Chapter 8

2.5K 260 45
                                    

tw// kill

Bulan purnama di atas langit terus memancarkan cahaya keabadian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan purnama di atas langit terus memancarkan cahaya keabadian. Kilau cahaya yang biasanya berwarna perak kini berubah menjadi keemasan.

Malam itu udara terasa dingin, entah karena pengaruh musim atau pertanda hal buruk akan segera terjadi.

Suka.

Sangat suka.

Bulan adalah salah satu teman baiknya.

Dinginnya malam tak membuat tubuh wanita berpakaian seksi itu gentar. Dia justru berusaha melipat gaunnya sedikit lebih ke atas.

Tiga jengkal di atas lutut membuat siapapun terpesona pada sosok berambut pirang panjang yang berjalan anggun di tengah keramaian kelab malam.

"Minumanmu"

Tersenyum anggun sembari mengambil gelasnya di atas meja bar. Tak berhenti, ketukan sepatu heels 7 cm itu terus membelah kerumunan.

VVIP

Ruangan nomor satu yang menjadi tujuannya malam ini.

Pintu dibuka oleh dua orang berseragam pelayan. Mereka menunduk, tak berani menatap wanita cantik penuh pesona yang malam ini bertugas melayani bos besar.

"Eve?"

Suara bariton rendah itu menyambut kedatangan si pirang bergaun merah seksi.

"Ya, ini aku."

Meletakan gelas penuh alkohol itu di meja, lagi-lagi ketukan sepatu heels mendominasi kamar luas dengan pencahayaan minim.

"Aku sudah sangat menunggumu. Kemarilah."

"Sebentar, kenapa kau tidak sabaran sekali Jeff," ucapnya lirih begitu menggoda.

Sejenak wanita itu menggulung rambut pirangnya tinggi-tinggi, menyisakan helaian di leher mulus yang membuat nafsu pria itu seketika bangkit. Tidak ada satupun gerak-gerik wanita itu yang terlewatkan di mata Jeff.

"Aku selalu tidak sabar, jika itu tentang dirimu."

"Cih, omong kosong."

Jeff bangkit dari duduknya. Dia berjalan menghampiri wanita pujaanya.

"Aku tidak berbohong, Eve."

Sensasi menggelitik di lehernya membuat tubuh wanita bernama Eve itu bergidik.

Dalam samar, dia tersenyum miring, menatap pantulan dirinya di cermin dengan tangan kekar yang melingkar di perutnya.

"Jeff Xander."

Terlepas

Belitan di perut rata itu terlepas. Si pria dewasa itu tampak tak suka dengan panggilan barusan.

"Kenapa? Apa ada yang mengganggumu?" diusapnya rahang kokoh itu dengan lembut. Suaranya yang begitu manja membius si pria dewasa.

"Tidak, aku hanya kesal saja. Jangan memanggilku dengan nama itu sayang! Aku benci nama Xander!"

Obsession Series 1;  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang