Pesta ulang tahun pernikahan terpaksa tetap kuterima. Bayu licik. Ia mengancam akan memberi tahu keluargaku tentang apa yang kulakukan. Padahal ini adalah bentuk protes. Tidak mungkin kubiarkan Bayu mengatakan jika aku lari dari mobil dan bersembunyi. Biarlah, hari ini mengalah. Semoga Bayu berubah.
***
Dua pekan usai pesta masih tetap sama saja. Tidak ada beda. Perasaan berdosa telah menjadi istri yang abai dan berani membantah suami, sungguh menyiksa. Terbiasa melayani setiap kebutuhan Bayu dengan tulus membuatku sulit meninggalkan hal itu.
Mencoba menjadi pribadi baru yang lebih tegas itu sulit dan melelahkan. Sengaja bangun pagi lagi berkebun di halaman belakang setiap pagi. Tidak ada lagi sarapan yang tersedia. Tidak ada lagi cium tangan dan mendoakan Bayu sebelum berangkat kerja.
Akankah aku terus menambah dosa menjadi istri yang seperti ini. Namun, aku juga tidak sanggup diabaikan terus menerus.
"Nadia!"
Semakin asyik bercengkerama dengan bunga-bunga yang kutanam. Cantik-cantik. Panggilan Bayu kuabaikan yang kesekian kali.
"Kamu sudah tidak peduli lagi padaku?"
Menganggap diriku hanya sendirian. Bertambah satu kata saja ucapan Bayu, lekas aku melangkah menjauh mencari kesibukan lain sebagai pengalihan.
"Nadia!"
***
Malam hari aku lebih nyaman tidur di kamar lain. Mengurangi bersinggungan langsung dengan Bayu menjadi cara lain yang kupilih. Rumah semakin terasa sangat luas sebab aku hanya sendiri. Bayu bebebrapa kali mencariku, tetapi hanya sebatas tahu aku di kamar lain lalu pergi.
Sempat juga berpikir jika Bayu selingkuh, itu akan lebih baik. Ada orang lain yang menjadi alasan penyebab sikap dinginnya. Sedangkan ini tidak ada orang lain yang menyebabkan Bayu seperti itu.
***
"Makan, yuk, Nadia."
Terkejut setelah tiga pekan aku tidak peduli pada Bayu. Pagi ini dikejutkan dengan sikap perhatian Bayu.
Rasa lapar di perut kutahan dan langsung pergi ke halaman belakang. Aku makan kadang-kadang jika sudah sangat lapar dan tidak lagi menggunakan uang dari Bayu. Uang hasil kerjaku dulu masih ada.
Cepat aku melangkah mengindari. Sehari berhasil tidak menyahut ajakannya. Semakin bergemuruh kebencian ini. Ketagiahan melakukan hal yang tidak baik ini demi mendapatkan keadilan; perhatian.
***
Setiap hari Bayu selalu punya cara agar bisa mendekatiku. Mulai dari bangun pagi sampai jam tidur. Apakah Bayu tulus, aku juga tidak tahu. Hal pasti jika setelah sebulan aku benar-benar diam, ia menjadi kelimpungan. Kukira akan marah-marah dan berpisah menjadi solusi. Walau itu adalah hal yang sangat tidak kuingini. Siapa yang mau rumah tangganya hancur.
"Kita sarapan bareng, ya," bujuk Bayu pagi ini. Ini rumahnya, tentu sajania bebas membuat kunci cadangan rumah.
Aku ingin sekali marah saat Bayu sudah ada di tepi kasur pagi-pagi buta. Jika sebulan lagi tetap tidak ada nafkah yang diberikan; karena aku menolak semua pemberiannya. Maka akan jatuh talak satu.
Aku melengos cepat hendak ke kamar mandi. Bayu menahan tanganku dengan capat. Ini bukan kali pertama Bayu benar-benar mencoba sekuat tenaga agar mendapatkan perhatianku kembali. Namun, rasa sakit ini jauh lebih besar hingga sulit ditaklukkan.
***
Bayi rupanya tidak putus asa. Ia terus saja mengekor ke manapun aku pergi di segala penjuru rumah. Aku memang tidak mungkin kabur dari rumah ini. Sama saja terlihat buruk sebagai seorang wanita. Terlebih lagi aku tidak mau mempermalukan keluargaku.
"Aku tidak akan berangkat kerja sebelum kamu makan apa yang aku kasih ke kamu." Bayu ikut jongkok di dekatku.
Selurus-lurusnya lelaki tetap tenaganya kuat juga. Ia menahan tanganku dengan kuat saat hendak beranjak. Aku terjungkal menimpa tubuhnya. Kepala Bayu terhantuk pot bunga hingga terdengar suara keras.
Aku yang hendak menjauh menjadi iba. "Mas tidak apa-apa?"
Suara yang sudah dua bulan tidak aku ucapkan mengalir kaku dari lidahku. Perlahan aku bangkit dan menolongnya. Rencana tidak bersinggungan hari ini tidak berhasil. Rasa patuh dan hormat sebagai istri kembali membuatku melemah.
"Terima kasih sudah mengobati lukaku," ucap Bayu seraya menggenggam jemariku di saat lukanya selesai aku beri obat.
Seandainya sejak pertama Bayu perhatian seperti ini. Tidak akan aku menjadi pribadi yang seperti sekarang.
"Lepas!" Kutepis kasar tangannya. Masih belum bisa menerima ucapan perhatian itu saat ini.
***
"Aku minta maaf, Nadia. Kumohon. Jangan kita seperti ini. Aku tidak kuat kamu perlakuan seperti ini."
Baru juga bangun tidur sudah mendapatkan hal mengesalkan. Bayu menungguku di depan pintu kamar dan langsung menghambur hendak memelukku. Menghindar menjadi solusi terbaik. Semalam kutaruh sofa menghalangi pintu kamar agar Bayu tidak bisa masuk.
"Nadia! Aku suamimu. Kamu istriku. Ayolah! Kita seperti biasa. Kamu tetap melakukan seperti biasanya tugasmu dan aku juga."
Sesak mendengarnya, kukira usaha perhatian yang dia tunjukkan akhir-akhir ini tulus, ternyata tidak. Rasa ingin mengabaikan tidak mampu. Aku menatap tajam netra Bayu.
"Jadi kami mau aku seperti biasa, Mas! Aku perhatian dan melakukan semua kewajiban sebagai istri. Sementara kamu tidak pernah peduli padaku. Kamu diam saja seperti aku ini hanya robot tidak berhati!"
Bersambung
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
Keping Harapan
Romance"Siapa yang ngemis, Sa. Keluarga Pak Hadi sendiri yang sudah sejak lama ingin menjadikan Nadia sebagai menantu mereka," sanggah Mama. "Tapi Nadia si keras kepala menolak dan lihat. Tiga hari lagi akad dan semua sudah siap. Tapi dibatalin begitu saja...