28

1.6K 238 39
                                    

Remang cahaya lampu kamar, gadis itu nampak memeluk lututnya sendiri, mata yang sembab setelah menangis begitu lama, pertemuan yang mengecewakan dengan lelaki yang begitu ia harapkan. Lelaki yang benar-benar mempermainkan semua hubungan.

Mungkin Jennie memang sama egoisnya. Namun dia mulai ingin merubah dan menyatakan namun lelaki itu datang dengan alasan yang menyakitkan. Harapan yang dia genggam terlepas perlahan. Jennie menyesal karna telah mempercayai lelaki yang selama ini dia cintai.

Tak ada jerit tangis, namun mata yang menunjukan kesenduan serta kekosongan memperlihatkan bagaimana gadis ini terpuruk dalam keadaan. Tak perduli perut yang terasa nyeri, Jennie kini telah larut kedalam kesedihan yang menyakitkan.

Langkah pelan Ji terlihat sedikit gontai, ia berjalan bagai orang tak mempunyai tujuan, tangis wajah memperlihatkan jika ia menyesali apa yang telah dia lakukan, meruntuki kemunafikan yang terus ia tunjukan. Ji hanya sedikit terbawa emosi ketika lihat peluk hangat antara Leo dan Jennie. Itu menyakitkan hingga membuatnya tak bisa berkata sebenarnya.

Ji terduduk dilembutnya pasir, ia rasakan air yang mengalir membasahi kakinya, angin malam ini terasa begitu dingin, Ji peluk lututnya sendiri, kenapa dia begitu sangat bodoh? Kenapa sulit sekali berkata jika AKU MENCINTAIMU kenapa?

Ji kepalkan tangannya dengan kuat lantas dengan keras ia pukul dadanya sendiri berkali-kali, menyakiti diri agar sang hati sadar akan kesalahan yang telah diperbuat, menghancurkan dinding harga diri dengan berteriak bagai orang gila.

"Berhenti menatapku begitu bedebah"

"Kau harusnya bisa menjaga dirimu dengan baik. Lihatlah kau terserang demam karna kau terlalu memaksakan dirimu untuk bekerja"

"Katakan saja jika kau merindukan ku Kim"

Ji mulai berdiri, ia berjalan cepat lantas berlari menuju jalan raya, memberhentikan taxi dan menyuruh sang supir untuk segera menuju kekediaman Jennie.

Jennie lirik surat pengadilan yang baru sampai, Rose memberikan surat itu padanya dan meminta gadis ini menandatangani surat ini,

"Untuk apa kau merasa ragu? Dia tak pantas kau pertahankan, lebih baik kau berpisah dan bukan kah memang kau menginginkannya sekarang, unnie ?" Rose berucap. Ia tau alasan kenapa Jennie pulang dan menangis dikamar. Mengurung diri kembali, Leo telah menceritakan semuanya.

"Rosee..." Jennie berucap lirih lantas memeluk Rose dan memeluk erat kaka ifarnya ini,

"Sudah, sudah," Rose mengusap pelan punggung Jennie.

"Dia brengsek, bajingan, bedebah. Aku kesal sekali Rosieee..tapi..aku mencintainya. Aku sangat mencintainya, kenapa dia melakukan ini padaku" Jennie menangis dalam dekapan Rose.

"Jim oppa, terlalu bodoh untuk melakukan ini padamu, sudah relakan saja. Dan berpisah itu lebih baik" Rose melepas pelukan, lantas menghapus air mata Jennie.

"rose, aku harus bagaimana? " Rose lihat wajah pucat-sembab gadis ini. Ji benar-benar sialan pikirnya. Bisa-bisa dia membuat ibu hamil muda seperti ini.

"Semua ada ditanganmu, tapi jika dia memang telah mengecewakanmu, kenapa tidak kau melepaskannya?" Rose berucap, Jennie terdiam ia tatap surat cerai, namun semua keraguan terhenti ketika teriakan lelaki itu terdengar.

"JENNIE,"

Rose menghela nafas, lelaki bodoh itu akhirnya datang juga, Jennie dengan cepat berdiri dan keluar dari kamar, diikuti Rose yang nampak mempersiapkan diri dengan live-drama yang mungkin akan segera terjadi

LIAR{END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang