Chapter 10

2.6K 251 21
                                    

Jangan lupa vote and commentnya bestie biar miuw jadi makin semangat nulis. Follow juga boleh banget🖤

HAPPY READING

Hembusan napas di dalam ruangan yang dipenuhi alat olahraga itu terdengar tak beraturan. Lelah, satu kata yang menggambarkan kaki seorang gadis yang kini tengah menaiki treadmill dengan kecepatan tinggi.

Tak butuh waktu lama, hanya 20 menit keringat telah mengucur deras dari kulit tubuhnya yang putih dan mulus.

Hanya mengenakan celana training hitam dan sport bra berwarna senada, dia yang kelalahan memilih menepi dan mengusapi lehernya dengan handuk kecil. Pagi hari yang indah, dia sudah berkeringat banyak.

Wilona-ah Eve. Satu rumah memanggil gadis cantik berusia 23 tahun itu dengan nama Eve.

Itu memang dirinya. Eve, dari nama belakangnya Revelix. Nama itu bagaikan sebuah kehidupan baru untuk Wilona. Karena nama itu dia bisa sampai di sini sekarang. Dan mungkin karena nama itu ia masih hidup sampai saat ini.

Yara Revelix, wanita yang amat dia sayangi dan cintai itulah yang memberikan nama berharga itu.

Tujuh tahun yang lalu....

"AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALAS DENDAM ATAS SETIAP RASA SAKIT, PENGHINAAN, DAN PENGHIANATAN YANG KURASAKAN!"

"AKU BERSUMPAH!"

"KATE ALLISON..."

"NOAH XANDER..."

"MANUSIA BRENGSEK!"

Teriakan putus asa begitu penuh dengan rasa kebencian dan amarah itu yang membuat seorang Yara Revelix tertarik.

Ada kebencian di mata gadis yang terduduk lemas di bawah guyuran hujan. Ia bisa melihatnya dengan jelas.

Perasaan ini, Yara meremasi dadanya sendiri yang ikut sesak mendengar jeritan pilu gadis itu.

Mengangkat tangan menyuruh dua pelayannya untuk menghentikan kursi rodanya. "Bawa aku ke sana."

"Tapi Nyonya, hujannya bertambah deras." Si pria yang membawa payung berusaha menghalangi.

"Turuti perkataanku, tidak baik membiarkan gadis kecil itu sendirian di sana. Apa kau tidak punya rasa kemanusiaan?" Yara berucap sambil terus menatap gadis bergaun putih yang terus menangis sesenggukan itu.

"Baik Nyonya."

Tak membantah, kursi roda yang tak ringan itu di dorong perlahan mendekat ke tubuh gadis kecil.

"Jangan menangis," Yara membuka suara.

Payung besar di atas tubuhnya dia arahkan untuk sang gadis yang terduduk lemah di tanah basah.

Mendongak perlahan gadis itu bersitatap dengan sorot mata sendu dan menenangkan milik Yara.

"Apa sesakit itu? Apa yang kamu tangisi? Siapa yang ingin kau balas?"

Masih tak menjawab, gadis itu merasa ketakutan melihat orang asing berada di dekatnya.

"Kemarilah, jangan bermain hujan. Kamu bisa sakit."

"Sa-sahabatku meninggal," terbata gadis itu berucap lirih sambil menatap lekat manik mata wanita cantik itu. Tatapan yang menenangkan diantara derasnya guyuran hujan. "Semua orang membuangku. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Papa, Mama, nggak mau mengakuiku."

Yara tak sadar ikut menangis. Dia merentangkan tangannya, meminta gadis malang itu memeluknya.

Gadis itu tanpa di suruh dua kali memeluk erat tubuh Yara, dia butuh tempat bersandar.

Obsession Series 1;  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang