1. Sebangku

123 8 12
                                    

Kegiatan pagi hari di rumah keluarga Revan berjalan seperti biasa. Lea sibuk menyiapkan sarapan, sesekali membantu Revan yang akan berangkat ke kantor. Memakaikan dasi lalu tak lupa menyiapkan bekal sang suami.

"Bundaaaa," panggil anak semata wayang Lea dengan manja.

"Pagi sayang, duduk yuk! Bunda udah bikinin nasi goreng favorit Bulan," ucap Lea sambil membenarkan letak dasi di leher Revan.

"Ada yang perlu Bulan bantu nggak, Bun? Atau Bunda mau denger cerita Drakor yang semalam Bulan tonton?" tawar Bulan dengan mata berbinar.

"Nggak kok sayang, Bunda udah beres masaknya," ucap Lea sambil beralih merapikan rambut panjang Bulan yang sedikit berantakan.

"Bunda nggak asyik! Masa nggak butuh bantuan sama sekali. Manusia kan makhluk sosial!" omel Bulan membuat Lea hanya terkekeh gemas.

"Bulan mau bantu Bunda?" tanya Revan sambil tersenyum jahil.

"Mau, Yah!" jawab Bulan antusias.

"Bulan duduk manis. Jangan ngoceh mulu!" kata Revan.

"AYAHHH!" protes Bulan tak terima. Revan dan Lea hanya tertawa gemas melihat tingkah manja putri cantik mereka.

"Pagi Om, Tante! Pagi Bulan!" sapa seorang lelaki bertubuh tinggi sambil menuruni tangga. Wajahnya masih sedikit mengantuk karena baru saja bangun tidur. "Maaf agak telat bangunnya, keasyikan tidur,"

"Ye mentang-mentang lagi nganggur!" ledek Bulan.

"Sini, Mas! Sarapan dulu!" ajak Lea kepada keponakannya, Barra. Sedari kecil, Barra memang sudah sering menginap di rumah Revan dan Lea.

Barra memang tak pernah bertemu ibu kandungnya. Ya, istri Leon meninggal ketika berjuang melahirkan Barra. Hal itu membuat Lea menjadi sosok ibu bagi keponakan satu-satunya.

Leon bekerja di luar kota, sehingga Barra sedari kecil terbiasa tinggal bersama Revan dan Lea. Namun, bukan berarti Leon mengabaikan anaknya. Lelaki itu sering menyempatkan bertemu dengan Barra walaupun tak lama. Leon juga memfasilitasi Barra satu unit apartemen agar Barra bisa hidup mandiri.

"Mas Barra kapan masuk kuliahnya?" tanya Revan.

"Hm, mungkin pertengahan bulan depan, om!" jawab Barra membuat Revan mengangguk paham. Barra memang saat ini sudah menjadi maba di jurusan seni rupa murni salah satu universitas ternama. Alasannya, karena Barra sangat hobi melukis.

"Yaudah, nikmatin aja liburnya. Nanti kalau udah masuk kuliah pasti jarang bisa santai," pesan Lea.

"Iya Tante!"

"Lea, aku mau berangkat sekarang, deh!" pamit Revan.

"Loh? Kok pagi banget, Pan?"

"Maaf ya, tapi tiba-tiba dihubungi ada klien yang mau ketemu," jelas Revan.

"Bulan gimana, Yah? Kalo sekarang masih kepagian," tanya Bulan.

"Udah Om, Bulan biar Mas aja yang anter. Sekalian Mas mau ke rumah temen," tawar Barra.

"Makasih ya, Mas!" ucap Revan sambil mengacak rambut Barra. "Aku berangkat dulu ya, sayang?" Revan mengecup kening Lea sekilas, kemudian Bulan dan Barra salim kepadanya.

"Hati-hati! Nanti siang jangan lupa di makan bekalnya!" pesan Lea.

"Iya My Lea!" balas Revan.

"My Lea My Lea! My Bunda tau!" protes Bulan membuat Lea melotot galak.

"Udah Lo cepet abisin sarapannya! Lo mau sekolah kaga?" tegur Barra.

***

"Sekolah yang bener ya!" pesan Zafran kepada kedua anaknya yang akan turun dari mobil.

GEMILANG REMBULAN (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang