Bayu melakukan pekerjaannya seperti biasa sambil sesekali memantau apa yang kulakukan. Bersama seorang karyawan perempuan, aku duduk dan berbincang setengah harian. Dealer hanya berupa satu ruangan berukuran dua puluh kali dua puluh meter tanpa sekat. Di bagian belakang saja sedikit diberi sekat dari lemari tempat penyimpanan suku cadang. Di belakang lemari itulah, karyawan bisa sembunyi istirahat agar tidak terlihat mencolok dari luar.
"Nadia sayang, kamu mau makan apa?"
Pukul dua belas siang Bayu menghampirinya di saat jam istirahat.
Aku berpikir sejenak sambil membayangkan apa kira-kira yang enak dimakan.
"Ke restoran tempat kita dulu ketemu boleh?"
Bayu tampak mengerutkan alis. Dulu pernah tidak sengaja bertemu denganku di sebuah tempat makan. Cukup jauh lokasinya dari sini, tetapi entah kenapa aku ingin sekali makan di sana.
"Harus tunggu semua karyawan yang istirahat kembali ke sini, Sayang Nadia. Jauh tempat itu."
"Tidak apa-apa. Aku dari tadi juga ngemil kok, tidak terlalu lapar."
"Tapi aku lapar," keluh Bayu.
***
Mataku berseri menatap tempat yang dulu menjadi lokasi istirahat jika jam makan siang. Meski tidak setiap hari, tetapi aku seringnya ke tempat ini. Seperti ada sebuah kerinduan yang mendalam pada masa lalu. Di mana aku masih bebas menjalani hidup tanpa ada yang mengatur seperti ini. Namun, aku bersyukur, sekarang Bayu sudah berubah membuktikan cintanya.
"Aku mau duduk di sana, ya, Mas." Kutunjuk sebuah meja yang dulu menjadi tempat favorit. Sekarang sudah lewat jam istirahat kantor, sedikit sepi.
"Aku ke toilet dulu." Bayu mengangguk seraya pergi.
Mengamati ruangan sambil memilih menu makanan. Samar-samar kudengar suara orang memanggil.
"Nadia."
"Aku mau makan ini, ya, Mas." Tanpa menoleh kukira Bayu yang datang.
"Kamu sama suami kamua, ya, ke sini."
Sontak kualihkan pandangan ke asal suara. Terdiam beberapa saat sambil terus berpikir. Benarkah yang terlihat di pandang.
"Ma-mas. Mas Wira!"
"Aku senang kamu masih ingat sama aku. Aku juga senang kamu baik-baik saja." Wira tersenyum padaku. Sebuah senyuman yang menyiratkan ada kesedihan mendalam.
"Mas kenapa di sini." Aku bangkit dari duduk, ada rasa takut dan panik.
"Kamu sedang hamil, ya, Nadia? Wah! Selamat, ya." Mata Bayu langsung menatap area perut yang belum begitu terlihat buncit.
"Terima kasih." Mendadak menjadi gugup mengingat Bayu pasti akan salah paham jika melihat semua ini.
"Bayu bersikap baik 'kan ke kamu? Aku harap dia tidak menyakitimu walau sedi kiiit saja." Ada nada kecewa mendalam pada ucapan Wira. Apalagi tatapan matanya juga.
"Maaf, Mas. Mas sudah mencampakkan aku. Tidak apa-apa. Sudah aku maafkan. Tapi sekarang kita punya hidup masing-masing. Tolong! Aku tidak mau tahu kenapa Mas dulu membatalkan pernikahan. Aku hanya mau bahagia, Mas. Tolong! Pergilah."
Aku tidak mau kebahagiaan yang baru kureguk bersama Bayu menjadi berantakan karena kemunculan Wira. Semenjak Wira membatalkan pernikahan, sejak saat itulah aku tidak lagi mengingat tentang dirinya. Berusaha sekuat hati hanya memikirkan Bayu yang sah sebagai suami.
"Maaf, Nad!" Wira menunduk dengan wajah benar-benar sedih. Bahkan matanya berkaca-kaca saat kembali menatapku dengan tegak.
"Mungkin kita memang tidak berjodoh, Nad. Maafkan aku." Wira menghembuskan napas berat. "Tapi aku mau kamu tahu sesuatu."
"Toloong, Mas! Aku tidak mau tahu apa pun. Tadi sudah kubilang aku sudah memaafkan–"
"Nadia! Kamu harus tahu!" Wira memotong ucapanku dengan cepat. Sepertinya ada hal berat dan memang penting yang ingin ia sampaikan.
Aku mencari di mana suamiku, apakah sudah kembali atau belum. Tidak ada Bayu dalam jangkauan pandanganku.
"Nad! Aku bukan mau merusak kebahagiaan kamu. Aku hanya merasa sangat bersalah telah bodoh selama ini. Aku membiarkan orang lain membuat kita terpisah."
"Cukup, Mas. Sekarang aku sedang hamil. Aku sudaj bahagia dengan pernikahanku. Jangan ganggu aku, Mas. Kita tidak ada masalah apa pun. Semoga Mas juga bisa menghargai perasaan istrinya, Mas."
Wira menatap sedikit tajam, tidak terima dengan apa yang kukatakan. "Aku belum menikah, Nad," lirihnya.
"Kamu tahu, Nad. Aku tersiksa membatalkan pernikahan kita. Aku tidak bisa mencintai wanita lain, Nad!"
Aku sangat benci hal ini. Aku tidak mau terjadi hal yang tak diinginkan. Lebih baik pergi dan beranjak mencari tempat lain. Heran kenapa Bayu tidak kunjung kembali dari toilet.
"Nadia tunggu! Dengarkan aku seben taar saja!" Wira memohon dengan menghadang langkahku.
"Sekali ini saja. Setelah itu kamu boleh benci aku selamanya. Terserah kamu. Aku hanya mau kamu tahu itu aja."
Kami menjadi pusat perhatian di restoran. Seperti pasangan yang tengah bertengkar. Tidak nyaman sekali. Terpaksa aku mengalah dan duduk di meja kosong terdekat.
Wira langsung mengambil posisi di depanku yang hanya terhalang meja. "Terima kasih, Nad."
"Cepatlah bicara!"
"Bayu yang sudah membuat aku membatalkan pernikahan kita."
Aku mengankat sudur bibir dengan rasa sesak. Tega sekali Wira menyalahkan Bayu. Sudah jelas Bayu yang telah menyelamatkan kehormatan keluargaku dari rasa malu atas ulahnya.
"Kamu pasti tidak percaya, Nad. Apalagi sekarang kamu sedang hamil. Aku tidak mau kamu bertengkar dengan Bayu. Hanya saja kamu harus tahu. Jika Bayu yang sudah mengatur semua ini agar dia yang menikahimu."
Bersambung
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
Keping Harapan
Romance"Siapa yang ngemis, Sa. Keluarga Pak Hadi sendiri yang sudah sejak lama ingin menjadikan Nadia sebagai menantu mereka," sanggah Mama. "Tapi Nadia si keras kepala menolak dan lihat. Tiga hari lagi akad dan semua sudah siap. Tapi dibatalin begitu saja...