#11

35 4 0
                                    

"ca, gue mau ngutarain isi hati gue ke Hilal ya... hari ini banget!"

"Hah? lo serius?"

"Iya ca! do'ain gue ya...!"

"gue gatau harus ngomong ini apa enggak sih..."

Hilal menatap perempuan di depannya dengan tatapan yang hangat dan dipenuhi rasa penasaran. Kenapa perempuan di depannya ini sampai ingin bertemu secara pribadi dan mengajaknya mengobrol seperti ini? bahkan selama 30 menit di awal, dia tidak merasakan adanya Vina yang orangnya 'to the point', ia menemukan Vina yang hebat dalam berbasa-basi.

Bahkan, katanya dirinya harus menghilangkan sebentar posisi yang ada di tempat ia dan perempuan ini menjabat. Bukankah aneh?

"lo mau lapor apa sama gue sampe pribadi gini sih, vin?" tanya Hilal yang kini mulai membuka pembungkus sedotan plastik untuk digunakannya minum. Es dari minumannya akan segera mencair jika tidak segera diminum.

"gue bilang simpen dulu jabatan kita. bahkan lo sampe lupa posisi gue apa di pengembang organisasi, ya... sebatas jadi staf ahli..." kata Vina, perempuan yang mengajaknya bertemu ini.

"ah iya, harusnya Arjun yang lap-"

"gue suka sama lo, hil..."

Deg!

Tenggorokan Hilal tercekat, tidak tahu harus berkata apa. Bahkan sekarang bibirnya belum mengatup sempurna karena menggantungkan kalimat yang akan ia katakan.

Apa dia tidak salah dengar? Perempuan di depannya ini menyukainya? Dia harus menunggu kalimat selanjutnya dari Vina.

"gue tau ini terlalu terburu-buru... tapi, gue gabisa nahan ini, hil..."

Entah apa namanya perasaan ini. Hilal kini kehilangan kata-kata untuk menimpali Vina. Dia betul-betul bingung, kenapa perempuan di depannya ini mengatakan perasaannya? Hal apa yang membuat perempuan ini menyukainya? Perasaan, dia sama saja dalam berteman dengan semuanya. Ah, ini kenapa ya?

Disamping Hilal yang sedang menatap Vina kebingungan, perempuan itu mengharapkan jawaban dari laki-laki di depannya itu, terlihat dari caranya yang gusar saat memegang gelas pesanannya.

"gue gabisa nahan buat gak ngomong ini sama lo hil... semakin gue lihat lo di depan mata, semakin gue gabisa buat nahan diri. Katakan aja omongan Shafa, Shaka sama Dito bener. Gue selama di deket lo, gue gabisa buat nahan diri..."

Hilal melebarkan matanya. Bukan hanya sedikit orang yang melihat Vina menyukainya, ternyata banyak. Dirinya yang tidak peka ataukah larut dalam kepemimpinannya?

Dirinya memang berusaha berbaik hati dengan semua orang di himpunan yang ia pimpin selama ini, namun apakah dia terlalu memberi harapan kepada Vina? Perasaan ia memperlakukan semuanya sama rata. Ah, apa mungkin dirinya saja yang berfikir begitu?

"vin... makasih ya..."

Vina memokuskan diri menatap Hilal di depannya. Matanya benar-benar serius. Hilal tidak menyangka bahwa Vina yang selalu bertengkar dengan Arjuna, teman sedivisinya itu bisa seserius ini disaat membahas topik lain. Ah, masalah hati bukankah harus serius? Hati bukan masalah main-main, kan? Dia juga tidak mau jika memang perkataan itu hanya bercandaan.

"makasih, buat?" tanya Vina dengan nada hati-hati, takut jika dirinya salah berbicara.

"udah suka ke gue... tapi..." kata Hilal yang menggantungkan kata-katanya, bukan niat ingin mempermainkan perempuan di depannya ini, namun karena dia sedang memikirkan hal yang harus dia katakan.

Vina tetap menatapnya dengan serius. Menunggu jawaban dari laki-laki yang selama ini ia sukai. Hatinya bergerumuh, paniknya menghantui, namun Vina harus tetap tenang di depan Hilal. Tidak, pertahanannya jangan sampai runtuh. Memalukan jika iya terjadi.

|2| With[out] You • Wonyoung JangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang