16. Kakek

11 8 2
                                    

Lisa, Numa dan siswa-siswi lainnya baru saja menyelesaikan ujian tengah semester mereka. Ekspresi lega jelas terlihat dari wajah-wajah mereka. Sama halnya dengan Numa. Gadis berjilbab itu tak henti-hentinya berucap Alhamdulillah sedari tadi.

"Kenapa Alhamdulillah terus sih, Numa?" tanya Lisa.

Numa menghentikan aksinya yang komat-kamit sejak tadi. Ia lalu membawa Lisa duduk di salah satu kursi.

"Numa lagi bersyukur Lisa. Alhamdulillah ujian Numa berjalan dengan lancar atas izin Allah," katanya.

Lisa hanya mengangguk saja.

"Emangnya Lisa nggak bersyukur gitu?"

Lisa berpikir sejenak. Selama ini yang ia rasa setelah ujian adalah takut. Takut jika tak bisa mendapatkan peringkat 1 seperti yang Mama dan Papanya mau.

"Lisa takut," cicitnya.

Numa bingung, ia tidak mengerti maksudnya perkataan Lisa.

"Maksudnya?" tanya Numa dengan wajah bingung.

Lisa menggeleng, ia lalu berdiri dan menarik kedua tangan Numa agar ikut berdiri.

"Lisa mau ajak Numa buat ketemu seseorang, mau nggak?"

"Siapa?"

"Orang penting, mau nggak?" tanya Lisa sekali lagi.

Numa mengangguk. "Numa kabarin Abi dulu, ya."

Dua orang gadis dengan seragam putih abu-abu itu berjalan beriringan, hendak menunggu bapak di depan sekolah.

Lisa menghela nafas kasar tatkala mobil Ceisya dan antek-anteknya berhenti tepat di depannya dan Numa. Memang sudah biasa, tapi kali ini ada Numa, Lisa tak enak hati jika Numa terkena masalah karenanya.

Numa yang heran dengan kedatangan mereka berjalan mendekat.

"Ada apa, Cei?" tanyanya.

"Eh, ada Numa," katanya tersenyum.

Ceisya lalu melirik Lisa dengan tersenyum miring. "Tuan putri udah nggak sendirian lagi, ya? Panas-panasannya ngajak-ngajak sekarang. Nggak asik ah!" katanya panjang lebar.

"Numa, kenapa mau sih temenan sama si ansos ini?" Yasmin bertanya cukup kencang, hingga Lisa dapat mendengarnya dengan jelas.

Lunna mulai jengah, tapi ia tak ada pilihan lain selain diam.

"Kirain ada keperluan apa." Numa berbalik, berjalan ke arah Lisa kembali.

"Ati-ati, Num, nanti lo ketularan ansos kayak dia!" Setelah berucap demikian, Ceisya melaju dengan gelak tawa.

Lisa meremas rok selututnya, ia berusaha mengatur emosi dengan mengatur nafasnya.

"Itu bapak."

Lisa menoleh, benar saja, bapak sudah hampir sampai.

Kedua gadis itu segera masuk saat bapak berhenti.

***

"Kita mau ketemu orang di sini?" tanya Numa tak yakin.

Lisa hanya tersenyum mengangguk.

Numa terus saja memerhatikan sekeliling, rasanya aneh jika ada yang tinggal di daerah ini, kecuali orang itu penjaga tempat ini.

"Lisa mau ngenalin Numa sama penjaga kuburan di sini?" tanya Numa lagi.

Spontan Lisa menghentikan langkahnya, ia sedikit tertawa mendengar pertanyaan polos Numa, terlebih melihat ekspresi bingung gadis itu.

Cheese LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang