“packing-packing, mau kemana lo?”
Raysa menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka dan memperlihatkan wajah Azka dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Ah, sepertinya mata kuliah ekonomi membuat laki-laki dengan mata yang kini malas membuka—yang terkesan seperti orang yang tidak sadarkan diri setelah mabuk—itu terlihat kelelahan sampai harus menggunakan kacamatanya.
“ah, gue kan mau melaksanakan program kerja gue… program kerja yang gede banget di kepengurusan gue…” jawab Raysa yang kini telah berfokus kembali pada barang yang sedang ia siapkan.
“apaan tuh?”
“HIMAPBI Visit dong~”
Ya, sesuai dengan kesepakatan pengurus yang terjun langsung ke acara HIMAPBI Visit, mereka akan menginap H-1 untuk mempersiapkan semua yang akan diadakan di sekolah tempat sasaran kegiatan, SMA Cahaya Harapan. Kegiatan akan dilaksanakan selama 2 hari 1 malam, karena kegiatan yang akan dilaksanakan akan sangat banyak. Ah, itu akan sangat menguras tenaga jika dia memutuskan untuk pulang pergi. Lagian kegiatannya penuh, tidak aka nada waktu pulang, mungkin.
“lo serius, SMA kita?”
Pertanyaan dari Azka membuat Raysa berhenti melakukan kegiatannya dan menoleh ke arah Azka dengan wajah yang biasa saja sambil berfikir apa yang dia putuskan semalam itu akan membuatnya merasa baik-baik saja atau tidak? Itu akan membuatnya normal atau tidak? Itu akan baik untuknya atau tidak?
Pertanyaan itu berputar di kepalanya. Ah, sungguh sangat tidak etis jika memikirkan tekadnya semalam yang sudah berjanji akan baik-baik saja jika sudah berada disana. Dia benar-benar sudah meniatkan diri untuk bersibuk-sibuk disana dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai divisi publikasi dan sponsorship dan berusaha untuk tidak terdistraksi oleh hal yang mungkin akan mengganggu aktifitasnya. Dia sudah yakin bukan semalam? kenapa goyah lagi?
“gatau kenapa gue udah janji buat ngelakuin hal yang terbaik untuk ini, gue bakalan fokus sama acara. I hope so, but idk…”
Azka menatap Raysa dengan tatapan penuh khawatir. Dia mungkin bisa saja membuat perempuan di hadapannya mundur dari kepanitiaan acara itu dan diam di rumah. Namun itu semua tanggung jawab adiknya, bagaimana semua pekerjaannya yang dibebankan kepada adiknya jika ia suruh adiknya tinggal di rumah agar adiknya tidak mengalami sesuatu yang mungkin akan membahayakan? Ah, dibandingkan itu…
“tapi, gue mau ngadepin semuanya mas, gue mau kesana buat kerja, bukan buat mengenang semuanya. Gue mau sibuk-sibukan pokoknya, liat aja nanti, gue bakalan fokus ngerjain jobdesk kok!”
Azka menyunggingkan senyuman di wajahnya. Baru kali ini Raysa terlihat tidak main-main dengan perkataannya. Terasa olehnya bahwa Raysa hanya ingin mencoba, siapa tahu akan berhasil dan malah akan membuat adiknya sembuh dari traumanya. Bukan begitu?
“ya okey, lo berangkat kapan? Jamber? Gue anter ya!” kata Azka dengan semangatnya. Raysa tersenyum sambil menatap Azka.
“besok pagi, jam 10. Makasih ya mas!”
Raysa menghambur ke arah Azka yang kini masih tersenyum ke arahnya. Dia memeluk Azka erat dengan penuh kasih sayang. pelukan itu hangat, seperti sebelum-sebelumnya membuat Raysa nyaman dan bersyukur orang ini datang ke hidupnya.
---
Kicauan AuthorHaloooo~
Maaf banget baru update😭🙏🏻
Laptopku ga nyala karena kesiram sama air gais, so sorry. Dan aku akhir" ini sibuk akademik, maklum ya, mahasiswa semester tua yang percepatan akademik ni😭🙏🏻Kenapa hari ini aku update eps yang seuprit?
Jadi ceritanya aku lupa cek Wattpad sebelum ngetik ini. Aku lanjutin chapter #16 yang kerasanya sedikit banget. Kukira belum ku publish, eh ternyata udahhh😭🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| With[out] You • Wonyoung Jang
Teen Fiction• Start : 1 September 2022 🗣This is the Sequel of 'My Precious Brother', check that story first before you read this book😉 Kehidupan terus berlanjut, baik itu bersama Rasya atau tidak. Semuanya akan terus berlanjut dan tidak terhenti bukan? Bagaim...