Bab 19 : Setelah Kecelakaan

98 11 0
                                    

Brughhh

Pyaarrr

"PAPA!" Haikal berlari ke arah sang Papa yang tersungkur di depan kursi roda dengan pecahan kaca yang bertebaran di lantai dapur rumahnya. Papa dan kakaknya Zara sudah diperbolehkan pulang setelah sebulan lebih menginap di rumah sakit dan sekarang Haikal lah yang merawat mereka berdua di rumah. Kadang Raya dan bundanya juga membantu merawat dari pagi sampai siang sedangkan sore sampai malam dia ditemani kakak kandungnya, Bagaskara.

"Papa kalo mau ambil minum panggil Haikal aja, jangan ngambil sendiri. Bahaya, Pa." Ucapnya sambil membantu Papa nya kembali duduk di kursi roda.

Sejak insiden kecelakaan itu Papanya jadi lebih pendiam dan cenderung menyendiri begitu pula dengan Zara. Anak itu bahkan sempat hampir mengakhiri hidupnya sendiri saat tahu matanya tak bisa berfungsi seperti sedia kala. Haikal tentu jadi pihak yang paling terpukul, dia dipaksa kuat oleh keadaan sedangkan dirinya sendiri tak ada yang menguatkan. Haikal harus bisa bertahan, namun disisi lain dia juga lelah. Suara-suara itu kembali dan terus menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang telah terjadi. Bekas luka yang dulu sudah mulai pudar kini kembali menghiasi kedua lengan Haikal tanpa sepengetahuan siapapun.

Ceklek...

"Kak Zara, makan dulu yuk. Tadi Haikal beli lauk kesukaan kak Zara lho..." Haikal masuk ke kamar Zara yang temaram sedangkan si empunya kamar hanya duduk termenung di atas tempat tidur.

"Semua ini gara-gara elo." Ucap Zara dingin. Haikal yang baru saja duduk di tepi tempat tidur Zara sedikit terkejut.

"Mama maksa Papa buat putar balik ke rumah karena inget hari itu adalah hari ulang tahun elo." Sambungnya dengan suara sedikit bergetar sedangkan Haikal masih diam, berusaha memahami apa yang Zara ucapkan.

Flashback...

"Mas! Putar balik sekarang!"

"Kamu kenapa sih? Ini udah setengah jalan kenapa harus putar balik? Ada yang ketinggalan?"

"Aku lupa kalo hari ini ulang tahunnya Haikal. Cepet putar balik, mas. Kita jemput Haikal sekalian ngerayain ultahnya. Dia belum pernah ngerayain, mas. Setidaknya kita kasih dia sedikit kebahagiaan."

"Gak! Gak perlu! Kamu lupa hari lahirnya Haikal itu awal dari momen yang paling saya benci?"

"Mas, please... Sekali ini aja."

"Kalo saya bilang enggak ya enggak! Gak usah maksa!"

"Mas... Haikal juga anak kita, mas harus bisa berdamai sama masa lalu mas. Bukan salah Haikal kalau dia lahir ke dunia, dia juga gak minta untuk dilahirkan tapi kenapa mas selalu menyalakan dia hanya karena mas kehilangan kakak mas? Itu takdir, mas! mas gak berhak mencerca orang yang gak bersalah hanya karena rasa bersalah mas. Kak Aji pasti sedih di sana ngeliat anak satu-satunya diperlakukan gak baik sama mas. Kalau mas menyesal sama apa yang mas perbuat di masa lalu, harusnya mas perbaiki di masa sekarang dengan cara memperlakukan Haikal dengan baik dan penuh kasih sayang bukan malah menyalahkan semuanya ke Haikal!"

Iyan terdiam bersamaan dengan laju mobilnya yang juga berhenti karena lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Apa yang dikatakan istrinya itu ada benarnya, perasaan bersalah mulai muncul memenuhi relung hatinya mengingat semua perlakuan buruk yang ia lakukan pada Haikal dulu sampai sekarang.

"Ya udah kita balik ke rumah buat jemput Haikal. Terserah kamu mau ngapain sama dia, itu bukan urusan saya." Iyan tetaplah Iyan, arogansinya masih tetap mendominasi meskipun perasaan bersalah berhasil memenuhi hatinya.

Perlahan lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Iyan menginjak pedal gas dengan lemah, mencoba berhati-hati sebab jalanan yang lumayan padat. Namun takdir seolah tak henti mempermainkan mereka, dari arah kiri sebuah bus melaju dengan kencangnya ke arah mereka dan kecelakaan hari itu membuat semuanya menjadi lebih buruk dari sebelumnya.

Tentang Haikal [Lee Haechan] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang