#19

39 4 0
                                    

“hahhhh… gue dimana?”

Nandika membuka matanya dan langsung melihat langit-langit ruangan yang telah kusam. Padahal tadi, seingatnya, dia terjatuh pingsan dan menatap langit biru. Langit betulan, bukan langit-langit di ruangan.

Dia meringis saat ingin bangun dari kasur tipis yang ia tiduri. Dia merasakan perih di perutnya. dia baru menyadari bahwa dia belum makan berhari-hari, tidak ada yang masuk selain air mentah dari keran yang ia temui di jalanan selama ia mengembara tanpa membawa bekal apapun.

Bukannya ia tidak berusaha untuk mencari makanan. Berkali-kali ia mencari makanan dari tumpukan sampah, berharap ada makanan layak makan. Namun yang ia temukan adalah, contoh, roti dengan jamur yang telah tumbuh disana. Saat ia mencoba untuk memakannya, ia akan merasakan rasa roti yang aneh yang membuatnya malah mual dan memuntahkan semua yang ada di perutnya, yang tak lain adalah air mentah. Ya namanya juga tempat sampah, jika makanannya bagus, tidak mungkin dibuang, kan?

Dia berhasil membuat tubuhnya terduduk di kasur tipis berwarna merah itu, yang ia baru sadar bahwa kasur itu berdebu tebal. Oh, tidak, dirinya berada dimana? Apakah ada orang yang memanfaatkannya selama ia pingsan? Oh bukan, sepertinya ia pingsan lalu lanjut tertidur, dia sudah lelah berjalan bukan?

Berjalan dan bertahan di jalanan berhari-hari, berminggu-minggu yang agaknya akan genap menjadi bulan tanpa alas kaki dan baju rumah sakit yang tipis itu membuat dirinya sering merasakan sakit di tubuhnya. Apalagi dia tidur di jalanan tanpa alas apapun, tubuhnya yang sebelumnya memang rasanya sakit-sakitan, semakin terasa sakit.

Penampilannya? kalian pasti bisa membayangkan bagaimana penampilan Nandika sekarang seperti apa…

“duh… dimana ya gue…” kata Nandika berdiri dengan niat untuk mendekati pintu yang tertutup.

Cklek!

Cklek!

“loh, dikunci?!” pekiknya kaget.

Ya, pintunya dikunci dari luar. Dia terus memainkan kenop pintu dan berharap itu akan membuka pintunya. Ini akan menjadi kali keduanya disekap? Tidak, tidak mungkin!

“buka woy… yang di luar!”

Tubuhnya yang lemas itu, kini menemukan sedikit tenaga untuk menggoyangkan pintu agar pintu itu terbuka atau seseorang diluar sana membukakannya pintu.

“tolong, gue ada salah apa sama kalian? Jangan bikin gue dikurung gini… tolong…”

Dia terus menggoyangkan pintu, saat ia mendengar ada derap langkah yang seirama mendekati pintu itu.

Brak!

“arghh!”

Pintu itu terbuka dengan kasar, dengan kata lain, pintu itu ditendang setelah gemboknya dibuka, dan itu membuat Nandika yang berada di depan pintu tertabrak sehelai pintu itu dan terpelanting bersamaan dengan pintu ditendang dengan keras.

Nandika menatap orang yang membuka pintu dengan kasar itu. dia melihat 2 orang laki-laki yang berdiri dengan gayanya yang urakan dan sedikit berantakan. Oh, tidak, fikirannya langsung menjawab mereka adalah preman. Apa dia mengganggu salah satu dari mereka?

“berisik lo anjing! Tinggal diem disini, tunggu yang mau bayar lo, selesai!”

Diam? Bayar? Selesai? Apa itu semuanya?

“hah? lo berdua siapa?” tanya Nandika yang masih meringis karena siku tangannya mengenai lantai.

“lo gausah banyak tanya. Orang baru kek lo mestinya mandi, lo bau. Mana ada yang beli lo kalo dekil kayak gini…”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

|2| With[out] You • Wonyoung JangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang