05

24.4K 1.4K 4
                                    

"Di sana aja, yuk!" ajak Halla menunjuk salah satu meja kosong. Kedua tangannya membawa nampan yang berisi menu makan siang, yakni nasi dengan lauk ayam teriyaki dan rebusan sayur, tiga macam buah-buahan yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil, dan sekotak jus jeruk.

Elisa yang di sampingnya pun demikian, bedanya Elisa tak mengambil jus jeruk melainkan strawberry. "Boleh, yuk," jawab Elisa yang langsung melangkahkan kakinya menuju meja tersebut, bersama dengan Halla di sampingnya.

"El, menurut lo murid baru itu gimana?" tanya Halla di sela-sela kegiatan makannya. Ia menatap serius Elisa.

Elisa menelan buah yang tadi ia kunyah. "Maksudnya?" Elisa balik bertanya. Memastikan sebenarnya.

"Menurut lo dia tuh aneh gak sih?" Halla kembali bertanya dengan tangan yang mulai menusuk potong kiwi dengan garpu.

"Banget!" Elisa menjawab cepat. Ia meminum jus strawberrynya dan berkata, "Tau gak? Masa tadi pas di kelas, dia ngeliatin aku mulu. Aneh banget, kan?"

Halla tak langsung menanggapi, kunyahannya sedikit menelan, tengah berpikir. "Kalian ... sebelumnya pernah kenal gak?" Halla kembali bertanya, kali ini sedikit ragu.

Elisa mengerutkan dahinya, mencoba mengingat masa lalu. Tak lama kemudian, gadis itu menggeleng. "Gak. Aku gak inget pernah ketemu, apalagi kenal sama orang kayak dia." Ia mengedikkan bahu dengan tangan yang kini sudah menusuk potongan anggur.

Halla hanya mengangguk-anggukan kepalanya, membuat alis Elisa terangkat sebelah. "Kenapa, Hal?" Elisa memasukkan anggur yang tadi ia tusuk ke dalam mulutnya.

"Oh, gak apa-apa." Halla menjawab cepat, yang membuat Elisa justru semakin curiga ada yang Halla sembunyikan darinya. Halla mengusung senyum kecil dan berkata, "Ayo abisin, nanti keburu masuk."

"Kalau-"

"Permisi," ucap seseorang memotong ucapan Elisa.

Halla dan Elisa kompak langsung mendongak, melihat dua laki-laki yang menjulang tinggi kini tengah berdiri di samping meja mereka seraya membawa nampan makanan.

"Eh, Kak Grey? Kak Ren?" Halla menatap terkejut dua kakak kelasnya yang populer di kalangan para siswi, bahkan teman-teman sekelasnya, kini berada tepat di depan matanya. "Kenapa, Kak?" tanya Halla sedikit gugup.

Tentu saja, dua laki-laki tampan yang populer dan diidamkan banyak murid perempuan itu kini tengah berdiri dan mengajaknya berbicara. Ini benar-benar langka, dan Halla bangga karena bisa mengalami kejadian langka itu.

"Kita boleh ikut duduk di sini, gak? Soalnya meja lain udah pada penuh," jelas Greyfin yang meminta izin pada Halla. Ia juga mengusung senyum kecilnya.

"Oh, boleh, Kak, boleh banget. Silakan," ujarnya mempersilakan kedua kakak kelasnya itu duduk.

"Makasih, ya." Ren mengusung senyum manisnya yang mampu membuat jantung Halla langsung berdebar kencang. Gadis itu bahkan sudah menggenggam erat tangan pucat Elisa.

Sementara itu, Elisa yang kalau boleh jujur tak mengenal dua laki-laki di depannya hanya bisa mengusung senyum ramah, dengan batin yang keheranan karena tingkah tak biasa Halla.

"Kalian dari kelas sebelas?" tanya Greyfin pada kedua adik kelas yang duduk di depannya.

"Iya, Kak," jawab Halla dengan senyum terbaiknya. Sebenarnya gadis itu salah satu fans Greyfin yang sebelumnya pernah mengagumi Ren, sebelum Ren mulai jarang masuk sekolah.

"Namanya siapa?" Kali ini Ren yang bertanya. Ia menatap cukup lama pada Elisa yang sedari tadi fokus menikmati makanannya.

"Saya Hallasya Zeafeen, biasa dipanggil Halla, Kak. Dan ini Elisa, sahabat saya." Halla berucap penuh semangat. Beruntung sekali dirinya bisa duduk dan mengobrol dengan dua murid populer itu. Lihat, tatapan-tatapan iri bahkan sudah memenuhi mejanya. Ah, rasanya Halla ingin berteriak kencang sekarang. Ia benar-benar sangat senang.

Ren menoleh sekilas pada Halla, dan berakhir pada Elisa. "Wah, salam kenal ya, Hallasya, Elisa," ucap Ren dengan senyum manisnya yang tak sedikitpun luntur.

Elisa yang merasa namanya disebut oleh orang asing langsung mendongak. Ia menatap Ren cukup lama, kemudian kembali melanjutkan kegiatan makannya tanpa mengucapkan apa-apa.

