Chapter 2. Azriel Gavin Ishan

33 6 0
                                    

"Pertemuan yang tak sengaja menghantarkan momori yang indah"

Saat aku berjalan kekampus kemudian melihat seorang perempuan yang sedikit berisi berlari melawan hujan ke arah Halte Bus yang berada di belakang ku. 

kemudian dia tiba tiba berlutut . Ahhh mungkin dia memperbaiki sepatunya. Aku berjalan mendekati nya dan menyodorkan payung ku, Entah kenapa aku melakukannya.

‘’ ahhhh. Terima kasih’’ ucap gadis itu kepadaku.
Gadis itu mengambil payung yang ku sodorkan   itu dan tangan yang satu lagi ia ulurkan kepada ku.

‘’ saya Rara, terimakasih untuk payungnya’’ seru gadis itu. Namun Aku tak menyambut tangan gadis itu dan langung berjalan menuju Kampus

‘’ Eh mas, ehh bang. Payung nya gimana woiiiiii’’  pekik  gadis itu yang diringi suara hujan.

‘’ Simpan aja buat elo’’  teriak ku yang mengalahkan suara Hujan. Entah kenapa setelah mengatakan itu aku langsung tersenyum.

Setelah urusan di kampus selesai aku berkemas untuk pulang, tapi sebelum pulang aku punya tempat yang harus ku kunjungi.

Sesampainya disana aku melihat papan yang Terpampang di depan pintu Masuk.

Konsultasi dengan Psikolog
Saat membuka pintu tadi aku di sambut oleh Resepsonis yang sudah terbiasa melihat ku. Aku diarahkan menuju keruangan Konsultasi atau bisa di bilang Psikolog yang selama ini menanganiku.

‘’ Tampaknya minggu ini minggu yang buruk ya Azriel Gavin Ishan’’ Ucap Psikolog  itu saat melihat ku yang membuka pintu Ruang Konsul.

‘’ Kali ini ada masalah apa lagi minggu ini , Gak bisa tidur lagi, atau emosi yang sulit terkontrol ‘’

‘’yeahh, tapi mungkin ini sudah kali ke empat dalam minggu ini aku tidak bisa tidur mimpi itu terus mengusik ku’’

‘’Hmmmmm, Apa kagiatan mu dalam seminggu ini. Apa mungkin ada pemicu untuk membuat gejala trauma itu kembali ?’’ Tanya Psikolog  itu

‘’ kurasa tidak’’ ucap ku sambil mengingat hal hal yang terjadi dalam seminggu ini

‘’apa mungkin kegiatan salah satu kegiatan mu memicu stress dan mimpi atau gejala traumatis itu muncul’’ Tanya dokter itu kembali.

‘’ kurasa itu mungkin salah satunya, akhir akhir  ini aku sedang sibuk mempersiapkan pindah ke apartement, kemudian beasiswa ke jepang yang di tawarkan oleh kampus.’’ Ucapku

‘’ahhh, mungkin saat kamu lelah atau terlalu banyak pikiran mimpi itu bisa saja terjadi , mengingat bahwa hal itu adalah masalah traumatis pada dirimu.

Jujur aku sangat bersyukur melihat perkembangan mu beberapa bulan belakangan, sudah hampir 6 bulan mimpi mu tidak kembali dan sudah lebih dari 3 tahun semenjak kau hampir mengilangkan nyawamu sendiri’’ jelasnya

‘’ Yeahh kau benar, saat itu aku merasa putus asa sekali menjalani hidup ini, seakan kematianya adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku. Tekanan yang keluarga papa dan mama berikan kepada ku itu sangat membuatku frustasi.’’

‘’ yeahh, semua nya butuh waktu untuk pulih. Walupun kesannya sangat lama tapi kau bisa melewati semua itu. ‘’ ucap psikolog itu.

‘’Ehh, by the way. I Think you need a partner like girlfriend ’’ ucap psikolog itu sedikit melenceng dari konsultasi.

‘’ No, I dont . For what I don’t need that’’ Hardik ku.

‘’Wo woo wohooo, Slow Down Boy, Don’t be mad. Yah aku hanya penasaran aja. Masa cowo ganteng kek elo gak ada yang punya sih. Apa jangan jangan elo punya penyimpangan seksual.’’ Tanya Psikolog itu

‘’What The Fuck, Are you insane. ‘’ teriak ku marah dan menatap psikolog gila tu dengan sinis.
‘’ ya gak cuman kan memastikan aja siapa tau elo belok kan, banyak tau sekarang cowo cowo ganteng belok ‘’ jelas psikolog itu dengan wajah tak berdosa dan cengegesan seakan puas mengerjain si pasien nya yang satu ini.

‘’cihh, kurasa jika orang lain mendengar percakapan mu. Kode etik psikolog mu itu akan hilang ‘’ ucap ku dengan sinis.
Psikolog itu tidak menjawab namun malah nambah tambah tertawa.

‘’ baik, baik. Tunggu sebentar aku akan minta dokter sasya untuk meresepkan obat tidur dosis rendah untuk mu, tapi ingat minum ini hanya saat tidak bisa tidur’’  ucap Psikolog itu.

Aku tak menjawab namun hanya melirik dia sekilas. Aku kemudian meliat jam yang ada di HP ku sudah menunjukan jam 7 malam aku sepertinya harus bergegas ke apartmen yang ku sewa bersama dengan Sepupu ku.

Setelah 15 menit berselang aku melihat psikolog itu masuk keruangan  dengan membawa beberapa kertas. Dan memberikannya kepada ku.

‘’ ini, surat keterangan mu, dan obat ambil di bagian resepsionis. Dokter sasha sedang ada urusan mendadak jadi dia minta asistennya untuk mengambilkan obat’’ jelas dokter itu.

‘’ baiklah’’ aku segara menuju area resepsionis dan bertanya tentang obat ku. Setelah mendapatkan nya aku keluar berniat mencari udara segar dan memesan ojek online.

Aku belum bisa mendapatkan surat izin berkendara akibat konsidisi ku.
Bebrapa menit berselang aku melihat psikolog ku tadi keluar dan melihat ke arah ku.

‘’ belum pulang’’ Tanya nya

‘’ hmm belom, belum dapat ojolnya’’ ucapku.

‘’ mau dianter?’’ Tanya psikolog itu lagi. Aku menatap heran dia, tapi lumayan juga hemat ongkos.

‘’ boleh, dengan catatan gue gak di jual ke om om tajir aja’’ ucap ku.

‘’ wahahahaha, ternayata kamu masih serius menanggapi omongan ku tadi. Ya gak lah. Ayok’’ ucap psikolog  itu sambil tertawa.

Selama perjalanan terasa sepi karena tak ada percakapan sama sekali. Namun pertanyaan aneh muncul lagi dari dokter itu.

‘’Ziel loe gak berminat mau buka hati kecewek, pacaran atau temenan aja gitu. Gak bosen apa liat teman yang batangan semua’’ ucap psikolog itu tanpa filter.

‘’ gak berminat’’ ucapku masih cuek

‘’ yahh, itu terserah kamu. Tapi aku harap kamu bisa membuka hati mu pada perempuan atau jatuh cinta. Kau sudah melalui banyak hal berat sendirian tak apa terkadang untuk bersender pada orang lain. Oh ya kalau di luar jangan panggil aku pak atau psikolog panggil aku sean atau andra, umur kita hanya beda 5 tahun’’

‘’ya ya. Untuk saran mu tadi aku tak yakin,mungkin akan ku coba.’’ Ucapku terdengar tak yakin
Sesampainya di depan apartmen aku turun dan tak lupa berterima kasih.

‘’ terima kasih pak sean, maaf gak ada tip buat anda’’ ucap ku dan berlalu pergi aku  masih mendengar umpatan yang di lontarkan psikolog gila itu. kurasa dia yang harus di terapi bukan aku.

Varsha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang