“Malam ini kita langsung pulang ke rumahku,” tutur Bayu seusai pesta pernikahan.
Aku bahkan tidak sempat masuk ke dalam kamarku. Seperti pengantin di negeri India yang aku tonton di TV. Aku langsung diboyong ke rumahnya. Bedanya aku dibawa ke rumah Bayu yang hanya kami berdua saja tinggal di sana.
Ada lega mendalam meski kami belumlah saling mengenal dekat. Setidaknya aku tahu jika di adalah laki-laki yang ramah. Setelah tidak diterima di kantor tempatku kerja, Bayu memulai bisnis sendiri dengan membuka usaha dealer motor. Bahkan ia sendiri terjun sebagai marketing-nya. Itu yang kudengar saat kami kembali bertemu waktu itu.
Aku tidak heran jika ia mampu membangun usahanya itu karena ternyata Bayu adalah anak kedua Pak Hadi. Sempat syok saat tahu kenyataan itu. Kata Ayah, Bayulah yang datang sendiri ke rumah setelah tahu tentang pernikahanku yang dibatalkan.
Aku tidak keberatan sebab keluargaku mengizinkan saat Bayu meminta hanya diriku saja yang langsung pulang ke rumahnya di malam pengantin. Naik mobil berdua dan Bayu sendiri yang menyetir. Sepanjang perjalanan kami tidak banyak bicara, tetapi tidak masalah bagiku. Dia pasti juga lelah dan harus fokus menyetir.
“Tidurlah. Perjalanannya masih jauh,” ucapnya sekaligus bertitah saat aku mulai merasa ngantuk. Aku mengangguk dan memang sangat lelah setelah hari-hari sebelumnya begitu menguras emosi.
“Nad! Kita sudah sampai,” tegurnya sambil mengguncang bahuku pelan. Aku terkesiap dan mengerjap beberapa kali untuk menghilangkan rasa kantuk.
“Sudah sampai, ya, Mas,” balasku menyebutnya Mas meski sangat canggung. Usianya enam tahun lebih muda dariku, tetapi dia adalah suamiku yang artinya harus aku hormati.
Bayu tampak tersipu sambil mengangguk lalu turun. Aku meregangkan tubuh yang terasa kaku. Jam di atas dasboard mobil menunjukkan pukul satu malam. Itu artinya perjalanan memakan waktu tiga jam. Jauh ternyata dari rumah Ayah yang artinya jauh juga dari tempat kerjaku.
“Turun,” titah Bayu yang ternyata sudah membukakan pintu mobil untukku. Aku merasa bak tuan putri.
Rumah sederhana dengan dua lantai yang dihiasi dengan taman kecil di depannya menyambut penghuni baru. Sebuah hunian yang sangat aku impikan.
“Mas tinggal di sini sendiri,” ucapku basa-basi lebih ke penasaran.
“Rumah ini aku siapin untuk kamu. Baru selesai aku dekor semuanya seperti kesukaan kamu.”
Langkahku sempat terhenti mendengar penuturan Bayu. Kami tidak dekat, lalu bagaimana dia tahu tentangku.
“Kenapa malah bengong,” tegurnya. Aku mencoba tersenyum agar ia tidak merasa aneh.
Begitu masuk ke dalam aku kembali terkesiap. Semua memang persis seperti rumah yang aku impikan selama ini. Bahkan Bayu juga menyiapkan dekorasi layaknya tempat pernikahan.
“Ini aku buat semua untukmu,” ucapnya semakin membuat mataku membelalak. Antara senang dan juga heran.
“Masuklah dulu ke kamar,” titahnya lagi. Aku menurut saja.
Sebuah kamar pengantin dengan dekorasi indah. Ini seperti bulan madu di vila pribadi tanpa pelayan. Aku tidak ingin tidur di ranjang. Rasanya sayang membiarkan hiasan bunga-bunga berantakan.
“Kenapa malah berdiri seperti patung. Tidurlah. Aku juga lelah. Besok masih ada pekerjaan yang harus kuurus.” Bayu melepas jas yang dikenakan dan naik ke atas ranjang bertabur bunga.
Aku masih terpesona dengan kamar ini. Baru beberapa saat, Bayu sudah lelap. Mau tidak mau aku ikut tidur di sebelahnya. Kutaruh guling sebagai pembatas. Malam ini akhirnya aku benar-benar lega telah melewati hari buruk itu. Semoga esok hanya ada kebahagiaan.
Pagi-pagi aku sudah bangun di hari pertama menyandang status sebagai seorang istri. Bayu rupanya sudah menyiapkan semuanya. Kebutuhan dapur lengkap dan aku tinggal masak saja.
“Aku mungkin pulang malam. Kamu tidak usah menungguku. Lakukan saja apa yang kamu suka. Ini rumahmu juga.”
Aku kecewa mendengar ucapan Bayu. Bagaimana bisa di hari pertama pernikahan kami, ia malah pergi. Nada suaranya juga tidak sehangat saat kami pernah bertemu dulu.
“Hati-hati, Mas,” pesanku saat Bayu berpamitan.
Ada getir menyelip di hati. Dia benar-benar meninggalkan aku sendirian di rumah yang lumayan besar ini. Aku menghabiskan waktu dengan menikmati sejuknya taman kecil di halaman depan. Setelah memastikan seluruh rumah dalam keadaan bersih.
Bayu pulang jam lima sore. Untunglah tidak malam seperti ucapannya tadi pagi.
“Mas capek, ya. Aku pijitin.” Aku mencoba menjadi istri berbakti dengan perhatian pada suami.
“Tidak perlu!” tepisnya dengan suara ketus.
Aku kembali heran dengan Bayu yang ada di depanku.
“Kamu kapan mulai masuk kerja.” Bayu bertanya, tetapi seperti tidak butuh jawaban.
“Minggu depan. Aku dapat cuti sepuluh hari,” sahutku pelan.
“Kamu tidak usah kerja lagi. Semua kebutuhan terpenuhi. Apa lagi,” ucap Bayu dengan entengnya.
“Tapi aku ….” Ucapanku tertahan saat Bayu menyodorkan sebuah amplop padaku.
“Buka dan baca,” titahnya.
Ini bukan mimpi ‘kan. Apa yang ada di dalam amplop itu membuatku syok. Bagaimana bisa ia memutuskan secara sepihak tanpa bertanya dulu padaku. Ia tidak tahu bagaimana perjuanganku untuk bisa sampai di titik ini dalam urusan kerja.
“Maksudnya apa, Mas?”
“Mulai hari ini kamu bukan lagi karyawan di perusahaan itu. Aku mengajukan surat pengunduran diri untukmu.”
Bersambung
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
Keping Harapan
Romance"Siapa yang ngemis, Sa. Keluarga Pak Hadi sendiri yang sudah sejak lama ingin menjadikan Nadia sebagai menantu mereka," sanggah Mama. "Tapi Nadia si keras kepala menolak dan lihat. Tiga hari lagi akad dan semua sudah siap. Tapi dibatalin begitu saja...