"Permisi," ucap seseorang yang membuat Elisa dan Halla kembali mendongak. Grey dan Ren yang juga duduk di sana ikut mendongak.

Dahi Halla berkerut halus melihat seseorang yang ia kenal tengah menenteng nampan makanan berdiri di samping mejanya. "Wulan? Kenapa?" Halla menoleh sekilas pada Elisa yang ekspresi wajahnya sudah berubah suram.

Senyum Wulan terbit mendengar Halla menyebut namanya. "Aku ikutan duduk di sini, ya? Soalnya meja lain udah pada penuh," ucapnya memelas.

"Emang teman-teman lo kemana?" tanya Halla yang tak langsung mengizinkan gadis itu duduk. Tentu saja, Elisa sangat membenci Wulan, akan jadi masalah jika ia mengizinkan Wulan duduk bersama mereka.

Wulan menoleh sekilas pada teman-temannya yang duduk di salah satu meja dengan delapan orang di sisinya. "Itu-"

Greyfin mengikuti arah pandangan Wulan, dan langsung mengerti akan kondisi si adik kelas, Wulan. "Oh, iya-iya bol-"

"Gak!" seru Elisa memotong ucapan Greyfin. Gadis itu dengan kurang ajarnya melayangkan tatapan tajam pada kakak kelasnya itu. "Kamu gak diterima duduk di sini!" Tatapan tajam Elisa beralih pada Wulan yang wajahnya kembali memelas.

Grey menekuk alisnya mendengar penolakan tegas Elisa. "Tapi dia lagi-"

"Sekali nggak, ya nggak!" ucapannya lagi. Wajah ramahnya sudah tergantikan dengan ekspresi dingin. "Dan lagi, kita yang pertama duduk di sini. Kalian gak ada hak buat ngijinin orang lain untuk ikut duduk!"

Mendengar ucapan Elisa barusan, amarah Grey mulai tersulut. "Memangnya lo siapa sampai ngelarang orang lain buat duduk di sini. Semua yang ada di sini milik sekolah, lo gak ada hak-"

"Memangnya kakak siapa sampai berani marah-marah sama saya?" tanya Elisa dengan wajah yang semakin dingin.

Halla di sampingnya mati-matian mencoba menenangkan Elisa. Dia menoleh pada Wulan yang masih saja berdiam diri dengan wajah memelas, seakan sengaja memancing keributan. Sial, Halla jadi ingin mencabik-cabik wajah menyebalkan gadis itu.

"Gue ketua OSIS-"

Brak!

"Grey!" seru Ren yang sedari tadi hanya diam. Wajahnya tampak menyeramkan untuk sesaat, sebelum kembali berubah jadi ramah. "Kita harus ketemu pak Harto, inget? Kita pergi sekarang yuk, sebelum bel masuk bunyi!" ajaknya dengan senyum manis yang menyiratkan makna lain.

Grey mendengkus pelan. Ia tahu maksud dari senyuman itu, membuatnya mau tak mau bangkit dari duduknya. Sebelum pergi, ia melayangkan tatapan tak sukanya pada Elisa yang juga tengah menatapnya sinis.

"Target lo udah pergi tuh, minggat sana!" Halla berujar dingin. Sedari tadi ia sudah gatal ingin berucap demikian, tapi adanya Grey dan Ren membuat Halla harus menjaga citranya sebaik mungkin.

Wulan yang merasa tersindir langsung menampakkan tatapan sedihnya. "Maksud kamu apa? Aku cuma mau duduk di sini, kok."

"Dari sekian banyak meja yang masih bisa kamu isi, kenapa harus meja ini?" tanya Elisa yang tatapannya masih saja dingin. Ia benar-benar membenci gadis itu. Wulan, adik seibunya yang sangat disayangi oleh ibunya, orang yang sudah merebut kasih sayang ibunya, dan manusia sok polos yang hobi merebut semua milik Elisa.

"I-itu karena aku gak deket sama anak lain."

"Terus kamu pikir kita deket gitu?" tanya Elisa dengan nada sadis. Ia sudah tak peduli dengan tatapan-tatapan tak percaya orang-orang yang tengah menyaksikan pertengkaran itu.

Air mata Wulan mulai menetes. Badannya sedikit gemetar mendengar ucapan tak mengenakkan itu. "Kayaknya kamu benci banget, ya, sama aku," ucap Wulan seraya mengusung senyum pedihnya, yang membuat gadis itu benar-benar sempurna terlihat sebagai korban. Dan semakin dramatis saat Wulan membawa kakinya menjauh dari meja Elisa.

"Sans, El. Kita di pihak lo, kok!" seru seorang gadis dari meja sebrang. Murid kelas sebelah yang memang kenal dan pernah mendapat bantuan dari Elisa.

Elisa hanya tersenyum kecil. Meski banyak yang tak menyukai sikap angkuhnya, tapi tak sedikit pula murid yang menyukainya. Lagi pula, meski semua murid di SMA Cendekia membencinya, Elisa juga tak terlalu peduli. Ingat? Elisa adalah 'murid istimewa' di SMA Cendekia. Jadi, dibenci semua orang bukan masalah besar baginya.

MILIKKU (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang