuh, Caca gamau liat papa lemes gini…”
“papa mau bilang hal yang terakhir ke kamu…”“papa bilang apa sih? ngaco ah…”
“papa serius. Papa takut banget ga panjang umur Ca…”
“papa kalo ngomong dijaga. Papa ni kenapa sih…”
“dengerin papa. Kamu harus nurut sama papa nak…”
“papa… kenapa bikin Caca takut sih?”
“Caca harus janji buat terus hidup, gapai cita-cita Caca. Hiduplah dengan tenang ya… jangan sampe ngebuat papa kecewa… kamu jangan menyia-nyiakan hidup kamu. Papa sayang sama Raysa… hhhhhhhhh… papa sayang… hhhhhhh”
“papa, jangan bercanda! Raysa ga lagi butuh hiburan papa, papa harus sembuh…”
“yang akur kamu… sama… hhhh… saudara kamu…”
“papa… Caca mohon berhenti…”
“Azka… Aidan… hhhhh… Sadewa…”
“papa jangan bikin Caca takut…”
“hhhhhh… papa minta sama kamu… cari Nandika… bilangin maaf papa ke… hhhhhhh….”
“PAPA! JANGAN BERCANDA!”
“papa… hhhh… ga bercanda… kalau papa gak ada… hhhh… Dika bisa gantiin papa… hhhh… kan nak?”
“papa… jangan ngomong gitu! AKU LAGI GAMAU BERCANDA…”
“pap— hhhh…”
Tiiiiiiiiittt…
“PAPA! PAPAAAAAAA”
“PAPA BANGUN PAAA… JANGAN TINGGALIN CACA SENDIRIAN…”
“PAPA… CACA MOHON PAPA BANGUN… RAYSA GAMAU SENDIRIAN DI DUNIA INI…”
“CACA GAPUNYA SIAPA-SIAPA SEKARANG, CACA HARUS APA?”
---
“halo mas Aca, mama, papa! Caca dateng…”Perempuan dengan gaun hitam selutut tersenyum kearah tiga nisan yang berjajar. Di dekapannya terdapat 3 buket bunga, yang ia niatkan untuk disimpan di setiap makam yang hari ini ia kunjungi.
“lama banget ya Caca gak kesini? Caca sibuk banget sekarang…”
Perempuan yang menyebut dirinya Caca itu kini meletakkan buket bunga ke setiap makam.
“ini buat mama…” katanya sambil meletakkan buket bunga diatas nisan bertuliskan nama ‘Renata Suryani Danuarta’.
“ini buat mas Aca…”, ia letakkan buket yang indah diatas nisan dengan nama ‘Rasya Adiwinata Chandra’
“ini yang besar, buat papa… hehehe…”, dan terakhir ia letakkan di atas nisan ‘Frans Gunadi Chandra’.
“cuman ini yang bisa Caca bawa kesini… pengennya sih bawa makanan kesukaan papa, mama, sama mas Aca. Tapi, nanti kayak waktu itu, Caca makan semuanya tapi gak abis… sayang kan?” kata Caca, atau nama lengkapnya adalah Raysa Adwiyanita Chandra dengan suara yang mulai bergetar.
“padahal roti lapis selai caramel buatan mas Aca yang papa suka, itu tuh enak… papa gamau lagi makan itu pa?” tanya Raysa yang kini matanya mulai berkaca-kaca.
“mas Aca, buatin selainya, Caca sama papa mau nih…”
Rasya mulai menutup kelopak matanya, membiarkan air matanya keluar dan turun dari matanya.
“ah, pasti mas Aca udah buat banyak buat papa disana ya. Kalian makan roti lapis selai caramel buatan mas Aca…”
“mama juga pasti udah coba, enak kan ma?”
“kalian bisa makan bareng disana, cuman Caca aja yang gaada disana…”
Bahu Raysa mulai bergetar, tanda bahwa tangisnya akan pecah. Nafas Raysa mulai tidak beraturan.
“mas Aca… kalo liat Caca gini… pasti bakalan nanya… atau lari ngambil… oksigen…” kata Raysa yang kini mengelus nisan milik kakaknya, kembarannya, Rasya.
“tapi… ini gapapa kok…” kata Raysa yang memegang dadanya dengan senyum yang dipaksakan.
Raysa menangis dengan kencang. Dia menatap ketiga nisan yang kini ada di dekatnya dengan tatapan sedih.
“kenapa semuanya ninggalin Caca sendiri? kenapa? Caca kesepian disini…” kata Rasya yang kini memukul gundukan tanah makam papanya, Frans.
“Caca tahu, jantung mas Aca ada di dada Dewa. Tapi itu ga berarti mas Aca hidup lagi. Caca pengen semuanya ada bareng sama Caca…”
“papa bener kalo bilang aku gak sendirian. Ada mama Amira, ada Azka, ada Sadewa, ada Aidan, temen-temen juga… tapi tetep, Caca ngerasa kesepian…”
Dari kejauhan, ada laki-laki yang memperhatikan Raysa dengan tatapan sedih juga. dia menunduk, menyembunyikan tangisnya, padahal tidak akan ada yang melihat. Namun tetap, dia tidak ingin tangisnya itu diketahui oleh siapa-siapa.
“Ca… gue tahu, gue ga sehebat lo dalam dampingin Caca… lo harus terus do’ain gue biar bisa terus dampingin Caca ya. Lo pernah bilang ke gue, gue ini kakak pertama di keluarga kan? Gue kakak yang baik buat adik gue kan? Gue pasti bisa kan buat dampingin Caca kan?”
Lelaki itu adalah Azka Veroga Zuardi, si anak pertama dalam keluarga, kakak pertama bagi adik-adiknya. Termasuk Raysa.
“mending mama papa sama mas Aca yang balik lagi, atau Caca yang nyusul kalian semua?” kata Raysa dengan tangisnya yang kencang. Yang membuat Azka melebarkan kelopak matanya.
“Caca jangan tinggalin gue dan keluarga kita…” harap Azka dalam cemasnya.
-----
Kicauan Author
Halooo, dengan Author yang dengan bangga mempublish #Prolog pada awal bulan September ini!
Kembali lagi dengan aku yang membuat karya baru yang alhamdulillahnya bisa dipublish mulai hari ini!!🤗
Terima kasih kepada semua pembaca My Precious Brother yang setia menunggu Sequelnya yang hari ini resmi berjudul With[out] You!!!!
Gimana kabarnya semua pembaca? Sehat semua kan? Semoga kalian diberikan kesehatan terus ya🥰
Mau cek ombak dulu ah buat cerita ini, rame apa enggak ya kira-kira?🤔
Hehehe, segitu dulu dari Author yang baru aja nongol dengan karya baru yang dalam proses penulisan ini, do'akan semoga semuanya lancar jaya sentosa!!!😆
Rencananya, publish tiap kamis nih kalo rame🤭
Babay~ see you on the next part of this story!!!!🤗💫
Sudahkah kalian melihat MV dari BLANK2Y yang baru?🤔
Btw, jadi kangen Nandika ga si?
Cung yang kangen Nandika?🥺
Sudah liat MV dari IVE juga belum?😍
Asli, candu banget lagunya🥺👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| With[out] You • Wonyoung Jang
Novela Juvenil• Start : 1 September 2022 🗣This is the Sequel of 'My Precious Brother', check that story first before you read this book😉 Kehidupan terus berlanjut, baik itu bersama Rasya atau tidak. Semuanya akan terus berlanjut dan tidak terhenti bukan? Bagaim...