06

282 68 10
                                    

"Kalau mau kumaafkan, cepat buat surat permintaan maaf sepuluh lembar." Ucap Satoru dengan nada angkuh. Udara dingin menerpa kulit dan rambut putihnya hingga membuatnya sedikit bergeliat kedinginan.

"Tidak mau." Tolak [Name] langsung. Tangannya mendorong naik kacamatanya yang terasa menurun. [Name] merogoh saku celana tidurnya dan menemukan sebuah karet. Lantas dia mengumpulkan seluruh rambut panjangnya dan mengikatnya dengan karet temuannya.

"Dih. Kok gitu? Ga mau dimaafin?" Satoru langsung menatap [Name] dengan wajah sedikit masam. [Name] menaikkan sebelah alisnya. Gadis itu kemudian mengabaikan pemuda itu. Dia bilang, dia bisa bertingkah sesukanya kan?

"Pantes ga ada temen." Ujar Satoru lagi dengan mulut dimanyunkan.

"Dih." [Name] mendelik tak terima.
Kemudian gadis itu menghela nafas dan mengulas senyum tipis. Satoru kemudian meletakkan kedua tangannya di sampingnya dan mendongak menatap langit dengan tubuh yang bertumpu pada kedua tangannya.

"Kau tidak bosan?" Tanyanya menoleh melihat [Name] yang fokus pada Handphonenya.

"Tidak juga." Jawab gadis. Sementara tangannya hanya menggeser-geser homescreen Handphonenya. Melihat aktivitas gadis itu, Satoru tertawa kecil.

"Gunting batu kertas saja. Yang menang dia yang menentukan akan ngapain." Usul Satoru mengulurkan tangannya. [Name] mengangkat sebelah alisnya sambil menatap tangan besar itu. Menghela nafas pelan, gadis itu kemudian ikut mengulurkan tangannya.

"Gunting batu kertas!"

"Iyey! Hohohohoho." Seru pria tinggi itu memamerkan telapak tangannya yang terbuka lebar sementara telapak tangan [Name] terkepal.

"Ini bukan karena kekuatanmu kan?" Tanya [Name] tak menerima kekalahan. Satoru yang tengah merayakan kemenangannya mengerutkan dahinya menatap [Name].

"Enggak lah. Dih. Kalah kok nuduh-nuduh. Emang kamu ngerasain energi kutukanku? Engga kan. Ngapain juga, cuma gunting batu kertas pake kekuatan. Ini hasil rill. No curang-curang." Cerocos Satoru merasa mendapatkan tuduhan tak berbukti. [Name] memiringkan kepalanya dan menatap Satoru dengan ekor matanya, dengan ekspresi tak yakin.

"Kalau gitu... Kita main truth or dare aja!" Putus Satoru tanpa memikirkan protes dari gadis itu. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk lebih mengenal gadis itu.

"Hah... Baiklah." [Name] mengiyakan dengan sedikit tidak ikhlas. Dia tinggal terus memilih truth saja.

"Peraturannya, kalau memilih truth tiga kali berturut-turut, dia harus menirukan suara kentut." Satoru memberikan jempol ke arah gadis berambut panjang itu. Wajahnya nampak berseri-seri dan bahagia. [Name] menghela nafasnya lebih berat lagi.

"Kalau begitu, gilirannya ganti-gantian aja. Aku trus kamu trus aku lagi. Gitu aja ya." Putus Satoru lagi. Pria itu kemudian berdiri dan menekuk kakinya kemudian meluruskan kakinya lagi dengan cepat dan berulang hingga nampak seperti sedang meloncat. Gerakan kakinya nampak sedikit kaku karena celana yang dikenakannya kependekan.

[Name] hanya diam saja, menumpu dagunya pada sebelah tangannya sambil melihat pria itu terus menurun-naikkan badannya. Gadis cantik itu tersenyum geli melihat aksi kekanak-kanakan dari Satoru.

"Kalau begitu, kau pilih truth atau dare?" Satoru kemudian mengarahkan jarinya yang sudah dibentuk pistol ke arah [Name]. [Name] menyelipkan poninya yang memanjang ke belakang telinga.

"Truth." Jawab [Name] menyilangkan kakinya.

"Apa kau pernah BAB di celana setelah lulus SD?" Tanya pemuda itu bersemangat sambil bertepuk tangan perlahan.

"Tentu saja tidak." Ucap [Name] penuh keyakinan kemudian tersenyum memancarkan kepercayaan dirinya.

"Bahkan saat diare?" Satoru menambahkan pertanyaan lagi. Gadis itu melanjutkan tawanya saat mendengar Satoru meluaskan pertanyaannya.

Nice as Red Velvet? [G.Satoru x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang