Malam hari, di balkon kamarnya, Alena bersantai, memikirkan dirinya sendiri yang aneh akhir-akhir ini, kok bisa ya dia semarah itu di sekolah waktu liat Elvano luka. Sekhawatir itu dia sama El. Padahal dulu dia bodoamat, mau el mati suri mau menderite juga dia gak peduli. Tapi sekarang, mendadak semua nya hilang, malahan dia sempet kangen sama El waktu gak sekolah tiga hari.
"Gue kenapa si?."
"Ish!.", Alena kesal, dia tiap tiap waktu sunyi nya selalu ke inget sama Elvano. Seolah otak nya penuh sama muka Elvano. "gak bisa!. Gue gak bisa mikirin tu cowok brengsek, apalagi suka. Idih bisa jatoh harga diri gue."
"Pokoknya, sekarang gue harus bodoamat sama semua tentang dia. Gue gak mau ikut campur masalah dia. Mau dia mati juga gue harus gak peduli!. Inget alena, El adalah pengaruh buruk buat lo. Dia itu cowok setengah jin!.",
Handphone Alena berbunyi. Tumben banget Ara menelponnya jam segini.
"Hallo, ra."
"Al, ayok sekarang kita ke jalan blok 3-"
Alena bingung, sekaligus panik karna suara Ara tergesah-gesah. "Ngapain?."
"Elvano mau balapan sama Baron!"
Enggak!enggak! Dia gak boleh peduli. Kalo sampe dia dateng pasti el gr. Gak mau, Alena bakal tetep dirumahnya, dan gak memperdulikan Elvano.
"Gak. Gue ngantuk, mau tidur.", Alena bersih keras menolak.
"Hah?. Lo serius?, Masalahnya ini-", Alena langsung memotong ucapan Ara. "Apasi ra?. Udah lah, gue gak peduli sama tu orang, mau dia kenapa-napa juga gue bodoamat."
"Oke?. Bye.", Alena langsung mematikan telpon di saat Ara ingin kembali berbicara.
Gadis itu mendengus kesal. "Dasar cowok begajulan."
**
"Sekolah lo dek?", Dania bertanya kepada adiknya, Alena. Yang turun dari lantai satu menggunakan seragam sekolah. "Iya kak. Jangan bilang ayah, gue bosen belajar dari rumah.", Dania mengangguk.
Alena kaget waktu liat pria putih, tinggi, dan duduk di meja makan rumahnya. "Aldi?. Lo ngapain disini?", Tanyanya.
Aldi merupakan sepupu Alena yang satu sekolah juga sama Alena, cuma karna aldi sibuk sama jabatan osisnya jadi dia lupa kalo dia memiliki sepupu di sekolahan yang sama. Itu saja dia pasti bakal lupa kalo ibu nya gak nyuruh aldi jemput Alena buat berangkat bareng. "Gak tau ni anak tiba-tiba bawain makanan sebanyak ini",
Alena langsung melihat meja makan yang penuh dengan makanan. "Dari nyokap gue itu, biasalah mami beti itu kan sayang banget sama keponakannya", sindir aldi.
"Gak kaya ayah lo al. Gue kesini malah di ajak adu tinju", ucapan aldi membuat Alena dan Dania terkekeh kecil.
"Eh, Btw. Gue udah mau punya ponakan ya?", Alena menghela napas dan duduk di meja makan waktu aldi bertanya soal manda. "Ya. Tapi inget, itu ponakan gue. Kalo nanti yang lahir cewek, jangan lo ajak main bola.", Cetus Alena.
"Yap. Bener. Nanti kaya Alena, masih umur lima tahun udah lu ajak main bola,. terus mana cewek lagi. Liat sekarang, kelakukannya sebelas dua belas kaya cowok.", Ucap Dania tertawa di akhir kalimat.
Aldi menatap Alena dengan mencurigakan. "Tapi kayanya adek sepupu gue ini lagi deket sama Elvano deh. Iyakan?", Alena langsung seperti orang bingung. Kenapa aldi bisa ngomong gitu si. "Siapa yang bilang?. Kenal aja enggak.",
Aldi terkekeh dan tau kalo Alena bohong. "Terus, siapa si yang kemaren berangkat bareng", ledeknya. "Apaansi.", Elak Alena.
"Udah di ajarin apa aja lo sama Elvano?, Balapan?. Tawuran?. Narkoba?.", Canda aldi dengan tertawa kecil di akhir kalimat. "ALDI!."
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD BOY
Teen FictionKalo lo suka itu pertahanin. Jangan kena angin sedikit langsung roboh. Kaya gue dong. Elvano argantara walaupun gue kena mental tiap hari, gak pernah tu gue nyerah, ga percaya? Baca aja!