#06

50 6 0
                                    

“persiapan buat lomba design kapan? Rapatnya?”

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Hilal yang masih di depan pintu sekretariat. Baru saja datang sudah menanyakan perkara rapat. Sungguh sangat ambisius sekali ketua dari himpunan satu ini.

“rapatnya masih besok pak… baru dibagi jobdesk kemarin kan…” kata Arifin, ketua pelaksana lomba design himpunan.

“semangat sih boleh pak… tapi ga gitu lah…” kata Keisya yang disamping Arifin, karena dia masih harus dibimbing sebagai koordinator acara.

“gaboleh capek-capek, ntar kurus lo makin kurus karena ngebatin terus…”

Raysa yang memperhatikan percakapan antara Vina dengan Hilal itu menangkap sesuatu yang menurutnya agak berbeda dari biasanya, apalagi Vina mengatakannya dengan lembut padahal yang biasanya dia berbicara dengan nada yang biasa saja bahkan penuh emosi. Raysa sepertinya tahu sesuatu antara Vina dan Hilal.

“vin, lo lagi suka cowok?” tanya Raysa dengan nada sepelan mungkin agar hanya Vina di sebelahnya yang mendengarkan itu.

“h-hah? haha, gaada tuh…” kata Vina yang tertawa hambar dan terkesan dibuat-buat. Raysa hanya tersenyum kecil.

Raysa sejak dulu memang mempunyai rasa peka yang besar dalam menilai situasi. Ada saja yang berbeda, dia paham ada yang berbeda. Saat Azka menyukai dirinya saat dulu saja, dia mati-matian menjauhinya, namun Azka tetap mengancam pada Rasya. dan saat Azka menyukai Anastasya, dia yang sadar pertama kalinya bahwa Azka tertarik pada Anastasya.

Ah, perasaannya sepeka itu memang. Dia sudah tidak bisa menyukai orang juga kepekaannya masih tajam.

Dia juga merasakan ada yang berbeda dengan atmosfir diantara teman-teman di himpunan ini sangat berbeda. Beberapa orang telah terdeteksi ada yang sepertinya menyukai rekan kerjanya. Ah semoga memang mereka benar-benar dalam hubungan dan tidak memcampur-adukkannya di dalam hubungan berorganisasi.

“ca, butuh ini gak? Lo keliatannya ngantuk…” kata Nicholas yang baru saja datang dan menyimpan segelas Americano di depannya.

“hoh? Ah… makasih Nich…” balas Raysa pada Nicholas yang berlalu untuk ke arah kulkas untuk mengisi produk yang habis disana.

Ngomong-ngomong masalah kepekaan, dirinya juga merasakan sesuatu antara dirinya dengan rekan kerja 1 divisinya, Daniel dan Nicholas. Jelas-jelas jika Daniel memang menyukainya dilihat dari sikap Daniel yang begitu memperlihatkan bagaimana dirinya menyukai Raysa. Namun, rasa peka itu malah terasa olehnya saat berdekatan dengan Nicholas. Dia tahu jika Nicholas agak bersikap aneh padanya beberapa hari terakhir ini.

Nicholas dengan sifatnya yang cendurung dingin itu kadang memang menunjukkan sikap pedulinya pada Raysa. Entah kenapa, Raysa agak merasa heran dengan itu. walaupun itu perlu dalam hubungan rekan kerja atau pertemanan, namun tetap saja Raysa merasa ada yang mengganjal. Raysa tidak ingin terlalu percaya diri dulu karena dirinya belum pernah dinyatakan perasaan oleh seseorang dingin seperti Nicholas. Siapa tahu kepekaannya itu salah.

“yang piket sape ye…” kata Genta yang baru saja masuk ke ruangan dan mengipasi dirinya.

“apaan emang pak?” tanya Shafa yang baru selesai mencetak berkas dan posisinya memang dekat dengan pintu masuk.

“mau minum ni aing, haus banget… gila si Shaka ngajakin main basket tapi malah ngajak lari-larian terus…” kata Genta yang kini duduk bersandar ke tembok, tepar.

“ini kak… jangan lupa bayar, Anas, tulisin ini utang kak Gen…” kata Desy yang menyerahkan minuman dingin pada Genta yang langsung diterima oleh Genta dengan baik.

|2| With[out] You • Wonyoung JangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang