06 : A it was

630 109 18
                                        

"kehilangan sesuatu yang istimewa"

Sudah sekitar puluhan tahun Yoojin meninggalkan Hyungseok. Nasibnya tak sebaik Hyungseok, jika ia menjadi anak angkat dari seorang Lee Jinyoung dan mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi tidak dengan Yoojin.

Dimakannya, Hyungseok mencoba menahan air mata yang akan keluar.

"Hai, apa kabar?" Tanya Hyungseok di pemakaman Yoojin. Dia berjongkok.

"Kamu tau nggak? Aku udah nggak sama om itu lagi loh, aku sekarang udah bisa merasakan arti keluarga sesungguhnya. Dan kamu ..." Entah kenapa, matanya terasa berat hingga akhirnya air mata milik Hyungseok menetes juga.

"... Kamu bahagia kan di sana?" Tanya Hyungseok, jujur ia merasakan dadanya sesak saat itu juga.

Begitulah, namun Hyungseok sangatlah rajin mengunjungi Yoojin di setiap hari ulang tahunnya. Terkadang, waktu ia senggang ia juga sering-sering ke tempat ini. Meskipun begitu tetap saja ia terus-terusan meneteskan air matanya.

"Kamu tau nggak? Awalnya bipolar aku udah sembuh loh, tapi, sekarang malah kena skizofrenia." Celetuknya, membeberkan kondisi yang sebenernya.

Bipolar, salah satu penyakit yang mengganggu mental seorang Hyungseok. Yoojin pun sama demikian.

Kenapa mereka berdua mendapati kondisi itu? Itu karena perilaku dari sesosok yang mengurusi nya di panti asuhan.

Seok menaburkan bunga diatas makam milik Yoojin. Dia berucap kembali, "... 21 hari lagi, aku bakal nyusul kamu, Yoojin."

••🎗️••

Dikarenakan kak Jihoon sedang membintangi iklan shampoo di luar negeri, jadi Seok memutuskan untuk mengecek kondisinya ke dokter.

Ah, dia jadi ingat pertemuan pertamanya dengan sang ayah angkatnya. Pertemuan singkat yang berujung dia menjadi anggota keluarganya.

Sebenarnya siapa pun tak mengetahui tentang kondisi nya selama ini. Bahkan sesosok Lee Jihoon yang selalu bersamanya pun tak mengetahui, apalagi, teman-temannya.

"Apakah kemungkinan saya akan sembuh?"

"Itu tergantung pada diri anda sendiri, jika kondisi anda semakin menurun, mungkin anda benar-benar akan meninggal dalam waktu dekat," ucap sang dokter menjelaskan.

"Gitu yah, apa gue beri tau kak Jihoon aja ya?"

••🎗️••

Seok merebahkan tubuhnya di kasur, bukan kasurnya tapi kasur milik sang kakak. Lee Jihoon. Saat kecil, mereka berdua tidur di ranjang yang sama. Kadang-kadang, mereka sering tak melepas sandal ataupun sepatu selepas bermain dari lapangan.

Dan itu, membuat sang ayahanda tercinta mengeluarkan kodham di depan mereka berdua.

"Jihoon sandalmu! Kan udah ayah bilang, letakin ke tempat semula!" Teriak Jinyoung yang sedang duduk di samping Hyungseok, menyuapi anaknya.

Jihoon menoleh kearahnya, bukannya menjawab dia malah merebut es krim yang berada di tangan kanan Hyungseok. Membuat si empunya kesal dan mengejar kakaknya, Lee Jihoon.

Jinyoung meletakan piring berisikan makanan bayi itu, kemudian, menarik telinga kiri dari Lee Jihoon. Sementara Hyungseok, telinga sebelah kanan.

Kedua bocah itu merintih kesakitan. "A-adu duh duh Yah!"

Jinyoung menatapi mereka tajam. "Apa? Lee Jihoon, letakin sandalnya ke tempat semula." Perintah Jinyoung bukannya menuruti perintah ayahnya justru Hyungseok dan Jihoon berlari ke arah sang ibunda, memeluknya erat-erat.

"HUAAA BUNDA TOLONG ADA MONSTER!!" Pekik keduanya kompak. Masih memeluk tubuh ibunda nya.

Jinyoung yang melihatnya, justru mengejar kedua bocah-bocah itu. "Hahaha! Ayah adalah monster yang mau menangkap anak-anak!"

Bocah-bocah itu ketakutan hingga Jihoon akhirnya mengambil bola mainan miliknya, berbalik, lalu dan ia lemparkan ke wajah sang ayah. Sang ayah pura-pura pingsan karena lemparan bola itu dari seorang Lee Jihoon.

Jihoon berkacak pinggang, "hahaha! Monster jahatnya kalah sama orang biasa!"

Hyungseok bertepuk tangan, matanya berbinar-binar melihat kakaknya. "Wuahhh kakak hebat banget!!" Serunya.

Jihoon mengusap hidungnya. Kemudian, bocah itu berucap dengan logat sombong. "Iya donggg kakak kan kembarannya Ultraman!"

Hyungseok yang mengingat-ingat masa kecilnya terkekeh kecil memandangi foto keluarganya. Dia mengambil foto itu, dia berucap. "Kak... Gue kangen papah,"

Hyungseok merasa kalau ia sendirian disini. Kembali sendiri, kembali ke masa-masa saat ia tak bersama dengan Yoojin ataupun semua orang yang pernah di kenalinya. Dia merasa kalau ia benar-benar sendirian.

Gelap, sunyi, dan suntuk.

Hawa gelap itu terus-menerus mengusik ingatan Hyungseok. Dia berucap dengan ketakutan, "gue mohon... Menjauh dari gue..." Celetuknya sembari memegangi kepalanya. Depresi—ah bukan, skizofrenia.

"Kelinci percobaan 009 kemana dia?"

Hyungseok semakin mundur hingga akhirnya terpojok, suara-suara menggema itu masih terdengar di telinganya. Dia menutupi kedua telinganya menggunakan tangan, lalu berucap kembali.

"Sebenernya apa kesalahan gue?" Dia bertanya dengan dirinya sendiri,

Bayang-bayang masa lalu nya itu kembali ke ingatannya. Dan orang itu, menjawabi dengan cengiran khas yang menakutkan.

"Kesalahanmu? Hahaha! Kau tak salah, kau pikir aku melakukan ini untuk apa? Tentu saja tak ada alasannya"

Hyungseok tertunduk diam. Jujur saja ia takut, sangat ketakutan. Hingga akhirnya dia melipatkan kedua kakinya, lalu tangannya bertumpu. Dia menangis kala itu, tubuhnya mati rasa.

Akhirnya, seorang matahari itu mulai kehilangan sinarnya.

The Sun [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang