19. Bungkam

15 9 6
                                    

"Lisa, janji sama gue, lo nggak boleh takut lagi sama Ceisya atau Yasmin, atau siapapun itu lah. Janji sama gue, lo bakal jadi Lisa yang lebih berani dari sebelumnya." Lunna menatap Lisa serius.

Lisa tersenyum lalu mengangguk. "Lisa nggak akan takut lagi sama siapapun, asal Lisa nggak salah."

Lunna tersenyum bangga pada Lisa. Ia lalu beralih menatap Numa yang masih saja menangis.

"Numa, lo juga janji sama gue, buat ada di samping Lisa terus, sama lo Lisa jadi lebih baik. Janji lo harus jadi Numa yang berani nolak, jangan terlalu baik sama orang, apalagi orang sejenis Ceisya sama Yasmin."

"In syaa Allah, Lunna. Kamu juga janji, harus baik-baik di sana, harus jadi lebih baik dari Lunna yang kemarin-kemarin, ya." Numa menghapus air mata di kedua matanya.

"Udah ah jangan nangis-nangis segala." Lunna tertawa setelah mengatakan itu.

"Yuk!"

Ketiganya lalu berjalan beriringan keluar dari pekarangan sekolah. Tujuan mereka adalah rumah Lunna.

***

"Yuk masuk!" ajak Numa.

Setelah mengantar dan menunggu Lunna berangkat, Numa mengajak Lisa untuk mampir ke rumahnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi." Hannah membukakan pintu lalu ternyum melihat siapa yang datang.

"Udah berangkat temennya?" tanya Hannah.

"Udah Umma, makanya bisa ada di sini," jawab Numa.

"Kenapa Umma nggak boleh ikut sih tadi? Kan Umma mau kenalan sama orangtuanya temen kalian."

"Kan Abi buru-buru tadi, Umma lupa?"

Hannah terkekeh mendengar jawaban dari putrinya.

"Abi belum pulang Umma?" tanya Lisa yang sejak tadi hanya menyimak.

"Belum nih, kayaknya penting banget urusannya."

Lisa mengangguk paham.

"Eh, tadi Umma cocok kan jadi Umma-nya Lisa?" tanya Hannah  dengan senyum mengembang.

"Cocok Umma, kan emang Umma itu Umma-nya Lisa."

Lisa hanya tertawa melihat interaksi ibu dan anak ini.

Saat pengambilan rapor tadi memang Hannah yang menjadi wali Lisa, karena Kevin belum juga pulang, tidak mungkin juga Lisa meminta tolong pada Nala, orangtuanya? Ah, jangan harap.

"Ya udah, kalian lanjut lagi aja ngobrolnya, Umma mau ke belakang dulu." Hannah beranjak setelah Numa dan Lisa mengangguk.

"Senin nanti kita class meeting, ya ampun Numa semangat banget tau," heboh Numa.

Senyum Lisa memudar seketika, ia baru ingat seminggu ke depan jadwalnya class meeting.

"Kenapa Lisa?" tanya Numa. Ia menyadari perubahan ekspresi gadis di hadapannya itu.

"Lisa nggak ikut class meeting."

"Hah? Kenapa?" tanya Numa heran.

"Waktu itu nilai Lisa sempet turun, jadinya dari class meeting sampe liburan, Lisa les di rumah."

Numa diam, tak tahu harus merespon bagaimana.

"Semangat class meeting-nya Numa, have fun, ya."

Numa hanya tersenyum kikuk dan mengangguk.

***

Pagi-pagi buta di hari Senin, Halil sudah bertengger di atas sepeda motor kesayangannya menunggu Lisa.

Cheese LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang