Met malam, met berakhir pekan. Ingat tinggalkan jejak yah. Btw cerita ini sudah ada di googleplay, tersedia pdfnya juga yah.
Happy reading
💗💗
Alexa menatap Albert yang tengah mengemudikan mobil dengan wajah tegang. Rahang pria itu mengeras. Beberapa kali Alexa mendengar suara gemertak gigi Albert yang beradu, menahan kemarahan yang sekuat tenaga berusaha dilakukannya. Ini pertama kalinya Alexa melihat Albert begitu marah. Entah apa yang terjadi antara dirinya dan Peter saat mereka berbicara. Apa pun itu Alexa yakin pembicaraan itu berakhir buruk.
Lagi pula sejak kapan pembicaraan Albert dan Peter berakhir baik?
Di genggamnya tangan Albert. Sesekali Alexa mengelus tangan yang kini tengah memegang kemudi mobil. Tidak ada pertanyaan yang diucapkannya. Alexa tahu Albert akan menceritakan semuanya ketika pria itu sudah siap untuk bicara. Begitulah mereka menjalani hubungan mereka selama ini. Tidak pernah ada yang bertanya, tapi akan selalu ada pendengar yang baik saat mereka siap untuk menceritakan semua yang mereka rasakan.
Dan seperti dugaannya, cerita itu mengalir dari mulut Albert begitu mereka tiba di apartemen. Pria itu terlihat begitu marah sekaligus lemah di saat bersamaan. Semua perkataan dan ancaman Peter membuatnya tidak berdaya. Albert tentu saja ingin pergi, tapi ketika Peter mulai membawa ibunya, di saat itulah Albert merasa dirinya begitu lemah. Peter masih sangat kuat memegang kendali dirinya.
Alexa mengerti betapa terkekangnya Albert setelah pembicaraan seriusnya dengan Peter. Tapi Alexa tidak bisa mencampuri urusan Albert dan keluarganya. Ia hanya akan menjadi pendengar yang baik, selain berharap kehadirannya bisa sedikit membantu. Setidaknya Albert memiliki seseorang tempatnya berbagi cerita seperti yang dilakukannya saat ini.
"Maafkan aku Lex, aku sudah kalah. Aku tidak punya pilihan," Albert mendesah frustasi. Ia memang selalu kalah ketika Peter menggunakan ibunya sebagai ancaman. Meskipun Albert tidak menyukai ibunya, tapi wanita itu satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Ia tidak mungkin membiarkan wanita itu menderita karena dirinya.
"Kau tidak salah, Al," Alexa memeluk Albert erat, membiarkan kepala pria itu bersandar di dadanya. Oh Albertnya yang malang, seharusnya Alexa tidak membiarkan Albert ke Manhattan kalau pada akhirnya ia harus menyaksikan pria yang di sayanginya menjadi begitu lemah dan hancur seperti saat ini.
Satu-satunya yang ingin dilakukan Alexa saat ini hanyalah kembali ke mansion itu dan mengatakan pada semua orang apa yang Albert rasakan selama ini. Tapi tentu saja Alexa tidak bisa melakukannya. Ia tidak bisa membuat Albert yang begitu di sayanginya semakin terluka. Alexa yakin cepat atau lambat, ketika Albert nanti telah siap, pria itu akan menceritakan semua yang terjadi pada keluarganya tanpa di minta.
Alexa menghela napas, mengecup puncak kepala Albert, "Maafkan aku karena tidak bisa membantumu Al. Aku pikir kehadiranku akan sedikit membantu, tapi ternyata aku salah. Kehadiranku ternyata membuat grandpa-mu semakin marah dan menyakitimu seperti ini."
"Tolong jangan salahkan dirimu Lex. Bagaimana pun juga kau datang kemari bukan atas keinginanmu sendiri," Albert mengangkat kepalanya, menatap Alexa. Dari luar Alexa mungkin terlihat sebagai wanita yang kuat dan angkuh, sayangnya mereka tidak pernah tahu bahwa sebenarnya semua itu hanyalah topeng yang digunakan Alexa untuk melindungi dirinya. Alexa hanyalah wanita biasa seperti wanita kebanyakan, yang tidak setegar dan sekuat penampilannya saat ini.
Kedua tangan Albert memakup wajah Alexa, hingga mata hazel wanita itu kini menatapnya, "Satu-satunya yang membuatku bertahan sampai saat ini adalah kehadiranmu. Kau dengan semangatmu membuatku sadar, bahwa hidup yang kujalani selama ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang sudah kau lalui. Jadi berhenti menyalahkan dirimu, karena kehadiranmu dalam hidupku justru membuatku merasa berharga."