3. Di persimpangan jalan

162 42 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Niatnya mereka akan balik ke sekolah saat bel istirahat berbunyi, namun Ojan dan teman-temannya keterusan berada di warung Mpok Siti dan tak menyadari bahwa bel pulang akan segera berbunyi. Di sana pun mereka tidak membuang-buang waktu dengan percuma. Mereka membantu Mpok Siti dengan mencuci piring bekas, menggoreng beberapa gorengan, hingga melayani pembeli. Meskipun di mata guru mereka adalah murid-murid yang nakal, namun sebagian di mata orang mereka dikenal sebagai orang yang baik.

"Berbuat baik itu penting, setidaknya ada lah sebagian orang yang mengenang kita dengan kebaikan, kan gak enak banget di kenal sebagai tukang bolos"

Begitulah yang akan mereka jawab semisal ada orang yang bertanya mengapa mereka baik kepada orang-orang bahkan ke orang yg tak di kenal.

Sayup-sayup mereka mendengar suara bel berbunyi yang menandakan kegiatan di sekolah telah berakhir. Akhirnya mereka bertiga pamit ke Mpok Siti untuk pulang. Sebelum mereka pulang, Mpok Siti sempat memberikan 3 nasi bungkus kepada mereka untuk dimakan di rumah masing-masing. Mereka bertiga berterima kasih kepada Mpok Siti, terlebih Ojan yang terus menyunggingkan senyum lebarnya.
Setelah mengambil tas Mereka masing-masing, mereka bertiga berjalan ke arah parkiran–tempat motor mereka berada.

"Mau kemana dulu nih kita?" Tanya Haris seraya memakai helm dan bersiap-siap menaiki motornya.

"Ke rumah gue mau? Bunda katanya kangen Lo pada" tawar Juan yang sudah menaiki motornya.

"Gue nyusul aja deh, gue mau mampir dulu bentar" ucap Ojan yang masih berdiri di samping motornya.

"Mau mampir kemana?" Tanya Juan

"Noh di persimpangan jalan" jawab singkat Ojan

"Klo gitu kita berdua ikut"

Ojan melirik teman nya satu-persatu dan kemudian mengangguk setuju. "Yaudah gas langsung berangkat"

Lalu mereka berdua menyalakan mesin motornya masing-masing dan pergi dari pekarangan sekolah. Mereka pun menyusuri jalanan dengan Ojan yang memimpin di depan, Hingga sampailah mereka di persimpangan jalan. Ojan pun menepikan motornya di pinggir kiri jalan di ikuti oleh kedua teman nya.
Dengan tangan yang menjinjing plastik berisi nasi bungkus, Ojan berjalan menghampiri seekor anjing. Kondisi anjing itu cukup memprihatinkan karna tulang-tulang nya yang kentara meskipun di balut dengan lapisan kulitnya.

"Lo mau ngasih makanan ke anjing itu?" Tanya Juan tepat di belakang Ojan.

Tanpa menyahut, Ojan pun mengangguk kan kepalanya. Lalu dia berjongkok di hadapan anjing itu dan mengelus nya dengan penuh kasih sayang.

"Najis bego Jan klo Lo nyentuh tu anjing,  najis mughallazhah"

Ojan tersenyum saat Haris memperingati nya. "Gampang lah, nanti gue tinggal basuh tangan pake 7 debu Ama air"

Kini Ojan membuka bungkusan nasi miliknya dan menyodorkan bungkusan itu ke sang anjing. Dengan lahap, anjing itu memakan nasi pemberian Ojan sehingga membuat Ojan tersenyum senang.

"Lo pada gak kasian liat anjing ini?" Ojan kembali mengelus anjing itu dengan penuh kasih sayang.

"Ya kasian sih, tapi megang anjing kan najis Jan" sahut Juan yang terus memperhatikan Ojan dari belakang.

Lagi-lagi Ojan tersenyum, saat ini tatapan nya di alihkan ke Juan dan Haris. "Lo tau gak? Ngeliat anjing ini gue jadi bersyukur terlahir sebagai manusia"

Juan dan Haris mengernyit bingung mendengar penuturan Ojan.

"Bayangin deh klo kita jadi anjing ini, Tempat berteduh gak ada, makanan juga nyari di tempat sampah, sering kelaparan. Ngeliat anjing ini bikin gue sadar bahwa kita ini harus menghargai apapun yang ada di hidup kita, bahkan nyawa kita sekalipun" jelas Ojan yang kembali mengelus anjing itu.

"Lo ngerti kan, maksud gue res?"

.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
J A U Z A N  [Park Jeongwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang