11. ELEVENTH

13 1 0
                                    

Happy Reading Gaes (!) 😎
_____________________
_________________________

Dinding kayu rumah Paman Jim seperti milik penduduk kampung nelayan kumuh lainnya di sini, lapuk dan rapuh. Bisa saja seperti mau roboh dari dekat, setiap detail menyimpan cerita tersendiri. Ruang tamu ini lebih banyak berubah dari ingatanku waktu kecil, mungkin Anna andil menambah sentuhannya untuk tata letak ruang tamu yang baru. Ada beberapa foto-foto Anna dari kecil semasa sekolah sampai dewasa, dan foto terakhir adalah fotonya dengan Paman Jim yang tampak mengenakan toga sesusai lulus kuliah. Semua momen berharga itu membeku dalam beberapa bingkai foto, banyak sekali yang kulewatkan ternyata. Dulu, aku pernah dengar Anna ingin kuliah jurusan manajemen bisnis, rasanya aku juga ingin kuliah. Andai dulu aku tidak sebodoh itu memilih menikah saja dengan Aroha, mungkin aku juga akan punya satu foto manis bersama Ken, Kei, dan Jaeshin semasa kuliah, bila memang kita melanjutkan ke kampus yang sama. Ah, penyesalan memang selalu datang belakangan, Kawan. Kalau datang di depan itu namanya pendaftaran.

Aku mulai membayangkan kehidupan kuliahku, mampir ke kafe, membaca buku di perpustakaan sampai sore, begadang menyelesaikan tugas, atau khusyuk mendengarkan ceramah dosenku soal masa depan lebih baik atau revisi skipsiku. Tidak terlalu buruk sepertinya. Sayang sekali, kehidupanku berakhir dengan menjadi agen pengurus penyelundupan barang-barang ilegal. Beruntungnya, akulah Si Penipu yang sering membodohi mafia lain. Pistol, bau bubuk mesiu, strategi licik, bertemu orang-orang baru yang lebih licik. Apa jauh lebih menyenangkan tenggelam dalam dalam layar laptop dan buku-buku? Hidup ini memang pilihan. Dan Aroha benar-benar membuatku memilih hal terburuk.

Paman Jim kembali ke ruang tamu tanpa mengenakan topi jeraminya. Anna mengekor di belakang dengan terburu-buru dan wajah serba tanggung, aku tahu apa yang terjadi, Anna gagal membujuk ayahnya agar mengizinkan aku tinggal di sini. Tak apa, aku bisa bicara sediri. Rasanya aku harus berterima kasih pada Anna atas usahanya.

"Kembalilah. Kau takkan menemukan apa yang kau cari dariku." Paman Jim merasa tak perlu duduk di sebelahku, sungguh penyambutan tamu yang sangat buruk, tapi untukku yang memang sudah tidak dianggapnya sebagai anggota keluarga. Aku merasa pantas mendapatkan ini semua. Angin pantai masuk melalui celah-celah dinding kayu itu, menerbangkan poni rambut pirang Anna dan sorot matanya yang bersalah. Dia satu-satunya yang masih menganggapku kakak sepupunya.

"Dari awal ...." Aku tersenyum pada Anna yang meremas jemari setelah mendengar kalimat ketus Paman Jim yang sekarang berbalik menatapnya, "Kukira Paman Jim tahu sesuatu, ternyata aku salah." Netraku menyorot punggung dari tubuh ringkih termakan usia yang masih kuat berjalan ke dalam rumah untuk menjauhiku, "Paman tidak hanya tahu sesuatu, tapi lebih dari itu. Paman tahu segalanya."

Sosok tua itu balik menatapku lebih bengis ketika langkah kakinya terhenti oleh pernyataanku, "Memang kalau aku tahu segalanya, bisa mengubah apa?" Ini pertama kalinya Paman Jim-ku, nelayan paling kuat yang kukenal di kampung menangis, "Jordi sudah terbunuh. Adikku Maria juga sudah tiada. Dan terlebih kau, Johan. Keponakan yang sangat kusayangi seperti putraku sendiri." Jari telunjuknya menuding tepat di dadaku, "Tetap berada di dunia para mafia, neraka kotor yang sangat ingin kulupakan. Bila aku mengatakan segalanya, jangankan bekerja untuk Tamura. Meludah ke wajahnya saja, kau akan sama muaknya seperti saat aku melihatmu sekarang!"

Aku tersentak, kenapa Tuan Tamura? Ada rahasia apalagi dengan ayah kandung Kei dan Ken itu? Astaga, dari awal aku hanya ingin menyelamatkan Jaeshin dari tangan Tuan Haru dan mengungkap misteri terbunuhnya ayahku. Kenapa Paman Jim justru mengatakan sesuatu tentang terbunuhnya ayahku dan Tuan Tamura?

Setelah membiarkanku bingung dengan perkataanya, Paman Jim masuk ke dalam tanpa mengatakan apapun lagi. Membentakku tadi sepertinya sudah menguras seluruh tenaga juga emosi tubuh sepuh Paman Jim. Anna hanya menatapku prihatin, selama aku tinggal, semenjak aku kecil, Paman Jim tak pernah sekali pun marah dan membentakku seperti tadi. Aku adalah keponakan yang Paman Jim sayangi seperti putra kandungnya sendiri. Alasan itu dapat dibenarkan, perlakuan Paman Jim selama ini membuktikan kalimat tadi tanpa perlu kupertanyakan lagi. Setelah aku menikah dengan Aroha, ibuku terus sakit-sakitan dan meninggal. Anna duduk di kursi tamu yang terbuat dari bambu di sampingku, mata biru yang warnanya mirip denganku nampak sedih. Sudah gagal. Begitu pikirku. Yah, aku akan kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐍𝐞𝐟𝐚𝐫𝐢𝐨𝐮𝐬𝐧𝐞𝐬𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang