Bab 4 Mata Dingin

9 4 1
                                    

Seketika lemas. Terduduk di lantai. Tangan meremas kuat surat pengunduran diri yang diserahkan Bayu. Menatap wajah suamiku tampak datar saja sambil duduk santai di sofa. Hatiku menjerit.

Beberapa saat aku tidak dapat merasakan apa pun. Entah apa yang aku dengar dan lihat ini. Berharap hanya mimpi.

Tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Sama sekali tidak ada sedikit pun niat berhenti bekerja. Lalu di hari setelah menikah aku merasakan kehilangan seluruh perjuangan hidupku.

Sekarang seharusnya aku menikmati hari bahagia. Namun, sikap Bayu sama sekali tidak dapat kumengerti. Walau hanya beberapa kali bertemu, tetapi dulu dia sangat ramah.

Kulihat Bayu masih datar saja. Ia sibuk memainkan ponsel tanpa sedikit pun melihat ke arahku. Berpikir tentang perasaanku pun tidak. Sesekali ia malah senyum-senyum menatap layar ponselnya.

Aku mencoba bangkit setelah sesak semakin memenuhi dada.

“Mas,” lirihku memanggilnya. Bayu tetap pada posisi.

Aku berjalan pelan dengan gemetar mendekat. “Mas,” panggilku sekali lagi.

“Kamu sudah masak apa belum. Aku lapar.” Bayu menaruh ponsel di atas meja lalu bangkit.

“Aku mau mandi. Siapkan makanannya. Nanti selesai mandi aku makan.” Bayu berjalan menuju kamar kami di lantai atas.

Aku tersenyum dalam kepedihan. Dia berlalu seperti tidak ada hal penting yang terjadi.

Kutaruh surat yang telah kusut teremas, di atas meja. Menghapus sudut mata yang berair. Sekarang saatnya kulakukan tugasku sebagai seorang istri. Biarlah sejenak kulupakan emosi di dada.

Berjalan ke dapur menyiapkan makanan yang kira-kira memang kesukaannya. Aku belum tahu apa pun tentang pribadi Bayu. Hanya sedikit tahu jika dia adalah lelaki yang baik. Itu yang kulihat dulu.

Ada rasa heran kenapa dia menuliskan nama-nama makanan di kertas lalu ditempel di pintu kulkas. Berpikir positif saja. Mungkin itu caranya agar aku langsung tahu.

Makanan telah tersaji. Semoga setelah ini, Bayu akan mengatakan hal baik.

Aku menatap puas hasil masakanku yang tersaji di atas meja saat Bayu datang.

Aku menyunggingkan senyum manis sebagai bentuk melayani suami. Walau Bayu jauh lebih muda dariku, tetapi dia harus diperlakukan dengan hormat.

Ekor matanya sekilas menatapku tanpa ekspresi. Aku dapat merasakan seperti membeku. Dia tidak bicara sedikit pun. Langsung duduk dan mulai menaruh lap di atas pangkuan.

Aku terkesiap sesaat hingga suara dehamannya mengejutkan lamunan. Gegas kuambil piring dan menaruh nasi serta lauk yang telah kumasak di atasnya.

“Ini, Mas.” Kusajikan dengan sopan. Semoga suamiku suka.

Bayu makan tanpa bersuara. Tidak mengapa, memang begitu seharusnya. Aku pun duduk dan mulai ikut makan tanpa bisa konsentrasi. Makanan terasa sulit ditelan.

“Kamu tidur dulu. Aku mau olahraga di depan.”

Bayu cepat sekali makannya. Nasi, lauk dan sayur habis tidak bersisa. Alhamdulillah. Senang, berarti masakanku bisa cocok di lidahnya.

Aku malah yang tidak berselera makan. Kupaksa menghabiskan sedikit lagi nasi agar tidak mubazir.

“Kalau makan itu jangan nglamun!”

Aku terkejut sampai-sampai sendok dalam tanganku terlepas hingga jatuh mengenai piring. Bunyi denting sendok dan piring sangat tidak nyaman. Malu sekali apalagi saat Bayu seperti menutup telinga sebelah.

Dia mengambil minuman dingin dari kulkas lalu pergi lagi. Namun, baru berapa langkah ia kembali.

“Kamu mau aku mempekerjakan pembantu yang bagaimana,” ucapnya datar. Seharusnya kalimat itu adalah pertanyaan, tetapi sama sekali tidak terdengar seperti bertanya.

“Aku tidak mau dibilang menjadikan istri seperti pembantu. Aku hanya tidak ingin bila nantinya antara pembantu dan istriku tidak ada kecocokan.”

Aku tidak mengerti maksudnya. Walau tanpa pembantu, aku tetap bisa menangani semua. Saat ini aku belum punya anak. Semua alat rumah tangga modern yang mempermudah pekerjaan juga tersedia.

“Tidak perlu pembantu, Mas. Aku bisa melakukan semua sendiri.”

“Kamu yakin? Kamu tidak akan kesepian.” Matanya menelisik ke dalam wajahku. Enyah mengapa jantungku berdebar tidak nyaman.

“Aku mau kamu hanya menjadi istriku saja. Menjadi layaknya bagaimana seorang istri dan ibu rumah tangga. Kamu tidak boleh bekerja lagi. Kamu tidak boleh keluar rumah tanpa aku. Kamu harus menuruti semua aturanku.”

Matanya sangat dingin. Tidak mengancam, tetapi justru sangat menakutkan. Inikah Bayu yang pernah beberapa kali bertemu denganku?

Inikah aslinya. Dulu kakaknya yang hendak dijodohkan denganku. Lalu kenapa dia merusak masa depannya sendiri dengan datang pada orang tuaku untuk menikahiku.

Dia tampan, banyak gadis muda yang jatuh cinta pastinya. Lalu, apakah aku ini …. Kutepis jauh-jauh perasaan itu. Ini masih malam kedua setelah pernikahan. Kami hanya perlu saling mengenal. Semoga esok lebih baik.

“I-iya, Mas.” Lidahku berucap lemah setelah beberapa lama hanya bisa terdiam.
“Kamu wanita karier. Itu dulu. Sekarang kamu istriku. Hormati aku.” Bayu menunjukkan kekuasaannya.

“I-iya, Mas.” Hanya itu yang dapat terucap sambil menunduk. Padahal tanpa ia minta pun. Aku sudah sangat menghormatinya.

Diriku menyadari usia yang jauh berbeda. Harus kutunjukkan bahwa aku adalah wanita dewasa yang sudah bisa melakukan tugas sebagai istri dengan baik.
“Tidurnya jangan malam-malam. Tidak baik buat wajahmu.”

Kata-katanya ringan, tetapi hati ini mendadak tersakiti. Seakan ia ingin mengatakan jika aku tua.

Semakin rendah aku menunduk. Bayu berlalu pergi. Aku terduduk kembali hampir membuat kursi terjengkang.
Ini tidak seperti yang aku bayangkan.



Bersambung

Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!

1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai


Keping HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang