#07

53 4 2
                                    

"minum dulu..."

Vina menatap Azka yang berdiri di sisinya setelah membeli minuman hangat dan sekarang berada di cup kertas. Vina mengambilnya dengan hati-hati, takut isinya tumpah dan mengenai tangan Azka. Dia berbaik hati pada Azka walaupun Azka hari ini agak menyebalkan. Bagaimana tidak, dia menarik tangan Vina yang sedang dengan marahnya dan memasukkannya ke dalam mobil lalu tancap gas ke rumah sakit. Memang itu membantu, tapi Azka menyebalkan di matanya.

"lo besok gausah sekre dulu, jagain abang lo..." kata Azka usai menyesap kopi panasnya. Vina hanya mendengarkan perkataan Azka tanpa reaksi apapun.

Kakak Vina, Kaffa, selamat dan tidak terluka parah sekali. Kaki kanannya sedikit retak katanya. Mungkin karena shock, makanya dia belum membuka matanya sekarang. Vina benar-benar lega sekarang. Namun ada sedikit rasa kesal, kenapa Azka sebegitunya padanya, dan kenapa Azka begitu peduli padanya? Padahal biasanya juga tidak ada apa-apa diantara mereka selain beradu argumen yang random dan selalu tidak penting.

"lo masih bertanya-tanya kenapa gue begitu?"

Vina menoleh dengan cepat ke arah Azka yang terlihat melihat ke arahnya dengan wajah tanpa ekspresi apapun, benar-benar datar. Vina mengerutkan dahinya, apakah Azka membaca fikirannya? Dia memang sedang memikirkan hal itu kan? Apakah Azka membaca dirinya yang sedang berterima kasih di dalam hati karena Azka peduli padanya? Vina harap lelaki itu tida membaca hal yang itu.

"gue peduli sama lo, karena kalo lo pergi sendirian disaat lo panik, lo bakalan cuman fokus buat sampe tempat tujuan, ga peduli sama keadaan lo di jalan bakalan gimana-gimana..."

Fikiran Azka melayang ke masa lalu, dimana hari penyiksaan di rumahnya itu berlangsung. Sang ayah, Frans pergi dari kantornya dengan mobilnya sendiri membawa perasaan cemas dan takut jika orang di rumah kenapa-kenapa tanpa berfikir jernih bagaimana ia mengendarai kendaraan dan keadaannya yang kalut itu bisa memikirkan bagaimana berbahayanya berkendara seperti itu. Azka tidak ingin hal itu terjadi lagi, bahkan pada Vina yang notabenenya hanya teman berdebatnya yang bahkan tidak sedekat itu dengannya.

Ah, mereka cukup dekat sih sebenarnya, namun dalam konteks yang berbeda dengan dekat dalam hubungan percintaan alias Vina dan Azka dekat saat adu mulut membahas sesuatu yang selalu saja yang bisa mereka bahas, bahkan hal yang tidak penting sekalipun.

"gue gamau kecelakaan karena mengendarai dengan perasaan kalut keulang lagi... ga..." kata Azka lagi yang kini menunduk.

Azka merasakan matanya memanas. Dia mengingat bagaimana kagetnya dia saat Frans mengalami kecelakaan waktu itu dan bagaimana keadaannya yang begitu sedih karena menyesali menyuruh ayahnya datang ke lokasi kejadian dengan perasaan khawatir dan penuh perasaan kalut. Dia tidak ingin dirinya yang lain ada, tidak.

"lo, besok-besok kalo dapet kabar yang bikin panik gitu, tolong hentikan diri lo dulu, jangan buru-buru ngambil keputusan atau bahkan ga mikir sama sekali, pergi aja, bahkan pergi sendirian..." kata Azka lagi yang masih setia didengarkan oleh Vina yang sesekali menyesap kopinya.

Entah kenapa, Vina betul-betul mendengarkan Azka kali ini. Biasanya, apapun yang dikatakan Azka akan dia bantah atau dia timpali. Kali ini, Vina rasa perkataan Azka ada benarnya. Dia malah membayangkan dirinya yang tadi jika tidak bersama Azka, mungkin dirinya yang akan kecelakaan karena tidak bisa berfikir jernih bukan? Ah, bagaimana perasaan amma-nya jika melihat kedua anaknya terbaring di rumah sakit dengan luka yang tidak sedikit, misalnya?

Vina betah bergelut dengan fikirannya, Azka juga demikian. Mereka duduk bersebelahan dengan kopi di tangan masing-masing tanpa obrolan apapun, sampai akhirnya ada suara yang mengintrupsi.

"vin, gimana kakak lo?"

Itu suara laki-laki yang dikenal oleh mereka berdua. Laki-laki itu berdiri dengan nafas tersengal-sengal memegangi lututnya.

|2| With[out] You • Wonyoung JangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang