2.5-Wildan Abiputra

188 40 2
                                    

✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

Menghabiskan waktu di hari minggu dengan nongkrong di kafe adalah salah satu cara untuk melupakan penat sejenak. Setiap bulannya gue selalu meluangkan waktu untuk nongkrong setidaknya sekali aja. Mau sendiri atau ada temen kayak sekarang ini nggak masalah. Yang penting rutinitas gue bukan cuma sebatas kantor, rumah, laptop, atau lainnya yang masih berhubungan sama kerjaan. Ajakan gue di grup Jogja Tim ternyata ditanggapi dengan baik oleh keempat orang yang ada bersama gue sekarang. Katanya sih sama-sama lagi bosen, jadi milih ikut aja selama tempatnya masih deket.

"Tumben lo nggak pergi sama Jennie, Bar?" tanya gue ketika Bara baru saja sampai dan duduk di seberang gue.

Dia mendengkus kecil. "Nggak tahu dia lagi marah atau gimana. Sejak balik dari nikahan keluarga gue di Solo jadi kayak menghindar gitu."

"Bukannya udah lama lo pulang dari Solo?" Kali ini dahi El terlihat mengerut karena ikut berpikir.

"Udah sekitar sebulan lebih. Tapi bener-bener nggak mau ketemu sama gue nih baru seminggu terakhir ini. Ada aja alasan kalau gue ajak ketemu."

Bara kelihatan putus asa gitu. Tapi emang nggak mungkin kalau Bara pisah dari Jennie. Dikit-dikit Jennie. Kita lagi kumpul, Jennie pun kadang dibawa. Untung ceweknya bukan tipe cewek yang ribet dan bisa gabung aja sama kita semua. Cuma kadang gue kasihan. Si Jennie nggak ada temen cewek kalau ikut Bara ngumpul, soalnya kan Bara doang yang punya cewek.

Habis ini gue cari cewek deh buat nemenin Jennie.

"Ya mungkin dia lagi ada masalah atau apa terus masih mau sendiri dulu," ucap gue berusaha menenangkan Bara yang mukanya makin kelipet.

Leo sama Gilang ikut nggangguk walaupun gue agak sangsi mereka paham masalah cewek gini. Apalagi Leo, si kulkas berjalan. Bahkan sama Jogja Tim pun cuma ngomong seperlunya aja.

Bara mengusap wajahnya. "Bisa gila gue kalau gini terus."

Beda ya kalau orang udah ada tempat bucin?

Gue sejauh ini bisa gila kalau berurusan sama gaji-gaji atau cuti karyawan.

"Main uno aja kita."

Gilang mengeluarkan kartu dari kardusnya. Kafe ini memang menyediakan beberapa permainan untuk para pengunjung. Kalau lagi kumpul gini, kami emang sering main uno daripada yang lain.

"Berapa kartu?" tanya Gilang yang sudah mulai membagi kartu tersebut.

"15."

"Aha!" seru gue ketika membuka kartu. Ini mah gampang buat menang.

Permainan dimulai setelah menentukan siapa yang main pertama. Putaran dimulai dari El. Bermain uno memiliki keseruannya tersendiri, terutama jika kartu-kartu spesial udah mulai keluar. Bakalan deg-degan banget pokoknya.

"Mau warna apa lo?" tanya gue ke Gilang yang mengeluarkan kartu pengganti warna. Sekarang giliran gue dan kartu gue tinggal dua.

"Merah."

Metanoia [SVT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang