Suara Ibu dan Ayah yang terngiang-ngiang

25 7 1
                                    

Selamat menikmati..semoga anda menyukai cerita ini (。’▽’。)♡
Come on follow akun dan berikan bintang kalian sebagai penyemangat♥



Dara POV.

Kertas itu sangat kusut dan berbau darah bercampur debu hingga aku mual mencium bau nya.

Sesekali aku melotot melihat tulisan yang ada di dalamnya.
Aku jadi tidak tenang dan jantung ku berdegup sangat kencang.

Aku melupakan Deren? Bagaimana mungkin?
Apa dia sangat tersiksa disana sendirian?
Apa dia menunggu ku datang ke rumah lagi?

Pertanyaan pertanyaan mulai bermunculan di kepala ku.
Air mata ku mulai terdesak ingin keluar.
Aku menahannya sekuat mungkin.

Aku bergegas pergi ke rumah ku yang dulu.
Aku hanya ingin bertemunya saat ini.
Aku ingin minta maaf pada nya.

Sekarang aku telah sampai.
Dengan ragu aku melangkah kan kaki ku ke dalam rumah ku dulu.
Benar apa yang dikatakan orang orang.
Rumah ini sekarang terlihat angker karna karna tidak ada penghuninya.
Aku saja seperti tidak mengenal rumah ku sendiri.
Aku merasa seperti memasuki rumah hantu.

Pintunya di tutupi oleh tanaman liar yang merambat.
Lantainya tertutupi oleh tanah dan debu.
Langit langitnya di penuhi jaring laba laba.
Rumahnya sangat gelap.
Hawanya sangat panas.

Perlahan aku melangkah menuju pintu itu dan membuka nya.
Bahkan akar akar pohon sampai menembus tembok rumah ku.
Sungguh seperti bangunan yang sangat sangat tua.

Akhirnya aku berhasil membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.
Satu langkah aku masuk.
Pertahanan ku memudar air mata ku jatuh lagi.

Suara ayah dan ibu terngiang ngiang di kepala ku saat ini.

'dara cepat makan nak jangan terus bermain handphone'

'dara ayah membawakan makanan kesukaan mu sayang'

'dara besok kita pergi jalan jalan yuk?'

'dara cepat tidur kalo tidak ayah gigit nih hahaha'

'dara bangun nak, sudah pagi nanti kamu terlambat ke sekolah nak'

'dara ibu siapkan makanan kesukaan mu, jangan marah lagi pada ibu ya sayang'

'Selamat ulang tahun nak, kami berdua sangat mencintai mu'

Suara suara ibu dan ayah terus terngiang ngiang.
Aku menjatuhkan diri ku yang hancur saat ini.
Menutup wajah ku frustasi.
Menjerit sekeras kerasnya.
Dan menangis sejadi jadinya.

"IBU... AYAH..." teriak ku di sela sela tangisan.

Semua sekarang telah menjadi kenangan yang sangat pahit aku ingat.
Aku menangisi semua yang telah terjadi saat ini.
Semuanya telah meninggalkan ku.
Bahkan sekarang aku tidak tau tinggal dengan siapa.
Aku tidak kenal dengan mereka.

Ibu, ayah, bahkan Deren meninggalkan ku sekarang.
Deren?
Aku lupa aku kesini ingin menemuinya.
Aku menghapus air mata ku dan mulai mencari yang aku cari sekarang.

"Deren? Kau dimana?"

"Maafkan aku Deren"

"Aku tidak bermaksud meninggalkan mu"

"Deren aku mohon munculah"

Aku mencari carinya terus
Hingga saat aku melihat jendela ruang tengah ku yang sangat besar itu.
Disana terdapat tulisan tulisan yang entah dari mana, yang jelas baunya seperti darah, persisnya seperti bau kertas yang aku temui tadi.

Aku mulai membaca satu persatu tulisan itu.

'Kau dimana Dara?'

'Jangan terlalu lama meninggalkan ku'

'Aku bertahan di dunia ini untuk menyisakan waktu ku bersama mu'

'Kau dimana dara aku lelah menunggu'

'Aku akan terus menunggu mu'

'Jangan tinggalkan aku dara'

'Jangan lupakan aku dara'

'Jangan marah pada ku dara'

'Apa kau marah? Hingga meninggalkan ku sendiri disini?'

'Kenapa masih belum pulang?'

'Kapan kau pulang?'

'Waktu ku akan habis'

'Baiklah maafkan aku jika aku salah'

'Aku akan segera pergi, maaf telah mengganggu mu selama ini, semoga kau bahagia di alam ini, aku menyayangi mu dara...'

"Kau tidak boleh pergi Deren..." aku berteriak dan menagis sejadi jadinya.

"Deren.. kenapa kau ucapkan perpisahan lewat jendela!"

"Aku mohon muncullah di hadapan ku Deren!"

Air mata ku jatuh sangat deras.
Suara ku tidak bisa muncul lagi karna tangisan ku.
Nafas ku terengah karna tangisan ku.
Aku hampir menyesal dan ingin membunuh kebodohan ku sendiri.
Aku mengacak acak rambut ku frustasi.

Tidak ada lagi yang aku fikirkan sekarang.
Bahkan aku tidak tau harus berbuat apa sekarang.
Semua sudah terlambat.
Dia sudah pergi...

Aku harus merelakan nya.
Aku harus mengikhlaskannya.
Aku harus melupakannya.
Aku harus membiarkannya tenang di alam sana.

Aku harus...
Aku harus...
Aku harus...

"Tapi kenapa aku tidak bisa berhenti menangis...!!" Teriak ku frustasi

Tiba tiba aku teringat anak kecil dan pak petani yang pernah aku temui 3 tahun lalu.
Yah... aku harus kesana!.
Aku ingin melihat pemakaman deren untuk terakhir kali sebelum melupakannya.

***

Perjalanan membutuhkan waktu 5 jam sampai sana.
Aku membawa mobil ku dengan kecepatan tinggi.
Aku tidak takut apa pun saat itu.
Sepanjang jalan air mata ku terjatuh hingga aku tidak bisa fokus ke jalan yang aku lalui.

Dan tiba tiba...

DAAAAKKK!!

Suara benturan teras itu merenggut kesadaran ku.
Dan sekarang kegelapan menghampiri ku.

***

Elvan POV

Aku terus berjalan mundar-mandir tidak menentu.
Yang aku fikir kan saat ini hanya keselamatan dara.
Saat ini dara sedang di tangani oleh medis.
Dan yang aku bisa lakukan hanya modar-mandir di depan UGD.

Aku melihat Haiden yang sejak dari tadi menutup mukanya dan mengeluarkan air matanya dan mengigit bibirnya menahan tangisan.
Sedangkan papah tidak bisa datang karna ia sedang menjalani bisnis di jerman.
Aku takut jika aku bilang dara masuk rumah sakit, papah akan memarahi ku habis habisan.

Aku mengacak acak rambut ku frustari.
Sesekali air mata ku ingin jatuh tapi aku masih sanggup menahannya.

Setelah sekian lamanya aku menunggu.
Dokter keluar dari UGD.
Aku bergegas menghampirinya.

"Bagaimana keadaan adik saya dok?"

"Sekarang sudah kondisinya stabil, tapi masih belum bisa sadarkan diri"

"Terimakasih dok"

"Pasien akan segera di pindahkan ke ruang inap"

"Baiklah dok"

Pukul 00.21[DARAxDEREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang