"Mulai sekarang, panggil aku sensei." Perintah Satoru yang hanya ditanggapi tatapan jenuh dari [Name], mengapa pria ini berlagak sekarang?
"Suguru, aku belajar denganmu saja." Ucap [Name] yang segera diangguki oleh dua temannya yang lainnya.
"Ide bagus. Ayo." Jawab Suguru yang membuat Satoru panik karenanya.
"Eits eits eits. Iya iya iya, Ga macem-macem." Seru Satoru segera. Bagaimana bisa dia melewatkan tiket emas ini? Dengan ini, dia mungkin bisa menambah kesempatan untuk menjahili [Name]. Tiket ini tidak boleh sampai lepas. Setidaknya ini hal satu-satunya yang membuat Satoru unggul dari [Name].
"HAHAHAHAHA... Belagu sih." Shoko menertawakan Satoru yang baru saja merasa sangat bangga karena dimintai ajar oleh [Name]. Syukurlah dia tidak sampai terbang sampai langit ketujuh.
Setelah kejadian penguntit beberapa hari yang lalu, [Name] memutuskan untuk mempelajari beberapa teknik bela diri untuk membela dirinya nanti. Ternyata apa yang dia pelajari dahulu di sekolah dasar tidaklah cukup.
Saat itu, [Name] berjalan dengan sedikit rasa terbang, kakinya serasa dipukuli semalaman. Dia super kelelahan. Dia membawa pria itu ke kantor polisi sendirian sembari menodongkan pisau ke leher pria itu sepanjang waktu. Setelah memberi keterangan di kantor polisi, tubuhnya ambruk sendiri. Yah, setidaknya melihat ekspresi dari para petugas disana membuat gadis itu cukup bangga.
Tetapi dari kejadian itu, dia semakin sadar jika tubuhnya tidak sehat. Dia tidak pernah berolahraga. Selain itu, berat badannya bisa berkurang juga sebenarnya bukan karena hal yang baik. Ini semua karena dia dulu tidak nafsu makan. Sangat parah, sampai minum pun tak minat.
"Oke, sekarang lari keliling rumah 10 kali."
"HUUUU! Boong boong boong. Apaan tuh 10 kali. 3 kali lah. Kau juga ikut." Protes Shoko segera. Selama dia disini, si putih tak akan bisa menindas [Name].
"Dih!"
~
"Khu khu khu khu... " Satoru terkikik-kikik dengan niat jahat di hati paling dalamnya. Spidol berwarna merah cerah sudah digenggamannya. Itu spidol yang dicurinya dari kamar [Name]. Dia membuka tutup spidol itu sambil memendangi objek lukisnya dengan penuh niat jahat yang membara-bara.
Lengkungan pertama tercipta di pipi Suguru yang masih tertidur pulas. Selanjutnya adalah lengkungan lagii disusuli dengan lingkaran-lingkaran kecil. Diakhiri dengan tulisan katakana "Baka". Satoru tersenyum bangga melihat karya seninya.
"Satoru, kau dipanggil Shoko."
Bahu Satoru bergedik terkejut kala mendengar suara [Name] yang memanggilnya dari bawah. Hampir saja dia mendaratkan spidol di tangannya di atas kepala Suguru. Dia menutup kembali spidol dengan tinta merah itu kemudian masuk lagi berniat mengembalikan spidol ke kamar gadis itu.
"SATORUU!" Pekikan sang gadis mulai terdengar. Dengan segera dia menyahut, lalu berlalu meninggalkan Si Hitam di ruang keluarga.
"Angkat ini ke balkon atas." Perintah [Name] dan langsung mengoper dua piring berisi kue manis tanpa mendengar persetujuan Si Putih. Satoru hanya pasrah, mematuhi perintah tuan rumah.
"Turun lagi entar." Imbuh [Name] lagi.
"Hai hai hai..."
"[Name], ini sudah oke untuk diisi?" Tanya Shoko menatapi sekelompok roti di atas nampan.
"Sudah kok." Intonasi suaranya segera berubah. Gadis itu kemudian ikut duduk di meja makan dan mulai ikut mengisi roti-roti itu.
"[Name], Shoko, bagaimana kalau kita pergi piknik saja?" Suguru turun tangga setelah dia terbangun dan melihat Satoru yang sedang memakani makanan manis yang disiapkan [Name] untuk mereka santap bersama. Pilihan [Name] untuk menyerahkan makanan manis itu pada Satoru teramat salah. Pantas saja dia tidak turun-turun lagi.
"Ha!" Seru Shoko kala melihat wajah Suguru. Di belakang Satoru nampak menyilangkan kedua jarinya di depan mulutnya. Shoko segera mengerti dan berusaha mengabaikannya.
"Itu ide yang bagus." Lanjut Shoko menyambungkan reaksinya tadi.
"Setuju kan, [Name]?"
"Aku ikuut." Balas [Name] tetap fokus pada roti terakhir di depannya. Melihat gadis itu akan berbalik, Satoru langsung mewanti-wanti dengan membentuk silang besar dengan kedua tangannya. [Name] segera sadar, lalu hanya diam menatapi Suguru, mencoba menahan tawa.
~
Menjadi pusat perhatian, itu sudah sering dirasakan Suguru setelah mengenal Satoru. Tetapi entah mengapa hari ini dia merasa seperti dialah pusat perhatiannya. Apakah karena rambutnya yang diurai hari ini? Rasanya kepercayaan dirinya sedikit bertambah.
Di lain sisi, Satoru berjalan lemas di samping sahabatnya. Wajahnya gelisah memandangi orang-orang yang menatapi mereka. Dia tidak tahu bahwa Si hitam tidak akan sadar selama ini.Dia merasa bersalah, tetapi dia tidak mungkin berkata jujur dalam keadaan seperti ini.
Shoko melemparkan tatapan datar pada orang di depannya. Ini akan berakhir dengan dirinya yang mengobati luka Satoru. Dia yakin. Matanya sesekali melirik kasihan pada Suguru yang tidak tahu apapun. Malang sekali nasibnya.
Sementara [Name], gadis itu memegangi perutnya sedari tadi dengan sebelah tangan, dan tangan satunya lagi menutupi suara-suara yang akan segera keluar dari lidahnya. Perutnya sudah terasa keram, dadanya pun kini sesak karena tawa yang terus tertahan. Dia kasihan pada si hitam, tetapi wajah si putih sangat menghibur baginya. Wah, akhir dari kejadian ini sudah tertebak.
"Kita kemana lagi, [Name]?"
"Hik!" Suara aneh keluar dari mulutnya. Dia terlalu terkejut saat Suguru tiba-tiba memanggil namanya. Dia segera celingukan mencoba mengenali sekelilingnya.
"Ah, sekitar seratus meter lagi? Nanti belok ke kiri." Jelasnya menatapi pepohonan disekelilingnya.
Kemana mereka akan pergi? Ke tempat persembunyian [Name]. Ke tempat dimana gadis itu pasti mengenakan kacamata guna memanjakan matanya. Tempat sejuta ilusi sering menghampirinya. Dia tak pernah menyangka dia akan menunjukkan tempat ini kepada seseorang suatu saat nanti.
"Kau beneran pulang dengan selamat setelah kesini?" Shoko meringis melihat sekelilingnya adalah hutan belantara. Iya, hutan.
"Sampe sekarang hidup nih." Jawab [Name] yang memimpin jalan.
"Sinting sih." Ujar Satoru menatapi sekitarnya kemudian merangkul lengan Suguru kala melihat ulat bulu yang berukuran cukup besar. Tubuhnya bergedik jijik.
"Idih."
[Name] menyibak ranting pohon yang menghalangnya. Mereka sudah tiba. Kali ini Satoru benar-benar ternganga. Perjuangannya untuk melewati hutan belantara tidak sia-sia.
Disana, mereka bisa melihat kota tokyo dari kejauhan. Pemandangan yang sangat menyejukkan hati nurani. Saat menolehkan kepala ke arah barat, ada sebuah genangan air yang tidak begitu dalam namun cukup luas yang terbentuk dari air hujan yang menggenang. Airnya memantulkan langit biru cerah yang amat cantik.
Shoko terpaku. Pemandangan ini amat sangat sangat sangat indah. Gadis ini telah menemukan sebuah harta berharga. Suguru dibantu Satoru sudah menggelar karpet yang cukup lebar untuk mereka duduki. [Name] menaruh keranjang rotan yang dibawanya dan mulai mengeluarkan isinya.
Satoru berjalan maju lalu menoleh ke bawah. Ada dataran berumput yang cukup curam, nampaknya seru jika meluncur dari atas sini.
Sementara itu si hitam narik nafas dalam merasakan udara segar di luar hiruk-pikuk perkotaan. Penasaran dengan genangan air di dekat sana, dia mendekatinya. Menatap ke dalam air yang jernih itu. Tetapi tunggu. Ada yang aneh dengan pantulan dirinya di air.
"SATORU!"
Si putih bergidik ngeri. Mampus. Shoko, mohon bantuannya.
~
Hallo kak, saya kembali setelah berbulan-bulan 😭😭. Terharu sih kalo kalian masih inget ini book. Thankyou for all the support ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice as Red Velvet? [G.Satoru x Reader]
Fanfiction[DISCONTINUED!!] "Diantara aku atau kue red velvet lebih suka yang mana?" Tanyanya sambil menyunggingkan senyumnya. Tangannya terus memelintir rambut gadis di depannya yang asik memakan kue buatannya sendiri. "Hm... Red velvet dong." "Aaa... Kau m...