Bab 10 Mencoba Lari

3 0 0
                                    

Sengaja menggunakan pakaian yang Bayu tidak suka untuk mencari perhatiannya. Baju tertutup, pasti sebab jika tidak akan repot urusannya. Apalagi ada mama mertua, tidak ingin kalau masalah rumah tangga kami diketahui. Sebagai seorang istri harus mampu menjaga kehormatan suami. Akan kutemukan cara mendapatkan hakku sebagai istri yang pantas dianggap ada tanpa menjelekkan Bayu pada siapa pun.

Seperti biasa. Pandangan Bayu lurua ke depan sambil memegang kemudi yang sudah siap melaju sementara pintu mobil sebelah kiri dibuka lebar. Pelan sekali aku berjalan sambil sesekali menengok ke belakang, takut ada mama mertua atau keluarga Bayu yang lain melihat.

Selangkah demi langkah sengaja mengundang emosi Bayu yang tidak suka segala bentuk keterlambatan. Taktikku berhasil kali ini. Bayu menoleh ke arahku setelah lama menunggu. Pandangannya yang semula biasa mendadak lebar. Wajahnya terlihat geram.

Aku salah duga lagi. Berharap dia bicara panjang lebar saat kesal seperti yang dulu pernah dilakukan. Ternyata Bayu turun dari mobil dan berjalan cepat menuju ke arahku. Langkah kuhentikan dan menunggu. Bayu menyeretku masuk ke dalam mobil. Bahkan ia membanting pintu mobip cukup keras.

Terkejut bukan main melihat sikap Bayu. Ia menyalakan mesin mobil dan turun lagi. Setelah sampai di samping pintu tempatku duduk, ia berbalik sambil memberikan kode jika aku harus diam saja. Rasa takut memikirkan jika mungkin Bayu akan mengadu semakin menambah resah.

Cukup lama Bayu baru kembali ke mobil. Tangannya membawa sesuatu. Setelah sampai ia memberikan paper bag yang tampak penuh itu padaku. Mobil melaju cepat membuat aku lagi-lagi terkejut.

"Kamu mau ganti baju sekarang atau aku tidak akan bicara selamanya sama kamu!"

Bayu bicara juga. Nada ketus dengan tatapan tajam ke jalanan. Tangan mencengkeram setir mobil. Saat inilah yang kutunggu-tunggu.

"Bukannya selama ini kamu juga tidak bicara, Mas. Kapan kamu mengajakku bicara? Berapa kali? Bisa dihitung, Mas. Aku ini bukan patung, aku manusia. Aku istrimu. Aku patuh sama kamu. Semua kemauan kamu aku turuti. Selama ini aku diam mengalah. Kurang apa aku, Mas. Aku kurang cantik, kurang …." Napasku hampir habis mengungkapkan semua itu dalam satu kali bicara.

Bayu mengerem mendadak. Untung jalanan sepi hingga tidak terjadi kecelakaan. Matanya menatap tajam ke arahku. Balas kulakukan hal yang sama. Kurang ajar memang apa yang kulakukan, tetapi ini demi mendapatkan kejelasan dari perlakuan Bayu selama ini.

"Marah, Mas. Ayo marah! Aku tidak mau lagi kamu anggap seperti robot yang tidak butuh kasih sayang. Hanya kamu jadikan alat pelengkap saja, Mas. Aku manusia, Mas! Manusia!" Melihat sikap Bayu yang hanya bergeming semakin menambah gemuruh di dada. Kuungkapkan lagi kekesalan mendalam.

"Buat apa Mas merancang pesta mewah. Memberikan aku hadiah kalau aku hanya dianggap patung. Aku ini apa, Mas? Apa!"

Tak lagi kupegang rasa hormat pada suamiku. Emosi telah membuatakan hingga berani bicara dengan nada tinggi.

"Mas mau bikin pesta lagi seperti tahun lalu, iya! Di depan semua orang dianggap sangat menyayangi istri. Mereka mengira aku paling beruntung. Tapi kenyataannya apa, Mas! Apa!"

"Nadia," lirih Bayu berkata setelah semua kemarahan yang kuungkap. Wajahnya tampak berubah, ada semburat kesedihan terpancar di sana.

"Aku ini istrimu, Mas. Iya! Istrimu! Lalu kenapa aku tidak boleh bicara seperti suami istri? Kenapa kamu menikahiku, Mas. Kenapa?"

"Nadia." Bayu mencoba meredam emosiku.

"Aku lelah, Mas. Lelah! Dua tahun itu lamaaaa, Mas. Lama! Aku tua! Iya! Aku tidak cantik! Iya! Jawab, Mas. Kenapa kamu menikahiku? Apa aku punya salah? Apa salahku, Mas. Apa!"

"Nadia." Bayu tertunduk dengan suara melemah.

Aku takut semakin tak terkendali gejolak murka yang lama terpendam ini. Beranjak turun meski tidak tahu mau ke mana.

Kaki baru turun sempurna, tetapi tangan ditarik dari belakang. Aku menoleh dan Bayu tampak kesulitan berada di dalam mobil dengan posisi hampir tersungkur menarik tanganku. Melihatnya yang ada hanya rasa sesak. Kutepis kasar tangannya lalu pergi menjauh dengan cepat.

"Nadiaaa!" Terdengar teriakan Bayu. Tidak kupedulikan. Jika aku memang benar berarti untuknya, harusnya ia mengejarku dan membuktikan dengan merubah sikapnya.

"Nadiaaa! Tunggu!"

Semakin cepat aku melangkah entah ke arah mana. Hanya ingin lekas pergi. Air mata setia menemani hingga basah kerudung di bagian leher. Asin terasa di mulut saat mulut terbuka mengambil napas yang tersengal.

***

"Maafkan aku, Nad. Kumohon. Jangan pergi. Maafkan aku," rengek Bayu setelah berhasil menemukanku.

Setengah hari aku bersembunyi setelah lari dari Bayu. Tak kusangka ia ternyata berhasil mengejarku sebab aku tidak mungkin pulang ke rumah apalagi ke rumah orang tuaku. Hanya akan menambah masalah.

"Kumohon, Nad. Maafkan aku. Besok ulang tahun pernikahan kita. Aku janji tidak akan diam lagi ke kamu. Aku mohon, Nad. Pulang," bujuk Bayu.

Wajahnya begitu memelas. Kenapa tidak sedari dulu ia bersikap peduli padaku. Aku hanya memikirkan bagaimana orang tua kami. Jika terjadi masalah pada kami maka orang tua juga akan menanggung malu. Terlebih aku takut hubungan baik mereka akan retak.

"Aku mau kita pisah saja. Antarkan aku pulang." Ucapanku bersumber dari hati yang tersakiti, bukan hati yang menampung sisi baik.



Bersambung

Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!

1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai

Keping HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang