13. Kembali Hampa

18 9 2
                                    

Semenjak kepergian kakek, Lisa kembali menjadi sosok pendiam yang seperti tidak punya tujuan hidup.

Baru sebentar rasanya Lisa bisa tersenyum tanpa paksa bersama kakek, tapi kini, itu semua sudah hilang.

Lisa dan keluarga besar sedang berziarah ke makam kakek. Mereka semua berkumpul mengelilingi makam kakek. Kecuali Lisa, gadis dengan rambut sebahu itu hanya berdiri 10 langkah dari makam. Ia tak kuasa jika semakin dekat.

"Ayo, Lisa!" Kevin merangkul Lisa agar berjalan bersamanya.

Keadaan hening, tak ada yang membuka suara di rumah besar ini. Pemimpin mereka sudah tiada.

"Nenek ingin tau apa pesan kakek pada kalian," ucap nenek tersenyum.

"Kalian semua sudah menjaga kakek sebelum kakek pergi, pasti banyak yang kakek bicarakan." Lanjutnya.

"Halil, bisa ceritakan?" Tanya nenek pada Halil, cucu tertuanya.

Halil, lelaki yang akan menduduki kelas 12 itu mengangguk. Semua perhatian kini tertuju padanya.

"Sebenernya banyak yang kakek sampaikan. Secara garis besar, kakek meminta kami semua untuk selalu rajin belajar."

Lisa mendongak, perasaannya tak enak.

"Kakek juga bilang, nomor 1 adalah segalanya, jadi, kami harus jadi nomor 1 di manapun."

Lisa menggeleng, bukan itu yang kakek bilang. Ia menatap satu persatu sepupunya yang nampak heran tapi tak bisa berbuat apa-apa.

***

"Maksud kamu apa bilang kayak tadi?" Tanya Lisa pada Halil yang sedang santai bermain ponsel.

"Apa?" Ia balik bertanya.

"Kakek nggak bilang gitu. Kakek minta kita buat ngelakuin apapun yang kita suka dan menurut kita baik. Nggak harus jadi nomor 1."

Halil berdiri. Ia sedikit menunduk agar bisa menatap mata Lisa.

"Silahkan bilang begitu, nggak akan ada yang percaya sama anak peringkat bawah kayak lo!"

Halil kembali duduk dan memainkan ponselnya.

"Kenapa bohong? Kamu nggak kasian sama kakek? Sama aja kayak kamu nuduh kakek bilang begitu, padahal enggak."

"Lisa, Lisa. Udahlah, jangan terlalu jujur jadi orang, bohong dikit nggak masalah kan?"

"Sodara-sodara yang lain pasti mau jujur." Lisa hendak beranjak.

"Emang mereka nganggep lo sodara ?

Langkah Lisa terhenti, ia berbalik. Halil sudah berada di hadapannya.

"Gue udah capek-capek ngelakuin segala hal buat jadi peringkat 1. Gue nggak mau semua yang gue usahain jadi sia-sia cuma karna kakek yang berubah pikiran sebelum dia mati."

"Jaga omongan kamu ya!" Lisa tak terima Halil berkata demikian.

Halil tersenyum miring. "Jangan naif deh, lo juga sama tersiksanya kan kayak gue? Ini semua ulah kakek kalo lo lupa."

"Gue udah pertahanin peringkat 1 ini selama 5 taun. Seenggaknya 1 taun lagi lah, biar sama kayak lo."

Lisa menatap Halil bingung, apa maksudnya?

"Selama 6 taun lo peringkat 1, selama itu juga gue tersiksa di rumah gue sendiri. Yang gue dapet cuma makian dan kekerasan fisik. Gue les sana-sini tiap hari, lo pikir nggak capek?" Halil menatap Lisa tak suka.

"Sementara lo, hidup lo enak, jadi kesayangan kakek nenek, dapet apapun yang lo minta, jadi pusat perhatian pas kumpul keluarga, gue juga pengen Lisa."

Cheese LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang