2. Jalan-jalan ?

30 11 5
                                    

Dua minggu kedepan adalah hari libur bagi setiap siswa dan siswi sekolah sebelum memulai semester baru.

Bagi kebanyakan siswa siswi sekolah, liburan adalah waktu yang ditunggu-tunggu, mereka terbebas sejenak dari pelajaran serta tugas-tugas mereka, mereka bisa bersantai bahkan menikmati kebersamaan di tengah kehangatan keluarga, namun lain halnya dengan Lisa, liburan atau tidakpun, ya sama saja.

Lisa merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia baru saja selesai menjawab soal-soal dari salah satu buku latihannya, bukan, itu bukan tugas sekolahnya, itu tugas dari kedua orangtuanya, bukankah sudah diberi tahu tadi, liburan atau tidakpun sama saja bagi Lisa , hanya ada buku pelajaran dan soal-soal latihan dalam 24 jamnya.

Ketukan pintu membuat Lisa beranjak dari kasurnya, dengan malas ia berjalan ke arah pintu untuk membukanya.

"Kenapa Om?" Tanya Lisa, ternyata itu Omnya, Kevin.

"Jam 3 nanti Lisa turun ya, ada yang mau ngajak jalan-jalan."

"Jalan-jalan?" Lisa terheran, pasalnya, aneh saja bila ada yang mengajaknya jalan-jalan selain Omnya.

"Iya, siap-siap ya, yang rapi, yang cantik," Kevin terkekeh setelahnya.

"Siapa Om?"

"Ada deeh," Lisa hanya menghela nafas mendengar jawaban dari Omnya itu.

Lisa kembali menutup pintu kamarnya dan mendudukkan dirinya di tepian kasur, ia melihat ke arah jam weker yang terletak di atas meja belajarnya.

"Jam 2, satu jam lagi," Lisa melangkahkan kakinya ke kamar mandi, ia akan mandi dan bersiap-siap.

Setelah selesai bersiap-siap, Lisa menatap pantulan dirinya di hadapan cermin.
Celana panjang berwarna hitam dan kaos lengan panjang berwarna pink yang sedikit longgar melekat di tubuhnya, rambut pendeknya yang dibiarkan terurai, dan jangan lupakan wajah tanpa ekspresinya.

Lisa akan senang jika yang mengajaknya jalan-jalan adalah Omnya, tapi sekarang ia tidak tahu siapa yang mengajaknya, maka Lisa pun tidak tahu, apakah ia senang atau tidak.

Jamnya sudah menunjukkan pukul tiga, Lisa masih enggan turun karena belum ada tanda-tanda orang datang, ia pun memilih kembali duduk dan menunggu.

Suara pagar yang dibuka membuatnya berdiri dari duduknya, Lisa segera keluar dari kamarnya dan menunggu orang itu masuk, ia hanya berdiri tanpa ada niatan untuk melihat siapa orang itu.

"Lisaa, ayo turun," teriakan Kevin membuatnya mau tak mau berjalan menuruni tangga.

Baru beberapa langkah, kakinya berhenti, matanya membulat sempurna, Lisa memegang erat tepian tangga dengan tangan kanannya.

"Mama, Papa," ucap Lisa tanpa suara.

"Ayo Lisa, kasian Mama Papa nunggu lama," Lisa mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya.

Lisa berdiri disamping Omnya dengan terus menunduk.

"Ayo Lisa, nanti keburu sore lagi," Lisa mendongak, menatap Mamanya yang bicara lembut padanya.

"Kita berangkat ya," pamit Papanya pada Kevin.

Lia berjalan mengikuti kedua orangtuanya, ia masuk ke mobil dan duduk diam disana, pikirannya bercabang kemana-mana, banyak sekali pertanyaan di otaknya.

"Kita mau ke mall, Lisa mau kan?" Lisa hanya mengangguk kaku menjawab pertanyaan Mamanya.

***

Mereka baru saja sampai dan langsung memasuki mall yang dituju, Lisa berjalan diantara Mama dan Papanya, Lisa masih bingung dengan situasi saat ini, ini pertama kalinya ia jalan-jalan dengan kedua orangtuanya, hanya mereka bertiga, biasanya bersama keluarga besar.

Tak dapat dipungkiri, Lisa merasa senang saat ini, walau hanya ke mall, sudah cukup baginya.

Mereka mengarah ke toko buku, Lisa pikir, kedua orangtuanya akan membelikan buku latihan soal lagi, ternyata, mereka membebaskan Lisa memilih buku mana saja yang ia mau.

Dengan semangat Lisa mengelilingi rak-rak buku di toko itu, sudah lama Lisa ingin membeli novel, selama ini, hanya novel perpustakaan sekolahlah yang ia baca, itupun tak ia bawa pulang, takut orangtuanya tau dan pasti akan marah nantinya.

Lisa mengambil satu novel tentang persahabatan, ia selalu tertarik membaca tentang sahabat atau teman, ia hanya ingin tahu bagaimana rasanya punya sahabat, karena kenyataannya ia tak memilikinya, jangankan sahabat, seorang teman saja ia tak punya.

Setelah membayar, mereka melanjutkan sesi jalan-jalannya, mereka menuju ke salah satu restoran cepat saji di mall ini.

Lisa terheran melihat Mama dan Papanya berdiri di ambang pintu, mereka seperti sedang mencari seseorang, Lisa yang tak berani bertanyapun hanya diam saja.

"Heii!"

Seorang wanita melambai-lambaikan tangannya ke arah sang Mama, mereka pun menghampiri wanita itu dan duduk di hadapannya, lagi-lagi Lisa berada diantara Mama dan Papanya.

"Udah lama nunggu ya, maaf telat," kata sang Mama pada wanita itu.

"Engga, baru aja, ini Lisa ya ? Cantiknya," Lisa hanya tersenyum menanggapi pujian wanita di hadapannya.

"Lisa, ini teman Mama, salim sayang," Lisa kemudian menyalami teman Mamanya itu.

"Maaf ya kita bawa Lisa, kasian kalo ditinggal di rumah sendirian," Lisa menatap Papanya tak percaya, kebohongan macam apa itu ?

"Iya, Tante seneng malah bisa ketemu Lisa," lagi-lagi Lisa hanya tersenyum.

"Oh iya, Tante denger, Lisa peringkat tiga ya di kelas ?"

"Iya Tante."

"Waah, hebat, Lisa kan kelas unggulan ya, hebat lho dapet peringkat tiga, selamat ya."

"Iya Tante makasih," kali ini Lisa benar-benar tersenyum, setidaknya Tante ini menghargai pencapaiannya.

"Lisa ini suka banget belajar, padahal kami ga nuntut peringkatnya, tapi dia terus usaha supaya bisa dapet peringkat atas," kali ini Mamanya yang mengarang cerita, sungguh kerjasama yang bagus.

"Tadi saja ke toko buku dia mau ambil buku pelajaran, padahal belum lama ini baru beli, saya paksa dulu baru mau beli novel," lihat kan ? Kerjasama yang sangat bagus.

"Wah, pantes bisa peringkat atas, sayang ya suami Tante ga bisa ketemu Lisa, kalo ketemu, pasti seneng banget, Lisa mau kuliah di mana? Kebetulan, suami Tante Dosen di universitas-"

"Mau, Lisa pasti mau, ya kan nak ?" Belum selesai Tante itu berbicara, sang Mama dengan cepat memotongnya, mungkin takut Lisa menolaknya.

"Suami Tante suka cari anak berprestasi seperti Lisa , nanti dikasih beasiswa penuh, universitas ternama lo Lisa, mau kan ? Sayang banget kalo siswa rajin seperti kamu disia-siakan," Lisa hanya tersenyum canggung, situasi macam apa ini ?

***

Pukul 7 malam Lisa baru sampai di rumahnya, rumah Om dan Tantenya maksudnya. Lisa lelah setelah "jalan-jalan" tadi. Ia langsung masuk ke kamarnya untuk istirahat.

Hari ini Lisa dijatuhkan oleh ekspektasinya sendiri, mengharap lebih pada kedua orangtuanya hanya membuat luka di hatinya memburuk, selama ini Lisa hanya memendam semuanya di hati kecilnya, tak pernah amarah yang keluar darinya.

Lisa tak pernah bisa menolak kemauan kedua orangtuanya, ia selalu diminta untuk menjadi gadis penurut, tak boleh menuntut.

Lisa menatap nanar novel pertama yang ia beli tadi, ternyata novel itu hanya kedok kedua orangtuanya, ia menarik selimut untuk menutupi seluruh badannya, ia mulai terisak di dalam sana, bahkan, tak pernah ada yang mendengar isak tangisnya.

"Sakit, Tuhan ... "

Cheese LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang