✨✨✨
"Kamu kalau di jalan selalu hati-hati ya. Pasti ada aja yang bisa bikin kamu celaka. Jangan lupa sebelum keluar rumah berdoa dulu."
Kira-kira hampir lima menit gue denger ceramah nyokap sebelum akhirnya panggilan diakhiri. Mama gue ini terlalu parno soal kecelakaan setelah beliau tahu gue baru aja jenguk Danu. Walaupun gue udah bilang kalau Danu cuma mengalami kecelakaan kecil aja, nyokap tetep nggak tenang bahkan minta Danu diantar ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut lagi, takut kalau di klinik alat pemeriksaannya kurang lengkap.
"Nyokap lo perhatian banget anjir. Jadi enak gue."
Gue berdecak. "Nggak usah galau lo. Cari ayang sana biar ada yang nemenin."
"Dih, umur 30 masih cari ayang. Cari istri anjir."
"Ya udah, cari istri biar ada yang nemenin."
"Lo duluan deh."
Kalau manusia satu ini lagi nggak sakit, udah gue pukulin sampe mampus pokoknya.
"Capek gue ngomong sama lo." Gue berdiri dan mengambil beberapa barang milik gue di meja. "Mau ke kampus aja, kerjaan gue banyak."
Danu mengangkat bahunya kecil dan masih terus membuka kuaci lalu memakannya. "Ya udah, ati-ati lo."
Malas menjawab basa-basinya, gue cuma bergumam yang entah si Danu denger atau enggak. Tenang aja, di antara kami ini sering terjadi kok. Bisa dipastikan kalau nggak ada yang tersinggung kalau cuma jawab 'hm' doang.
Semoga sih.
Jalanan sore ini nggak terlalu macet, tapi panas banget. Karena ketidakhadiran gue di pertemuan sebelumnya, hari ini gue harus mengadakan kelas pengganti dari jam emat sampai jam enam nanti. Sebenernya capek sih, tapi karena pertemuan ini adalah presentasi, mau nggak mau harus ada kelas dan bertemu tatap muka secara langsung. Maklum, mendekati ujian biasanya banyak nilai yang dibutuhin. Ini aja baru Ujian Tengah Semester, belum lagi kalau ujian akhir, pasti lebih sibuk pokoknya.
Tapi gimana ya mau ngeluh terus, kalau setiap di kampus tuh lo bisa ketemu crush. Aduh, bener sih kata Danu. Umur segini bukan cari pacar, tapi cari istri. Mana gue masih pakai panggilan crush lagi, kayak anak muda aja.
"Sore, Ra."
Clara atau Bu Devana, menoleh ke arah gue dan sedikit kaget, lalu matanya melihat sekeliling.
"Tenang, saya nggak mungkin panggil nama langsung kalau ada dosen lain di sini."
Dia tersenyum kecil, lalu mengangguk. "Saya sempet panik barusan, Mas."
Ternyata dia juga mau untuk nggak bicara formal sekarang. Untunglah.
"Ada kelas?" tanyanya.
"Iya, kelas pengganti dan baru bisa hari ini. Kamu sendiri? Ada kelas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia [SVT]
FanfictionBercerita tentang para pegawai di sebuah anak cabang perusahaan manufaktur dalam bidang olahraga di Yogyakarta, yang sedang memahami diri mereka sendiri dan menemukan sebuah ikatan bernama keluarga. Cerita 13 member Seventeen. Highest rank: #1 in se...