08 - Peluk

40.1K 3.7K 186
                                    

Ardan memberi usapan-usapan lembut di kepala Yaska, berusaha menyalurkan kekuatan semampunya untuk pria hebat yang kini terlihat rapuh di pelukannya itu. Menenangkan agar tubuh kecil yang Ardan rengkuh itu bisa berhenti bergetar.

"Maaf, Yaska... maafin mas."

.
.
.
.

Kedua lengan Ardan ia lepas dari tubuh Yaska, lalu kedua tangannya itu berganti menangkup wajah Yaska yang kini terlihat kecil di tangan Ardan.

Kedua ibu jari Ardan perlahan mengusap air mata yang terus turun di pipi Yaska yang telah memerah karena tangisnya.

"Maafin mas karena udah buat kamu nangis, Yaska... kamu inget gak waktu kita kecil, setiap kamu nangis, mas pasti ikutan nangis?"

Masih berderai air mata, juga dengan isakannya, Yaska lalu mengangguk.

"Tapi kamu tau kenapa mas gak nangis lagi sekarang?"

Yaska menggeleng pelan.

"Itu karena mas gak mau keliatan cengeng di depan orang yang mas sayang... tapi jauh di dalam sini." Ardan membawa telapak tangannya ke dada kirinya.

"Di sini mas ngerasain sakit setiap ngeliat air mata jatuh dari mata kamu... jadi mas minta maaf ya?"

"Hiks— i-iya mas..."

Ardan lalu kembali mendekap erat Yaska dan tersenyum teduh dengan matanya yang berkaca-kaca. Sedari tadi Ardan berusaha menahan tangisnya. Seperti yang ia katakan, ia tak mau terlihat cengeng di depan orang yang ia sayangi.

Merasa sedikit sesak karena dua pria dewasa di dekatnya itu kini berpelukan erat. Ian pun mulai menggeliat, membuat Ardan dan Yaska melepaskan pelukannya.

Ian lalu mendengar isakan kecil Yaska yang masih tersisa membuat Ian seketika memasang raut paniknya. Benar saja, sang mama sedang menangis, dan tak lama kemudian bibir si kecil mulai bergetar, bulir bening pun mulai berjatuhan dari kedua mata monolidnya.

"hiks- mama ttenapa naniss-?! janan nanis mama—hiks... haaaaa-! janan nanis-!!!" teriakan Ian terdengar menggelegar di ruangan itu. Yaska lalu menggoyangkan tubuh si kecil dan menepuk punggungnya pelan.

Ardan yang panik setelah Ian berteriak pun ikut menepuk pelan punggung kecilnya.

"Shhtt, mama lagi nangis bahagia sayang... lihat, tuh. Ini kamar kita sekarang. Kamar mama sama Ian buat tidur!" bohong Yaska pada sang putra karena bukan ini alasannya menangis. Namun ia tak sepenuhnya berbohong, karena Yaska memang benar merasa bahagia karena dirinya dan Ian bisa tinggal di tempat yang nyaman.

Seketika tangisan Ian terhenti melihat sekelilingnya.

"Benellan mama-?! lihat mamaa, lihat om Alldan!... kamallnya luas ccekali-!!"

Ardan mengusap surai Ian pelan dan mengangguk ke arah si bocah.

"Iya sayang, kamu bisa main nanti disini sepuasnya ya. Kamu mau coba kasurnya nggak, sekarang?

Mendengar ucapan Ardan seketika kedua mata basah Ian itu berbinar, membuat Yaska terkekeh dengan putranya yang tadi menangis namun dengan cepat bisa terhenti dari tangisnya.

"Ian boleh tullun ya, mama?" tanya Ian penuh harap pada sang mama.

"Iya boleh, tapi Ian gak boleh nakal ya, sayang?"

Si kecil mengangguk antusias dan mulai bergerak aktif di pelukan Yaska,
"Iyaa mama-!! iyaaa..."

Yaska pun menurunkan Ian yang sudah tak sabaran ingin mencoba kasur barunya. Dengan langkah gontainya, Ian berlari sekuat tenaga lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur yang sangat empuk itu. Terdengar tawa kecil Ian dengan tubuh gempalnya yang kini sudah berguling-guling di sana.

Mas Ardan - [ MPREG ] BxB [ BL ] [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang