09

17.4K 1.2K 8
                                    

Seperti yang dikatakan Halla, Elrick benar-benar memanggil Elisa untuk bertemu dengannya, membuat Elisa yang tadi memang sudah kesal, semakin kesal saja sekarang. Mungkin jika hubungan mereka 'baik-baik saja', Elisa tak akan heran mengenai ajakan dinner ayahnya kali ini. Apalagi ayahnya itu mengajak Elisa untuk dinner di rumahnya, bukan di restoran mewah seperti biasanya mereka melakukan dinner. Namun, sayangnya hubungan mereka tak sebaik itu, membuat Elisa langsung berprasangka buruk pada ayahnya.

Wajah gadis itu, sedari datang tadi tak sedikitpun menampakkan senyuman. Bahkan, dengan kurang ajarnya, Elisa mengabaikan sapaan Linda--ibu tiri Elisa--yang tadi menyambut kedatangannya.

Begitu tiba, Elisa langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah, menyalakan televisi, dan menikmati semua hidangan manis yang disediakan di atas meja. Di atas sana terdapat piring susun yang diisi berbagai makanan manis, dimana terdapat donat di tingkat pertama, cupcake di tingkat kedua, dan macaron di tingkat paling atas. Selain makanan manis, di sana juga disediakan seteko chamomile tea, jenis teh yang menjadi favorit Elisa.

Sebenarnya, tak ada yang menyukai makanan manis di rumah itu. Semua yang ada di atas sana memang khusus disediakan untuk Elisa.

Seraya menunggu ayahnya yang tengah bersiap-siap, Elisa menonton televisi di ruang tamu. Sesekali, gadis itu akan menyesap tehnya, menyambar donat coklat kesukaannya, dan menghabiskan sepotong macaron dalam dua gigitan sekaligus. Elisa memang sangat menyukai makanan manis. Itulah mengapa, meski sedang dalam suasana hati yang buruk, gadis itu tetap lahap menikmati semua makanan manis yang tersedia.

Di tengah-tengah kegiatan santainya. Suara Linda membuat perhatian Elisa teralihkan. Ia menatap sekilas pada Linda yang tengah menyambut kedatangan putra kesayangannya, Daniel. Kakak tiri Elisa itu ternyata baru pulang latihan basket. Terlihat dari penampilannya yang masih mengenakan jersey basket ditambah sebuah bola basket di tangan kirinya.

Tatapan Elisa dan Daniel bertemu untuk sesaat, sebelum Elisa dengan wajah sinisnya memutus tatapan itu dan kembali menikmati makanan manis di depannya. Namun, Daniel yang sudah biasa dengan sikap tak ramah Elisa padanya, hanya tersenyum kecil. Ia bergegas ke lantai atas, hendak ke kamarnya.

Elisa mendengus kecil mengingat kejadian barusan. Ia menyesal karena tadi sudah menoleh, hingga membuat tatapan mereka bertemu. Ya, selain Linda, Elisa juga membenci Daniel. Tidak, bukan hanya Linda dan Daniel, tapi semua yang memiliki unsur tiri akan Elisa benci. Bahkan Wulan yang masih memiliki hubungan darah dengannya pun dibenci Elisa. Kekanak-kanakan sekali memang, tapi itulah Elisa.

***

"Jadi ... kenapa papa ngajakin aku dinner bareng?" tanya Elisa ditengah-tengah kegiatan memotong steak. Gadis itu menusuk potongan steak tadi dengan garpu, lalu memasukkannya ke mulut. Seraya mengunyah, ia menatap sang ayah yang kini masih belum menyentuh piring makanannya.

Elrick yang masih ragu untuk untuk menjelaskan tujuannya, hanya bisa mengusung senyum kecil. Elrick tahu gadis kecilnya itu tak mungkin bisa ia paksa, dan ia juga tak akan sanggup memaksa Elisa melakukan sesuatu yang akan membuat Elisa menderita.

"Pa," panggil Linda dengan suara pelan. Tangannya mengusap pelan tangan Elrick. "Mau Mama bantu?"

Elrick yang tengah menatap lembut Elisa menoleh. Ia menggeleng pelan. "Gak usah, Ma. Biar aku aja."

Tatapan datar Elisa mulai sinis kembali. Wanita menyebalkan itu membuat nafsu makannya langsung hilang. Apalagi sikap lembut ayahnya pada wanita menyebalkan itu. Elisa benar-benar muak sekarang.

"Aku mau pulang," ucap Elisa yang membuat Elrick kembali menatapnya.

"Tapi kita kan baru-"

"Pa," potong Elisa yang kini sudah berwajah dingin. "Jujur aja, sebenernya Papa mau ngomongin masalah perjodohan aku sama putra bungsu keluarga Arnawama, kan?"

Elrick dan Linda, bahkan Daniel sekalipun langsung terkejut dengan penuturan Elisa barusan. Apalagi tatapan dingin Elisa yang menyiratkan makna dalam itu. "Sayang, itu-"

"Kenapa, Pa?" Cukup pelan Elisa berucap, tapi dengan ekspresinya yang tak biasa itu, membuat Elrick jadi cemas. "Apa dengan ninggalin aku gak cukup-"

"Elisa!" suara Elrick meninggi, membuat Elisa langsung terdiam.

Memang benar jika alasan Elrick memanggil Elisa untuk membicarakan masalah perjodohan tersebut, tapi bukan karena Elrick ingin memaksa putri kecilnya menerima perjodohan itu. Elrick bahkan belum siap jika harus melepas putri kecilnya menikah dengan orang lain. Dunia pernikahan terlalu berat untuk Elisa yang di mata Elrick masih seperti bayi yang harus selalu dalam jangkauannya.

Sebenarnya, meski tinggal terpisah dengan putri semata wayangnya, Elrick selalu memantau Elisa. Entah itu dari cctv yang diam-diam di pasang di rumah Elisa, ataupun mata-mata yang diperintahkan Elrick untuk mengawasi Elisa. Elrick memang sangat protektif pada Elisa, ia bahkan rela mengorbankan apapun untuk menjaga keselamatan putri kecilnya itu.

"Sayang, dengerin penjelasan Papa dulu, ya." Elrick mencoba membujuk Elisa yang tampaknya salah paham. Entah darimana putrinya itu mendapatkan informasi tersebut, tapi Elrick harus meluruskan semuanya. "Keluarga Arnawama memang ngajuin syarat buat ngejodohin putra bungsu mereka sama kamu. Tapi, Papa gak pernah nerima syarat itu, Sayang. Papa gak mungkin ngorbanin kamu demi bisnis Papa. Papa sayang Elisa lebih dari apapun. Lagi pula, tanpa investasi dari mereka, Papa juga masih sanggup buat ngembangin bisnis yang baru Papa bangun. Jadi-"

"Aku mau pulang, Pa," ujar Elisa yang diam-diam menghela napas lega. Kepalanya menunduk dalam, membuat orang-orang tak bisa melihat senyum kecil yang kini tengah ia usung.

"Papa sayang Elisa lebih dari apapun."

Seperti yang sudah Elisa duga, Elrick tak akan mungkin melakukan itu. Walau ayahnya itu tak mau melepaskan Linda untuknya, tapi Elisa sangat yakin, jika Elrick sangat menyayanginya, lebih dari Linda ataupun Daniel, seorang anak laki-laki yang dulu sangat diinginkan Elrick.

"Sayang, Papa-"

"Iya, Pa." Untuk kesekian kalinya, Elisa memotong ucapan Elrick. Ia mengangkat kepalanya, senyum manis terukir di bibir indahnya. "Aku percaya Papa."

Elrick yang mendengar perkataan Elisa barusan langsung membeku di tempat. Entah sudah berapa lama ia tak melihat senyum manis putrinya itu, tapi Elrick sangat senang karena akhirnya bisa melihatnya kembali. "Papa anterin ya?" tawarnya langsung, tanpa mempedulikan ekspresi Linda yang kini sudah masam.

Elisa mengangguk semangat. Ia langsung berdiri dari duduknya, diikuti Elrick yang langsung menghampirinya. Elrick merangkul bahu kecil Elisa, mengajaknya berjalan bersama menuju garasi mobil.

"Nanti kita mampir ke restoran tempat biasa ya, Pa?" ujar Elisa yang senyumnya masih saja mengembang. "Aku masih laper."

"As you wish, my baby," ujar Elrick dengan senyum yang tak kalah mengembang. Ia mengeratkan rangkulannya. Akhirnya, setelah sekian lama, ia dan putri kecilnya itu bisa berbicara seakrab ini lagi. Elrick benar-benar senang.

Sementara itu, Linda dan Daniel yang ditinggal tiba-tiba, hanya bisa menatap penuh kekecewaan. Daniel bangkit dari duduknya, ia menghampiri Linda yang kini tampak ingin menangis. "It's ok, Ma. Bentar lagi Papa pasti balik." Daniel memeluk erat Linda yang tengah memaksakan senyumnya.

"Makasih, Sayang. Makasih karena kamu selalu ada di sisi Mama." Linda balas memeluk Daniel yang kini juga ikut tersenyum.

Ini memang bukan pertama kalinya Elrick meninggalkan dirinya demi gadis licik itu, tapi rasanya selalu menyakitkan. Padahal ia selalu berusaha baik pada Elisa, ia juga selalu mencoba dekat dengan Elisa. Namun, jangankan menjadi dekat, Elisa bahkan tak sedikitpun menunjukkan respon yang baik padanya.

Seperti tadi, saat ia menyapa Elisa dengan senyum tulusnya, menyambut Elisa dengan sapaan hangat, menyiapkan semua yang gadis itu suka, Elisa dengan kejamnya mengabaikan senyumannya, bahkan menatapnya dengan tatapan sinis. Tak sedikitpun menghargai apa telah ia siapkan untuknya.

Mungkin, pada dasarnya ia memang tak cocok untuk Elisa, apalagi untuk menjadi ibu sambungnya. Kepribadian Elisa terlalu bertolak belakang dengannya. Linda jadi sedikit bersyukur karena Elisa tak mau tinggal bersama mereka. Yah meski hal itu membuat Elrick terkadang sering keluar untuk melihat Elisa secara diam-diam, tapi setidaknya Linda tak perlu berhadapan dengan manusia keras kepala seperti Elisa.

MILIKKU (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang