Malam itu menjadi awal sikap Bayu semakin dingin. Sebulan sudah aku menjalani peran baru sebagai seorang istri.
Bayu tidak pernah pelit soal uang. Semua kebutuhan tercukupi, tetapi ia tidak pernah sekali pun memberikan aku kehangatan.
Aku tidak berharap hal lebih. Aku juga menyadari pernikahan ini bukan atas dasar saling mencintai. Namun, setidaknya sebagai perempuan aku mengharapkan dianggap ada.
“Mas,” sapaku saat Bayu masuk ke dalam kamar.
Ia dingin, tetapi jarang sekali pulang terlambat apalagi sampai menginap di luar.
“Tidur. Kamu harus tidur nyenyak supaya mata kamu tidak hitam seperti panda.”
Aku sudah mulai terbiasa dengan kata-katanya. Ia selalu menyuruhku tidur awal. Baru jam sembilan malam saja sudah disuruh tidur. Awalnya aku menganggap sebagai perhatian. Namun, lama-lama aku merasa itu sebagai bentuk dia menghindar dariku.
“Aku mau bicara, Mas,” ucapku seraya bangkit dari ranjang mendekati Bayu.
“Memangnya aku pernah melarang kamu bicara. Tinggal ngomong saja. Kenapa harus ijin!”
Aku tersenyum getir. Ketus dari bibir indahnya sudah biasa. Sebulan bersama membuatku mulai memahami jika Bayu adalah laki-laki yang sangat tegas. Namun, ia bisa sangat lembut pada orang lain. Padaku tidak. Entahlah.
“Aku mau kerja lagi, Mas.” Dengan susah payah lidahku bisa mengucapkan itu.
Bayu langsung menatapku tajam. Sorot seperti menikam. Bahkan ia berbalik dan tidak berkedip sama sekali.
Sontak aku mundur perlahan. Bayu berjalan maju ke arahku. Jantungku berdegup kencang. Jelas wajahnya menampakkan aura tidak suka dengan apa yang aku katakan.
“A-aku ….”
“Kamu masih cinta sama mantan calon suami yang ninggalin kamu! Kamu mau tetap bisa ketemu dia setiap hari!”
Bayu semakin maju hingga jaraknya hanya beberapa langkah. Aku tersudut, jatuh duduk di tepi ranjang.
“Dia kerja di tempat kamu kerja! Kamu mau menjadikan alasan pekerjaan agar bisa ketemu dia! Kamu pikir aku ini apa!”
Bayu mengepalkan tangannya. Wajahnya benar-benar dekat dengan wajahku. Keringat mengucur dari kepalaku. Padahal kamar dingin ber-AC.
“Aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengganggu apa yang sudah menjadi milikku.”
Aku tidak bisa berkedip apalagi terpejam. Matanya melotot tajam hingga aku terpaksa menatapnya penuh ketakutan.
“Kamu istriku! Harus patuh apa pun yang aku mau!”
Jantungku serasa lepas. Aku tidak menyangka Bayu bisa bersikap seperti itu. Kukira setelah sebulan ia bisa menjelaskan dengan baik kenapa aku tidak boleh bekerja. Aku sudah sabar menunggu selama ini untuk mencari jawaban itu.
Bayu membuatku mendongak pada wajahnya. Tangannya berada di sebelah tubuhku. Aku merasa seperti di kurung.
“Aku tidak mau ada laki-laki lain yang menatapmu! Mengerti!”
Usai berkata itu, Bayu langsung berpaling dan melangkah pergi ke kamar mandi. Dapat kulihat kakinya gemetar. Amarah membuatnya bergetar.
Aku tidak bisa bergerak. Tangan gemetar. Keringat semakin mengucur. Apa ini alasan ia tidak membolehkan aku bekerja. Bagaimana ia tahu jika Mas Wira adalah rekan kerjaku.
Setelah beberapa lama, Bayu keluar dari kamar mandi. Ia dengan santai naik ke ranjang lalu tidur. Biasanya dia olahraga malam sebelum tidur. Hari ini tidak.
Aku beranjak menuju sofa. Tidak ada lagi niat memejamkan mata di sebelahnya.
Mataku sulit terpejam. Aku meringkuk di sofa, menahan segala ketakutan. Menangis dengan bersuara aku merasa tidak pantas. Aku bukan anak kecil.
Sepekan setelah kejadian itu, Bayu semakin dingin. Tidak pernah ia mengajakku bicara.
“Sarapan sudah siap, Mas.”
Aku masuk ke kamar untuk mengajak sarapan seperti biasa.
Bayu langsung menuju ruang makan. Menunggu aku mengambilkan makanan. Lalu makan dalam diam seperti biasa. Aku juga terbiasa makan tanpa suara.
Usai makan, ia gegas bersiap berangkat kerja seperti biasa.
Aku kembali sendiri dalam rumah yang cukup besar ini. Tidak ada kesulitan sama sekali merawat seluruh bagian rumah ini. Aku menghabiskan waktu sisanya dengan berkebun dan menanam bunga. Namun, hampa itu ada.
Entah mengapa hari ini aku tidak bersemangat merawat tanaman bungaku. Kuputuskan untuk duduk di sofa ruang tamu sambil memandang teras.
Beberapa saat sudah jenuh hingga pandangan teralihkan pada secarik kertas di atas meja.
“Perasaan aku sudah membersihkan semuanya.”
“Besok ada acara di dealer. Kamu perawatan hari ini. Aku jemput jam tiga sore.”
Setelah membaca tulisan itu, lekas menatap jam di dinding. Lima menit lagi. Mobil Bayu terdengar di luar. Lekas aku menghampiri.
“Mas,” sapaku seraya meraih tangannya.
“Kamu tidak baca surat yang aku tulis!” Bayu berkata ketus lalu membuang napas kasar.
“Ba-ba-baca, Mas,” ucapku tergagap. “Ini.” Kutunjukkan kertas itu padanya.
“Kenapa belum siap!’ bentaknya.
Aku mundur mendengarnya. Lekas berbalik menuju kamar mengganti pakaian yang lebih rapi dan mengambil tas lalu keluar.
“Kamu istriku! Hanya aku yang boleh melihat semua kepunyaanmu!”
Aku terkejut. Bayu memakaikan kerudung untukku.
“Ini apa, Mas,” ucapku setengah berbisik.
“Kamu istriku, paham!”
Aku mengangguk dan pasrah saat tangannya kembali memakaikan sweter panjang.
“Nah! Istriku itu seperti ini. Bukan seperti dulu. Istriku harus jadi wanita tercantik. Tidak ada yang boleh menyamai.”
Bayu sibuk membenahi kerudung yang melekat di kepalaku. Entah apa yang aku rasakan. Sikapnya benar-benar dua sisi berbeda.Bersambung
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
Keping Harapan
Romance"Siapa yang ngemis, Sa. Keluarga Pak Hadi sendiri yang sudah sejak lama ingin menjadikan Nadia sebagai menantu mereka," sanggah Mama. "Tapi Nadia si keras kepala menolak dan lihat. Tiga hari lagi akad dan semua sudah siap. Tapi dibatalin begitu saja...